tag:blogger.com,1999:blog-44632830760648376332024-02-19T05:47:13.459-08:00SEBUAH PERSEMBAHANYang saya tulis ini hanyalah sebuah catatan pribadi dari perjalanan hidup seorang anak manusia biasa. Rentetan peristiwa yang pernah saya alami , terutama pengembaraan saya dalam menemukan jati diri. Perjalanan spiritual yang kadang tidak berjalan seperti yang diharapkan. Mudah mudahan ada manfaatnya bagi saudaraku yang kebetulan menemukan tulisan ini.Unknownnoreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-83968674316388564972019-02-26T20:20:00.001-08:002020-04-21T05:53:24.632-07:00Break the Patern<p dir="ltr">BREAK THE PATTERN ala NLP<br>
by. Asep Herna (Pakar Komunikasi & Advertising)</p>
<p dir="ltr"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqFWheJdXYKowbCP3cwJVbQKPHRQ0w8vhF5jQgKU5QptnS_Jnmvui29-uP-7CglHMqpdU7NNdSP4JAKG6suWJL_X8wMQx0xmx-4-qKfE39JD0O6qo7o5ffDR0d8DYYAdvc6NzB4xhU6gt5/s1600/1587473602439211-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqFWheJdXYKowbCP3cwJVbQKPHRQ0w8vhF5jQgKU5QptnS_Jnmvui29-uP-7CglHMqpdU7NNdSP4JAKG6suWJL_X8wMQx0xmx-4-qKfE39JD0O6qo7o5ffDR0d8DYYAdvc6NzB4xhU6gt5/s1600/1587473602439211-0.png" width="400">
</a>
</div><br></p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr">Salah satu cara untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, secara ekstrem, adalah dengan mengaplikasikan konsep "Breaking the Pattern." Hasilnya oke lho, dan recommended buat dicoba.</p>
<p dir="ltr">Saya sering melakukan ini, bahkan hanya untuk sekadar menciptakan mood kreatif lebih baik.</p>
<p dir="ltr">Idenya berawal dari gurauan bos saya di perusahaan iklan. Beliau bilang, untuk menciptakan mood kreatif ketika lagi stuck, coba potong sesuatu yang udah terpola. Dimulai dari hal sederhana, seperti jalur kita berangkat ke kantor. Ubah jalur lama, dan coba dalam 3 hari lewati jalur yang selalu berbeda.</p>
<p dir="ltr">Apa yang terjadi? Bener lho, saya merasa FRESH banget.</p>
<p dir="ltr">Sejak itu, saya memahami, tubuh dan pikiran kita memang perlu dikasih kejutan. Saya juga mengaplikasikan cara ini termasuk ketika membantu orang untuk mentransisikan kesadarannya. Pola "breaking the pattern" adalah sesuatu yang sangat ampuh.</p>
<p dir="ltr">Suatu ketika pernah juga, saya harus begadang terus-terusan, saat mungkin karena bawaan di perut, bayi kami pola tidurnya terbalik. Siang tidur terus, malam melek terus sampai jam 4 pagi. Repot banget, kan? Sementara saat siang juga terutama saya harus kerja.</p>
<p dir="ltr">Nah, konsep "bereaking the pattern" saya aplikasikan, dengan di saat siang, saya ajak terus bayi saya canda. Tidur sewajarnya, lalu saya bangunkan, dan saya ajak bermain lagi. Hasilnya? Pola tidurnya pun berubah sampai sekarang.</p>
<p dir="ltr">Saya sering melakukan hal-hal aneh sekadar mengaplikasikan "breaking the pattern" ini. Dan selalu ada yang baru saya rasakan.</p>
<p dir="ltr">Misal, ketika saya bawa motor. Saat pola biasa selalu minggir untuk berteduh ketika hujan, saya mencoba jalan terus. Melaju sambil menikmati derasnya hujan. Walau JIBREG, tapi wooow, ini rasanya luar biasa.</p>
<p dir="ltr">Temen-temen bisa juga melakukan hal lain. Memberi kejutan pada tubuh sendiri, pada pikiran sendiri, agar kita tidak terjebak pada pattern.</p>
<p dir="ltr">Sesekali juga, coba kita nikmati kejutan ini bersama orang lain. Misal, ini misal, kalo ke rumah kita suka ada nenek-nenek lansia atau siapapun yang datang meminta-minta, saat tangan kita siap merogoh kocek sekian rupiah, coba urungkan sebentar, ubah niat dengan mengambil dompet, kasih dia 10 atau 100 kali lipatnya.</p>
<p dir="ltr">Biarkan tubuh dan pikiran kita terkejut. Biarkan si nenek lansia atau siapapun yang datang ke kita itu juga terkejut. Dan nikmati keterkejutan itu bersama-sama. Tuhan menganugerahkan momen indah untuk kita.</p>
<p dir="ltr">Salam... 😊</p>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-35227112538981791122019-02-24T05:24:00.001-08:002020-04-21T05:57:42.027-07:00DIRI YG TERPENJARA<div align="left"><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><div align="center"><p dir="ltr"><br>
<b>DIRI YANG TERPENJARA</b><br><br><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9KUj4QByUZEqvPxjoOXYVkJLJzhzbjOcC4pvg0nhfWU3Fx9RpVNKfgii-V4A3-pDKM1XpKhDm4qAEEc5B2sApKnHTJAG-QYABJv_ov29GDtEFuveC9O9X3CQyE0bZOUK1QvD1SLgTZDv3/s1600/1587473860412875-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9KUj4QByUZEqvPxjoOXYVkJLJzhzbjOcC4pvg0nhfWU3Fx9RpVNKfgii-V4A3-pDKM1XpKhDm4qAEEc5B2sApKnHTJAG-QYABJv_ov29GDtEFuveC9O9X3CQyE0bZOUK1QvD1SLgTZDv3/s1600/1587473860412875-0.png" width="400">
</a>
</div><br><br></p>
<p dir="ltr"><a href="mailto:rajaryzalkelayang@gmail.com"><b><i>rajaryzalkelayang@gmail.com</i></b></a><br>
<b>Ada kawan dalam sebuah perbincangan bertanya kepada saya dengan kalimat " abang RRK sudah lama mengakaji diri sebenar diri dan dalam banyak kaji yang abang buka kenapa sepertinya tidak mementingkan jasad atau tubuh,padahal tampa jasad maka diri itu tidak bisa juga mengenal allah..?,mungkin pertanyaan begini ada banyak juga yang terpikirkan oleh pembaca blog Bertuah,sebagian bertanya begini karena memang berniat baik untuk mengenal diri namun sebagian kecil biasanya pertanyaan ini di lontarkan hanya lah sebagai dalih dari perasaan bahwa ilmu pengetahuan tentang diri sebenar diri nya lebih tinggi dari pada orang yang di tanyakannya,lalu apa jawaban saya..? amat naif dan dangkal jika seseorang berpikir bahwa tampa jasad maka diri sebenar diri tidak akan dapat mengenal allah,buktinya bangsa jin tidak berjasad kasar namun sebagian besar saat ini bangsa jin memeluk agama islam,ini bukti pertama bahwa tampa jasad kasar semua makhluk bisa mengenal allah,bukti kedua ada pada ayat yang artinya kurang lebih " apakah kamu mengira bahwa para syuhada dan orang orang sholeh itu mati (ketika ajalnya telah tiba),sesungguhnya mereka itu hidup dan mendapat rahmat serta rezeki dari sisi tuhannya" kurang lebih ayat ini jika di tadaburi dapat mewujudkan satu keterangan bahwa banyak makhluk yang sudah mati (tidak berjasad lagi) saat ini yang tetap dapat mengenal allah,termasuk bukti lainnya seperti para wali afdal yang dalam bahasa melayu riau di sebut penunggu atau mambang sebuah tempat,mereka tidak berjasad kasar namun sampai hari ini mereka tetap dapat mengenal laa illaa haillallah,jika di runut secara bijak malah jasad atau tubuh kasar ini lah yang menjadi penyebab diri sebenar diri itu terkurung dan terpenjara dari mengenal akan allah ta'ala.</b></p>
<p dir="ltr"><b>jadi secara asal muasal diri sebenar diri itu sangat tidak mau di masuk kan ke dalam tubuh sebab diri sebenar diri menyadari bahwa dia akan terpenjara dan terkurung secara ketat sehingga akan amat sulit kelak mengenal tuhannya,itu sebab nya ketika seseorang meninggal dunia maka kerap di katakan "dia sudah tenang dengan bertemu tuhannya"..ya betul sekali,diri sebenar diri yang tidak terkurung di dalam tubuh pasti akan mengalami sebuah ketenangan yang amat luar biasa sebab tidak terbatasi lagi diri nya untuk bisa mengenal allah ta'ala,sayangnya sebagian besar manusia belum menemukan cara agar ketenangan dan kedamaian itu dapat dia raih tampa harus mati lebih dahulu,lalu sebagian kecil dari manusia itu apakah sudah dapat meraih ketenangan dan kedamaian itu tampa melalui kematian..? insyaallah hal semacam ini masih ada terjadi di muka bumi ini,salah satu nya ialah melalui jalan yang di sebut mengenal diri,itu sebab nya orang orang yang mendalami ilmu diri akan secara otomatis meniadakan atau menghilangkan untuk sementara waktu akan jasad atau tubuh,nanti setelah dia kenal sebenar kenal akan diri sebenar diri nya barulah dia akan bahas dan kupas tuntas tentang kejadian jasad beserta pungsi pungsinya,lalu jika dalam ilmu mengenal diri meniadakan jasad atau tubuh,kemana kah kita belajar ilmu tentangseluk beluk memperkuat jasad..? ya silahkan berguru pada pelatih olah raga atau masuk ke sekolah sport schooling center,di sini pasti anda akan di puaskan dengan ilmu jasad,jadi pertanyaan seperti di awal tadi lebih banyak sipat tendesiusnya saja bukan kepada hakikat bertanya sebagai wasilah untuk berguru.</b></p>
<p dir="ltr"><b>patut kita ingat balik ke awal kejadian manusia...andaikan saja diri sebenar diri kita ini tidak di kurung di dalam jasad atau tubuh maka insyaallah langit ke tujuh pun dapat kita jadikan tempat wisata dan sekolah,artinya diri sebenar diri itu pada awalnya memang dapat menembus 9 lapis langit dan sembilan lapis bumi,tat kala hal ini di perlihatkan oleh allah ta'ala kepada para malaikat maka iblis memgatakan tentu lah amat mudah bagi diri melakukan hal semacam itu,karena diri berada di alam yang bebas dengan skill dan ilmu yang luas..bagaimana jika diri sebenar diri itu di kurung dalam sebuah tempat yang berbeda material dari material nya,ibarat kata..orang malaysia jika berada di negara malaysia tentulah menjadi hal biasa mampu berjalan kemana saja selama masih di dalam area negara malaysia,tetapi jikalau ada orang malaysia yang mampu menembus sampai ke negara indonesia dan berwisata kemana saja selama apapun juga di indonesia,itu baru dapat di katakan amazing atau luar biasa,...baik kata allah,kini engkau saksikan ya iblis..AKU kurung diri sebenar diri itu dalam wadah atau tempat yang berbeda material dari material nya,nanti engkau saksikan apakah mereka tetap bisa menembus material yang amat berlapis lapis dan berbeda dari material mereka tersebut...maka di masuk kan lah diri sebenar diri itu ke dalam penjara yang amat ketat,pengap,berbau tak sedap,sempit,jorok dan di kunci dengan gembok ke angkuhan serta kesombongan,penjara itu bernama JASAD ATAU TUBUH di sebut manusia melayu sekarang.</b></p>
<p dir="ltr"><b>nah selama kita hidup pada hakikat sesungguhnya adalah membuktikan bahwa apa yang di katakan oleh iblis tadi adalah sebuah kesalahan terbesarnya...kita akan membuktikan bahwa walau diri sebenar diri itu terpenjara di dalam tubuh,diri pasti masih bisa menembus 9 lapis langit dan 9 lapis bumi dan tak lupa kita tampak kan pula bahwa diri sebenar diri itu masih seperti yang dulu,masih tetap memiliki berjuta juta keajaiban yang allah tanamkan di dalamnya,tak lekang di makan waktu tak lapuk di terik panas,itu lah ilmu diri sebenar diri..lalu bagaimana dengan manusia manusia yang masih terkurung di dalam jasad atau tubuh..? pertama secara otomatis juga dia telah bersetuju bahwa apa yang di katakan oleh iblis itu adalah benar adanya maka dia dapat di katakan sebagai golongan dari para iblis tadi,kedua layaknya seseorang berada di dalam penjara maka dia akan menikmati apa apa kenikmatan dan keadaan di dalam penjara juga,kebanyakan situasi di dalam penjara itu banyak sekali masalah,sejak bangun tidur sampai akan tidur lagi orang dalam penjara akan selalu di haruskan tunduk pada perintah perintah makhluk yang sama dengannya,belum lagi pertengkaran sesama napi,makan yang ala kadarnya,tingkat stress yang amat tinggi..kalau pun uang banyak sehingga bisa membeli apa saja yang di inginkan namun badan apalah daya,terkurung di balik jeruji besi..apa nikmatnya,sudah lah diri sebenar diri terkurung berlapis lapis oleh jasad atau tubuh di tambah pula lagi jasad atau tubuh pun terpenjara oleh jeruji besi,begitu lah keadaan dan kondisi orang yang tersangkut hanya kepada jasad,sungguh amat kasihan sebenarnya tetapi ya mau di apakan lagi,dia tak mau bertanya dan tak mau merendah di hadapan guru,padahal jika dia mau merendah sedikit saja maka tak berbicara pun guru nya,ilmu dari guru itu turun otomatis kepada diri nya..bayangkan sebilah papan traplek yang di atas nya berserakan pasir,ketika ujung salah satu papan ini turun maka tak dapat di tahan tak dapat di daya hukum alamnya pasir itu akan mengalir dan jatuh ke tampungan,itu sebab nya dalam ilmu diri jauh lebih ber ilmu orang yang merunduk dari pada orang yang datar..lihat pula bagaimana seorang penerima sedekah terjadi,anda harus membungkuk kan badan agar isi sedekah bisa terjadi,kalau anda bersedekah dengan badan tegap dan lurus maka isi sedekah nya akan menjadi gaji atau seperti seorang bos memberi gaji kepada pekerja nya..hakikat semacam ini sering di anggab hal biasa dan amat sepele menurut sebagian besar orang yang konon nya paham ilmu agama,padahal di sini lah hakikat pmeberian itu menjadi sedekah atau menjadi hadiah,makanya banyak kawan kawan yang bersedekah kadang fadhilatnya amat lama datangnya padahal rajin bersedekah,lihat sampai sedetil itu di pelajari oleh orang orang yang mendalami ilmu mengenal diri.</b></p>
<p dir="ltr"><b>ilmu mengenal diri itu bukan hanya soal pemahaman,artinya anda pasti belum akan wujud kenal kepada diri sebenar diri hanya dengan hapal dan lengkap segala bacaan dan pemahaman tentang diri sebenar diri tetapi inti nya pada tindakan atau action,bagaimana kita bertindak dan bersikap dalam memahami yang sebenar benarnya diri sebenar diri itu..ini lah uniknya ilmu dari indonesia,pada satu suku cukup di pahami dengan bahasa dan pada suku lainnya terkhususnya riau amat sulit jika hanya di pahami dengan bahasa dan kata kata..saya pernah duduk selama 6 jam di hadapan guru saya hanya dengan saling berpandang pandangan saja,diam seribu bahasa..jika beliau memandang tanah saya lebih membungkuk kan kepala lagi memandang tanah,jika beliau memandang langit saya juga lebih merendahkan lagi memandang langit,jika beliau tersenyum,saya mengangguk kan kepala,semua itu saya lakukan agar berkat dan ilmu sang guru secara otomatis turun ke saya sebab posisi saya lebih merendah kepada beliau selain karena ilmu orang riau itu kadang memang tak dapat di alihkan dengan bahasa dan kata kata...hal semacam ini saya yakini sudah agak jarang pada jaman sekarang oleh sebab itu tak ada salahnya jika saya memberi tahukan kembali agar sebagai orang orang yang mencari akan diri sebenar diri nya dapat mengetahui keadaan dan adab dalam meraih wujud zahir bathin diri sebenar diri itu...minta maaf banyak banyak karena pasti salah dan khilaf serta kedangkalan pengetahuan terdapat dalam tulisan saya ini,sekali lagi tulisan ini bukan untuk di ijazahkan sebab terdapat banyak sekali rahasia dan metode yang harus anda dapatkan secara lengkap dari orang yang ahli di bidang ini jika anda berkehendak untuk menjadikannya sebuah ilmu....assallammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.</b><br><br><br><br></p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-67834896679382881912019-02-23T10:00:00.001-08:002020-04-21T05:58:16.429-07:00MAKRIFAT KACA<p dir="ltr">MAKRIFAT <u>KACA</u></p>
<p dir="ltr"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlHDqdirdhaedZXcRz_ac_75MW-6aMV0_sveXfpDLWIg9WxI7qfTSBQbRYnxNFlz9dyKlg29v391pTfws9kb9FZQ9WZG2mLXMeAHG9UB9-ALW5bJAwwMPEqIhqeG1-g_Me7qAUqLUrAR_M/s1600/1587473894608101-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlHDqdirdhaedZXcRz_ac_75MW-6aMV0_sveXfpDLWIg9WxI7qfTSBQbRYnxNFlz9dyKlg29v391pTfws9kb9FZQ9WZG2mLXMeAHG9UB9-ALW5bJAwwMPEqIhqeG1-g_Me7qAUqLUrAR_M/s1600/1587473894608101-0.png" width="400">
</a>
</div><br></p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr"><br></p><p dir="ltr">Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh <br>
Tulisan ini saya kopikan dari grup tetangga, semoga bermanfaat. </p>
<p dir="ltr">MAKRIFAT KACA<br>
Kesimpulannya jika siapa yang baca dan faham ttg kaca ini ..barulah dia boleh kenal allah tanapa dalil…Sebabnya mereka memandang kepada dua..HAKIKATNYA SATU!!!!!! kerana mereka tertipu dengan nama, sifat,perbuatan dan zat!!!!!!</p>
<p dir="ltr">Saya selalu nampak gelas dan kdg kdg je nampak kaca…..macamana nak nmpk kaca selalu.”</p>
<p dir="ltr">Kaca dan Gelas adalah DUA hal yang kelihatan di dalam kenyataan yang SATU. Gelas menyatakan hal dirinya di dalam kaca dan kaca menyatakan perihal dirinya di dalam gelas. Namun, gelas bukan kaca dan kaca bukan gelas. Kaca tetap pada diri kacanya dan gelas tetap pada diri gelasnya. Bersatu tidak bercerai tiada. Namun kedua-duanya saling nyata menyatakan di antara satu dengan yang lain di dalam kewujudan yang satu.</p>
<p dir="ltr">Nak nampak kaca selalu?</p>
<p dir="ltr">Jawapan :</p>
<p dir="ltr">Lihat saja pada gelas, kerana pada gelas itulah kaca <u>sentisa</u> menzahirkan dirinya.</p>
<p dir="ltr">Nak sentiasa lihat kaca, perlu latih 5 deria PENGAMATAN, 5 organ TINDAKAN dan 2 Pancaindera Batin fokus kepada perkara-perkara berikut :</p>
<p dir="ltr">( Deria PENGAMATAN : Dengar (Telinga), Lihat (Mata), Bau (Hidung), Rasa (Lidah) Sentuh (Kulit). ALAT TINDAKAN : Alat Tangan, Alat Kaki, Alat Mulut, Alat Kelamin, Alat Kumuh . Pancaindera BATIN : Akal (Otak), Roh (Hati).</p>
<p dir="ltr">1. NAMA :</p>
<p dir="ltr">Sentiasa tanamkan di minda bahawa meskipun apa saja Nama yang diberikan kepada gelas itu, samada namanya Gelas, Cangkir, Cawan, Kinnam, Kapa, Kappu, Kup, Chashka atau apa saja namanya, ia masih tetap bersumberkan Kaca, cuma nama kaca itu bertukar mengikut bahasa, tempat, bangsa, kebudayaan dan kaedah penggunaannya sahaja. Hakikatnya, ia masih Kaca yang sama.</p>
<p dir="ltr">Tip : Jangan tertipu pada NAMA ! Kaca wujud di sebalik pelbagai NAMA.</p>
<p dir="ltr">2. SIFAT :</p>
<p dir="ltr">Sentiasa melihat SIFAT yang dizahirkan oleh gelas itu, semuanya memakai dan menunjukkan sifat kaca. Gelas adalah nama yang mengikut BENTUK Kaca. Jika Kaca itu berbentuk tingkap, maka Nama gelas tidak akan terpakai. Gelas akan bertukar nama menjadi tingkap! Jika Kaca berbentuk mentol, maka nama gelas juga tidak terpakai. Gelas itu bernama gelas kerana ia mengikut bentuk kaca yang berbentuk gelas!!<br>
Walau apapun SIFATnya, bentuk, saiz, warna, kasar atau lembut. Kaca tetap wujud di sebalik sifat-sifat itu.</p>
<p dir="ltr">Tip : Jangan terpedaya kepada SIFAT. Kaca wujud dalam berbagai sifat yang disifatkan ke atasnya.</p>
<p dir="ltr">3. PERBUATAN</p>
<p dir="ltr">Sentisa melihat PERBUATAN atau KELAKUAN yang dibuat atau dikenakan ke atas subjek itu. Gelas digunakan untuk minum. Jika gelas itu digunakan untuk disangkut di mata, ia tidak dinamakan gelas, ia mungkin dinamakan ‘cermin mata’. Jika ia digunakan untuk melihat wajah, maka tu bukan gelas, itu mungkin cermin muka. Namun hakikatnya, Kaca masih wujud di dalam cermin mata dan cermin muka itu. Nama sahaja yang bertukar.</p>
<p dir="ltr">Tip : Jangan dikelirukan oleh tindakan dan perbuatan. Meskipun Perbuatan itu menukarkan Nama dan Sifat ‘gelas’ kepada sesuatu objek yang lain, namun hakikatnya, diri kaca masih nyata pada objek yang baru itu.</p>
<p dir="ltr">4. ZAT (ASAL/BAHAN MENTAH)</p>
<p dir="ltr">Sentiasa belajar merenung dan melihat dari mana asal kejadiannya sesuatu itu. Asal gelas dari Kaca. Asal kaca dari pasir, asal pasir dari sillica, asal sillica dari magma, asal magma dari batu, asal batu dari gunung, asal gunung dari bumi, asal bumi dari gas, asal gas dari cahaya asal cahaya dari DIRI CAHAYA itu sendiri (Tuhan Cahaya Langit dan Bumi).</p>
<p dir="ltr">Bila perkara bahan mentah atau asal-usul ini direnung, nantinya kita akan mengerti bahawa Mula penciptaan sesuatu itu adalah dari sumber CAHAYA (Nur) dan akhirnya juga kembali kepada CAHAYA yang sama juga.</p>
<p dir="ltr">Bila sudah mengenal CAHAYA, pandang semula kepada KACA, tidakkah pada Kaca itu ada cahya? Cahaya itu menzahirkan dirinya di kaca.<br>
Atau jika kaca dipandang dari dalam bilik gelap yang tidak ada cahaya, masihkah kita nampak KACA itu?<br>
1. Kaca itu tidak nampak pada penglihatan mata, tapi pada pancaindera Batin, imej kaca itu masih nampak di minda. Jika masih nampak, itu tandanya ada cahaya ! Cahaya itulah hakikatnya kaca.<br>
2. Kaca tidak nampak di dalam bilik yang gelap. Tapi kita masih boleh melihat ‘GELAP’. Jika masih boleh melihat “gelap” itu tanda ada CAHAYA. Cahaya itulah hakikat atau asalnya KACA !</p>
<p dir="ltr">Maka apakah susah untuk melihat KACA ?</p>
<p dir="ltr">Praktis selalu ! Sentiasa merenung dan bertanya di dalam diri. Jadikan alam diri kita dan alam semesta ini sebagai “universiti” yang paling berprestij untuk mengajar kita dan untuk kita belajar dariNya.</p>
<p dir="ltr">Maka yang mana GELAS ?</p>
<p dir="ltr">Gelas Tiada !</p>
<p dir="ltr">Yang ada hanyalah Nama : G E L A S</p>
<p dir="ltr">Wujud Gelas itu hanya pada NAMA (Asma’) sahaja.</p>
<p dir="ltr">Realitinya, Gelas itu Tiada !</p>
<p dir="ltr">Gelas itu hanya wujud pada NAMA sahaja. Nama yang disebut “Gelas”. Nama gelas itu pula diberi sekadar untuk menunjukkan perihal objek yang hendak diperkatakan. Jika tiada bernama, maka bagaimana hendak merujuk kepada objek yang hendak diperkatakan itu? Bagaimana boleh mengenal tanpa Nama?</p>
<p dir="ltr">Umpama Wira Satria tanpa Namanya. Jika tanpa nama, bagaimana hendak bercerita perihal diri hamba? Bagaimana boleh mengenal hamba tanpa nama? Setidak-tidaknya, jika dipanggil “Hoi”, itu juga Nama. Dipanggil ‘manusia’, dipanggil ‘penulis’ itu juga Nama. Setidak-tidaknya, panggilan “Hoi” itu boleh digunakan untuk merujuk atau mengenal kepada tuan punya diri.</p>
<p dir="ltr">Justeru itu, bagi memudahkan objek itu dirujuk, maka objek itu pun dinamakan ‘GELAS’ oleh orang yang menamakanya mengikut kegunaan dan sifat objek itu. Objek itu tidak akan dinamkan gelas jika ia bukan berbentuk gelas. Jika objek itu berbentuk empat segi dan leper, ia mungkin dinamakan ‘CERMIN’. Jika ia berbentuk bunga, ia mungkin dinamakan ‘BUNGA KRISTAL’. Jika digunakan untuk mengisi sos, mungkin namanya ‘BOTOL’.</p>
<p dir="ltr">Makanya, hakikat diri GELAS itu tiada !</p>
<p dir="ltr">Gelas hanya menzahirkan diri Kaca pada penggunaan NAMA Gelas !</p>
<p dir="ltr">Jika ditunjuk pada gelas, yang tertunjuk itu bukan gelas, tapi yang tertunjuk adalah Kaca. Kaca adalah HAKIKAT (kenyataan/asal/raw material) kepada gelas, tanpa kaca, gelas tidak wujud.</p>
<p dir="ltr">Namun, perkataan ‘Kaca’ itu juga adalah satu NAMA. Nama yang dinamakan untuk merujuk kepada objek (kaca) itu bagi memudahkan kenal. Tanpa Nama, kaca tidak dapat dikenal oleh orang yang ingin mengenalnya. Tanpa Nama, segala sesuatu itu ‘kosong’ sunyi terasing di dunianya sendiri. Tiada sesiapa dapat mengenalinya (melainkan dirinya sendiri) walaupun ia nyata wujud di depan mata.</p>
<p dir="ltr">Justeru itu, kaca ‘perlu’ kepada NAMA (Asma’), untuk menzahirkan dirinya bagi membolehkan dirinya dikenali. Tanpa NAMA, kaca tidak dapat menunjukkan dirinya. Tidak dapat menunjukkan diri bukan bermaksud kaca itu tidak wujud atau tidak ada atau tidak dapat dilihat. Tidak ada kerana, tidak dapat dikenal. Tidak dapat dikenal kerana tidak ada NAMA. Justeru itu, NAMA diperlukan untuk Mengenal. Dengan adanya NAMA, barulah sesuatu itu dapat menzahirkan dirinya untuk dikenal. Bila dikenali, baru sesuatu itu dapat ‘dizahirkan’ akan kenyataannya. Barulah boleh dirujuk, barulah boleh dimaksudkan kepadanya, barulah boleh diperkatakan tentangnya.</p>
<p dir="ltr">Nama pula diberi mengikut kesesuaian SIFAT dan PERLAKUAN objek itu. Contohnya, jika sifat objek itu berbentuk silinder dan ada ruang menakung air ditengahnya, ia mungkin dinamakan ‘GELAS’. Jika objek itu digunakan sebagai tempat menghias bunga, ia mungkin dinamakan ‘PASU’.</p>
<p dir="ltr">Nama itu pula bergantung kepada keadaan tempat, bahasa, budaya , masa, ilmu dan orang yang menamakannya.<br>
“Kaca” itu mungkin dinamakan “Cangkir” jika yang menamakannya itu orang Indonesia yang tinggal di Jakarta. Kaca itu mungkin juga bernama “Coca Cola Mug” jika ianya dibuat oleh syarikat, untuk tujuan perniagaan dan publisiti. Ia boleh saja dipanggil ‘barang’ atau ‘benda’ atau ‘gift’ atau ‘objek’ atau ‘cup’ atau apa saja NAMA. Namun, walau apa pun nama yang dinamakan kepada objek itu, ia tetap menunjukkan hal ‘Kaca’ yang sama.</p>
<p dir="ltr">Jika Gelas TIADA (cuma ada pada Nama) maka mana KACA? Bukankah Kaca itu juga WUJUD hanya pada Nama?</p>
<p dir="ltr">BUKAN !</p>
<p dir="ltr">Kaca bukan Wujud hanya pada NAMA, tetapi pada setiap NAMA itulah, hanya Kaca yang Wujud.</p>
<p dir="ltr">Yang wujud hanya pada Nama itu adalah Gelas BUKAN Kaca !</p>
<p dir="ltr">Cuba lihat pada ‘Nama’ Gelas. Bila gelas dipanggil Cangkir, nama Gelas itu hilang bertukar kepada Cangkir, namun Kaca tetap WUJUD pada Cangkir itu. Jika nama Kaca dibilang Botol, maka nama Kaca lenyap diganti dengan nama Botol. Nama bertukar, namun Kaca tetap WUJUD pada Botol itu. Tukarlah apa saja nama, panggillah apa nama sekalipun, gelas, cawan, tingkap, mentol, cermin, pasu atau apa saja, Kaca tetap WUJUD pada setiap nama-nama itu.</p>
<p dir="ltr">Ternyata, Kaca tidak pernah meninggalkan Gelas!</p>
<p dir="ltr">Meskipun gelas pecah, pecahnya masih menampakkan serpihan. Serpihan itu dinamakanserpihan kaca. Jika kaca yang pecah itu dihancurkan, ia cuma berubah bentuk menjadi serbuk, namun serbuk itu masih diri kaca yang sama, bertukar nama dipanggil serbuk kaca. Jika serbuk kaca itu dibuang ke tanah, kembali ia menjadi silica. Hujan, panas dan angin kemudiannya membentuk silika yang di tanah itu menjadi pasir. Pasir tu diambil lalu dibentuk kembali menjadi kaca. Kaca kembali menjadi gelas. Gelas yang ber-NAMA baru, gelas yang ber-SIFAT baru, gelas yang ber-PERLAKUAN baru, namun masih bersumber dan berasal dari ZAT/BAHAN MENTAH yang sama.</p>
<p dir="ltr">Maka apakah kaca pernah meninggalkan gelas?</p>
<p dir="ltr">Justeru itu, Mana Kaca ?</p>
<p dir="ltr">Umpama menunjuk Kaca pada Bunga Kristal. Jika ditunjuk pada bunga, itu bukan kaca, itu bunga yang ada pada kacanya. Ditunjuk pada tangkai, itu juga bukan kaca, itu tangkai bunga kristal. Ditunjuk pada badannya, tertunjuk warna, ternampak bentuk. Bila dipegang, terasa licin, terasa kerasnya. Bila diketuk, terdengar bunyi dentingannya. Jika dihempas, ia pecah. Namun, hakikat diri kaca yang sebenarnya, masih tidak juga nampak !</p>
<p dir="ltr">Umpama kita menunjuk kepada baju. Yang ditunjuk itu baju, namun yang tertunjuk itu juga namanya kain, ditunjuk kain, yang tertunjuk itu juga namanya benang, ditunjuk benang yang tertunjuk itu juga namanya kapas, maka mana bajunya?</p>
<p dir="ltr">Kelihatannya baju itu nyata wujudnya, tapi bila ditunjuk atau bila dicari, tidak pula nampak ! Kalau tak nampak, macamana pula kita tahu baju itu ada ?</p>
<p dir="ltr">Begitulah umpamanya kaca. Bila ditunjuk ia tiada. Bila dicari, ia tidak ketemu. Namun, kalau tiada, kenapa ia kelihatan di mata? Jika tiada kenapa sifat-sifatnya dapat dirasa? Sifatnya yang dapat dialami, kerasnya yang boleh dipecahkan, tajamnya yang boleh melukakan, jernihnya yang boleh membiaskan. Jika kaca tiada, bagaimana gelas boleh ada? Apa pula asal atau bahan mentahnya gelas?</p>
<p dir="ltr">Tunjukkan mana Kaca?</p>
<p dir="ltr">Ternyata Kaca itu ADA, Kaca itu NYATA dan Kaca itu WUJUD!<br>
Namun adanya, nyatanya dan wujudnya Kaca itu tidak dapat dicari ! Tidak dapat ditunjuk. Makin dicari makin hilang. Hilang bukan tiada, hilangnya kerana terlalu nyata !</p>
<p dir="ltr">Nyatanya kaca pada mana?</p>
<p dir="ltr">Nyatanya Kaca itu pada NAMA-Nya</p>
<p dir="ltr">Nyatanya Kaca itu pada SIFAT-Nya</p>
<p dir="ltr">Nyatanya Kaca itu pada PERLAKUAN-Nya yang dinampakkan di atas SIFAT dan Nama</p>
<p dir="ltr">Nyatanya Kaca itu pada HAKIKAT kewujudan segala Nama, pada HAKIKAT kewujudan segala Sifat, pada Hakikat kewujudan segala Perlakuan dan pada Hakikat kewujudan segala Hakikat (Zat/Bahan Mentah).</p>
<p dir="ltr">Namun NYATA NYA tidak dapat ditunjuk. Tidak dapat dicari. Tidak dapat digambarkan. Tidak dapat diumpamakan.</p>
<p dir="ltr">Namun, bila faham dan bila KENAL hakikat diri Kaca itu, segalanya :</p>
<p dir="ltr">K E L U !!</p>
<p dir="ltr">Kenal itu ertinya Makrifat !</p>
<p dir="ltr">Makrifat Kaca !</p>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-7458325638268953292019-02-23T09:49:00.001-08:002019-02-23T09:49:14.498-08:00Ilmu Pitunang Uang<p dir="ltr">ILMU MELAYU TUA PITUNANG UANG<br>
Pertama yang harus anda miliki untuk dapat menguasai ilmu tua ini ialah, menimbulkan keyakinan bahwa allah maha besar, karena saking besarnya maka Dia memiliki berbagai aturan, cara dan kehendak dalam memberikan kelebihan harta benda kepada makhluknya termasuk memberikan ilmu pitunang uang ini kepada salah satu makhluk ciptaannya secara laduni atau ilham yaitu suku suku melayu tua ber abad abad yang lalu jauh sebelum islam masuk ke indonesia bahkan mungkin rasullallah pun belum lahir...saya pastikan ilmu ini adalah ilmu bathin terlangka di indonesia, sampai hari ini belum ada satu pun paranormal, kiyai, alim ulama yang mengetahui ilmu yang saya pegang secara pribadi ini, kecuali setelah saya ijazahkan ini mungkin kelak anda akan memberikan nya kepada khalayak ramai...mengapa saya pastikan ilmu ini belum ada orang lain selain saya dan guru saya yang mengetahui nya..? sebab semua ilmu bathin penarik keuangan di nusantara ini, malaysia, s'pore dan brunei pasti ber tumpu kepada mantera atau bacaan bacaan dan ritual ritual khusus,..ilmu pitunang yang akan saya ijazahkan ini tidak menggunakan hal hal yang saya sebutkan di atas, jadi semua manusia jika mengetahui kaji nya maka ilmu ini `pasti masu dan bereaksi dalam kegiatan mengumpulkan keuangannya...asal anda tidak kebelet maunya langsung kaya mendadak, maka ilmu ini akan membawa anda pada menemukan berbagai peluang peluang uang yang cukup besar, jadi tidak seperti ilmu pesugihan di pulau jaws atau ilmu ilmu penarik rezeki versi hikmah walau pun theta nya kaya secara cepat melalui ilmu pesugihan itu saya berani pastikan "BOOHOONG BESAR", ribuan orang pengamal pesugihan telah pemah saya temui belum lagi orang orang yang melakukan berpuluh puluh pesugihan lalu karena gagal total menceritakan nya kepada saya melalui email selama lebih 6 tahun ini saya mengijazahkan keilmuan di intemet...perbandingannya 1000 yang melakukan kontrak pesugihan, hanya 1 atau paling banyak 2 orang yang berhasil.....itu pun setelah saya teliti bukan karena syeiton pesugihan itu tetapi karena memang kondisi dan kesempatan yang memang tepat saat mereka membuka usaha,..<br>
Kembali pada ijazahan....pitunang adalah bahasa melayu tua yang setelah saya teliti berakar dari bahasa suku maya sekitar 207000 tahun yang lalu...bahasa pitunang adalah kalimat yang pada masa kini beralih bahasa sebagai bertunangan' ...bertunangan adalah satu ritual atau tindakan yang di lakukan untuk membujuk seorang gadis agar bersedia menerima hasrat dan kehendak si pelamar, dalam semua adat budaya...bertunangan itu di penuhi dengan hal hal yang di sukai oleh si gadis atau keluarga si gadis, kebetulan di seluruh asia..bertunangan atau melamar selalu di lakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita, tidak pemah sebalik nya kecuali suku pariaman di sumatera barat, walau tradisi ini hanya untuk membeli Si pria bukan meminang atau melamar si pria,..maka oleh itu dalam ilmu pitunang uang...gadis yang akan di pinang atau di lamar adalah “ semangat uang “ dan pelaku baik wanita atau pun pria adalah pelaku yang meminang nya, di dalam penglihatan orang melayu...uang memiliki sipat tak ubahnya seorang wanita ayu, manis, cantik dan lembut, dia jinak jinak merpati, di kejar kejar dia lari...di biarkan saja malah datang sendiri,..nah agar dia tidak lagi jinak jinak merpati maka dia hares di pinang atau di lamar agar dia tunduk dan mau atau boleh di jamah oleh si pelaku, pernah mendengar uang yang liar di Langan pemilik nya (maksudnya uang boros)..? nah itu karena mendapatkannya tidak dengan di pinang terlebih dahulu, percaya tidak percaya...anda boleh lihat saat ini di kampung kampung melayu asli balk di Riau atau pun di malaysia...sekecil apapun gaji yang di terima oleh mereka, coba lihat mereka tetap terlihat berkecukupan....tidak seperti suku lain yang sibuk dan doyan ngutang sana sini, padahal pantangan semangat uang adalah " BERHUTANG " hal ini karena sebelum mendapatkan uang yang di tuju, semangat uang itu telah di pinang terlebih dahulu, sehingga jika sedikit yang di dapat tetapi mencukupi kehidupan mereka, tidak boros, tidak liar dan jinak uang tersebut...lihat negara melayu malaysia, salah satu negara asia yang sangat kecil hutang piutang nya bahkan boleh di katakan tidak ada berhutang dalam bentuk uang cash, mereka hanya berhutang kebendaan atau material dan di bayar juga dengan material..seperti berhutang pesawat terbang atau hell copter dari PT. DIRGANTARA INDONESIA bandung, lalu di bayar dengan pengiriman mobil proton saga ke indonesia, mengapa hal ini bisa terjadi...percaya atau tidak percaya silahkan anda datangi orang orang melayu asli di kampung kampung negara malaysia itu, lihat apa yang biasa mereka lakukan saat anaknya baru masuk kerja, atau saat akan panen kebun sawit...mereka akan selalu patuh pada adat dan kebathinan melayu yaitu melakukan tindakan pitunang uang...dampak dari rakyatnya yang sangat sedikit berhutang, membuat negara nya juga tidak memerlukan hutang jika akan meng import sesuatu......nah mohon maaf beribu maaf....bukan bermaksud untuk riya walau kelihatannya iya tapi, di kampung saya sendiri sampai saat ini tidak adalah orang kampung yang dapat di katakan sebagai orang miskin, walau rumah nya terbuat dari papan namun motor itu selalu dua pada setiap rumah dan anak anak mereka kebanyakan kuliah di singapore dan negara brunei...terlihat sepele terkadang tetapi apa yang mereka lakukan itu telah membuat anak anak keturunan mereka sangat jarang menjadi perampok, maling, pencuri karena begitu susahnya kehidupan dan itu telah berlangsung ber abad abad, sampai hari ini belum pemah terdengar berita kalau orang melayu Riau (asli ) menjadi perampok atau mating di daerah lain, bagaimana dengan koruptor....korup mah bukan karena susah hidup tetapi karena rakus dan tidak mengenal ilmu kaji diri,..heheheee, sekarang marl. kita masuk kepada isi dari ilmu ini<br>
Mengenal ilmu pitunang uang,harus mengenal kaji diri....karena sesungguhnya semangat uang itu sendiri berasal dari diri setiap manusia itu sendiri, sama dengan semangat menikahi lawan jenis....dimana asal nya juga dari dalam diri manusia itu jua, induk uang atau semangat uang itu memiliki tiga sipat<br>
bengkok kalau di luruskan patah <br>
jinak kalau di paksa liar dan<br>
mantik kalau di kenang hilang..<br>
maksud dari tiga sipat ini ialah, bengkok kalau di luruskan patah, dalam kehidupan nyata nya, sipat ini sama dengan sipat wanita yaitu untuk meluruskan nya tidak bisa langsung di paksa maka akan patah, mesti pelan pelan, alon alon asal klakon, kata orang jawa..maksud hakikat dari sipat ini ialah...berkumpulnya kekuatan uang ke pada diri kita atau membangun kekayaan itu jangan pemah di niatkan langsung besar, biarlah sedikit sedikit yang penting kekuatan kekuatan uang itu berkumpul ke arah kita sehingga saat semua sipat uang itu telah bertumpuk tumpuk di diri kita maka dengan mudah anda akan melihat peluang peluang uang yang besar untuk di raih, ini yang di namakan manis badan atau tuah badan, orang yang ngelakoni sipat induk uang semacam ini lah yang kita sebut "orang yang memiliki keberuntungan/kesempatan" perlu di ingat betel betul bahwa, nasib baik itu milik manusia tetapi keberuntungan atau kesempatan itu milik tuhan "orang yang kaya atau seorang pengusaha success itu sebenarnya bukan sekolah atau ilmu nya yang tinggi tetapi dia adalah orang yang dapat melihat kesernpatan.<br>
Jinak kalau di paksa liar....sipat uang yang kedua juga harus anda kenal yaitu jinak kalau di paksa liar, anda pasti pernah mengalami sipat uang kedua ini, pada suatu saat pernah anda telah melihat peluang besar tersebut di depan mata, lalu anda dengan segala cara membuat agar peluang itu dapat anda raih, setelah semua terkendali...uang besar pun telah di depan mata, tiba tiba saja proyek atau usaha itu menyimpang atau kacau balau, ber ulang ulang kali anda mengalami uang sudah di depan mata lewat begitu saja ke arah orang lain,...hal seperti ini lah sebenamya bagian dari sipat uang yang kedua ini, karena anda tidak mengkaji ilmu nya sehingga bekerja dengan cara paksa untuk mengbasilkan uang yang besar itu anda lakukan padahal memaksa akan membuat sipat uang jinak namun liar akan bereaksi...untuk itu lah sipat jinak kalau di paksa liar ini harus anda tunduk kan dengan cara meminangnya melalui wasilah ilmu pitunang uang.<br>
lalu sipat yang ketiga ialah mantik kalau di kenang hilang...ini hakikatnya, uang besar itu jangan sampai anda bayang bayangkan secara berlebihan, sebab bagi seorang pemain proyek proyek besar sangat berpantang untuk membayang bayangkan keuntungan besar dari sebuah proyek tersebut...sebab jika ini di lakukan maka sipat " mantik " (sipat merasa paling cantik, paling di butuhkan) pada induk uang akan timbul sehingga semangat uang itu akan menjauh dari diri anda, pemain yang sudah ahli dalam proyek proyek besar akan bersikap acuh tak acuh saja dengan bayangan uang besar tadi, selain membuat sipat mantik induk uang tidak bereaksi, lawan atau pesaing juga akan kehilangan semangat untuk menjegal anda, mengapa..? sebab hukum low of attraction ialah "apa yang anda pikirkan akan menarik hal yang sama" jadi jika anda tidak memikirkan bahwa proyek itu keuntungan besar maka orang lain khususnya pesaing anda juga tidak akan timbul rasa bahwa anda akan mendapatkan keuntungan besar..dampaknya sipat iri dan niat menjegal atau menghalangi anda tidak akan muncul...anda dengan mudah melenggang kangkung mendapatkan proyek proyek besar...heheheee...nampak nya hal ini sangat biasa saja bukan..? bagi anda yang belum pernah bermain secara vulgar dalam proyek proyek besar tentu berpikir pengalaman yang saya utarakan ini seperti main main dan sepele, padahal ini ilmu dan tehnik yang sangat mahal.....ilmu tertinggi kaji diri, mengalahkan lawan bisnis tampa mantera, tampa senjata, dan jika anda tidak percaya silahkan anda praktek kan sendiri...<br>
Setelah anda memahami sipat sipat semangat/induk uang ini sekarang saya yakin anda dapat memulai melakukan ilmu langka meminang uang tersebut dengan tata cara lengkapnya seperti ini:<br>
"dimana saja...kapan saja...jika anda membeli sesuatu barang harus di luar gedung (barang barang yang di jual tidak di dalam pertokoan, mall, plaza atau pasar yang menggunakan atap) saat membeli berlebih uang yang anda belanjakan, tunggu orang mengembalikan uang anda dan berkata satu kalimat saja, umpamanya kata yang keluar dari mulut penjual " ada uang dua ribu ngak pak"...atau dia berkata "sebentar ya pak" atau kata kata apa saja yang pertama kali penjual ucapkan saat akan mengembalikan sisa uang anda maka langsung saja katakan " sudah pak ngak apa apa, kembaliannya simpan saja atau kembaliannya besok saja atau kembaliannya di sedekah kan saja, atau kalimat apapun yang tujuannya anda mengikhlaskan kembalian uang tersebut pada penjual ", setelah berlalu maka ucapkan dalam hati pakai bahasa daerah anda masing masing " aku tadi meminang semangat uang l x " saja, ingat meminang uang tadi jangan pernah anda beri tau kepada siapapun seumur hidup anda "......cara meminang uang tersebut hanya berlaku jika penjual mengucapkan apa saja kalimat saat akan mengembalikan yang kembalian anda. jika penjual diam saja lalu mengembalikan kembalian sisa uang anda maka kata kata tadi jangan di ucapkan sebab itu pertanda penjual itu menggunakan ilmu pelarisan atau ilmu ghaib dalam jual beli...jika anda ucapkan kata kata tadi maka akan membuat pelarisan si penjual tawar atau hancur baik pelarisan yang menggunakan azimat azimat mantera. mantera, amalan amalan ilmu hikmah jin, khodam atau pun pesugihan yang paling kafir sekalipun...kasihan, tak elok bagi orang yang mengenal kaji diri lalu menghancurkan bentuk usaha orang lain....maka hari ini mulai saat ijazah ini anda baca maka saya yang bemama lahir Raja Ryzal Kelayang, menghalalkan dunia akhirat iimu pribadi saya yang telah saya pakai sejak ber umur 14 tahun hingga hari ini, semoga anda akan menjadi seorang paranormal atau orang kebathinan yang di anugerahi kekayaan harta yang berleblli sehingga dapat menimbulkan sipat doyan/gemar bersedekah....amin allah humma amin<br>
Yang membantu mengijazahkan <br>
Raja Ryzal Kelayang.SH.MH <br>
Kawan mu,sahabat mu,saudara <u>mu</u></p>
Unknownnoreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-70568464116802742392019-02-23T09:40:00.001-08:002020-04-21T06:00:41.496-07:00Meditasi Jantung Kembar<div align="center"><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><div align="center"><p dir="ltr"><br>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKO5ytzGWrrZOGNm16qFPgma1TS5beqpIoGlQSon9kZEd9TrdzZLRaS19Hy7Y-04FejW9GBBheS1ybWBRH4eQY5UBwgAkmegI_ynfbthPUv7c3oR0mKxyS_z9TbznjXRyfTvwaAxcW8W36/s1600/1587474038675056-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKO5ytzGWrrZOGNm16qFPgma1TS5beqpIoGlQSon9kZEd9TrdzZLRaS19Hy7Y-04FejW9GBBheS1ybWBRH4eQY5UBwgAkmegI_ynfbthPUv7c3oR0mKxyS_z9TbznjXRyfTvwaAxcW8W36/s1600/1587474038675056-0.png" width="400">
</a>
</div><br><a href="https://kriyayoganusantara.files.wordpress.com/2015/05/image10.jpg"></a></p>
<p dir="ltr">MEDITASI JANTUNG KEMBAR</p>
<p dir="ltr">By Master Choa Kok Sui</p>
<p dir="ltr">Untuk memahami dan agar dapat sepenuhnya menghargai tehnik Meditasi Jantung Kembar ini, seseorang harus memiliki sedikit pengetahuan tentang tubuh energi atau aura manusia dan cakra-cakranya. Karena merekalah yang mengontrol kebugaran tubuh, emosi, mental dan kesejahteraan spiritual seseorang.</p>
<p dir="ltr">Jantung kembar merujuk pada dua cakra dari sebelas cakra yang ada pada manusia., yaitu cakra jantung dan cakra mahkota. Cakra jantung terletak di tengah dada, merupakan pusat emosi halus seseorang seperti cinta, kebaikan hati, belarasa, suka-cita, kepedulian, pengertian dan belas kasih. Cakra mahkota (disebut juga dengan pusat spiritual) terletak di puncak kepala, merupakan gerbang menuju iluminasi atau kesadaran spiritual yang tinggi. Bila pusat energi mahkota ini berkembang baik, dia akan mengalami cinta Ilahi dan kebersatuan dengan semuanya. Bila cakra mahkota benar-benar diaktifkan, kelopaknya membuka laksana sebuah mahkota emas. Cakra mahkota yang mengembang, memungkinkan seseorang menerima curahan energi spiritual yang kemudian didistribusikan keseluruh bagian tubuh dan kesemua tubuh energinya. Ini mempunyai efek membersihkan penyakit fisik, demikian juga pada sikap negatif terhadap kehidupan. Sinar yang memancar dari dada pada gambar orang suci sebenarnya adalah penggambaran cakra jantung. Tanpa mengembangkan emosi tinggi, bagaimana mungkin seseorang bisa merasakan Cinta Ilahi? Cakra mahkota yang sangat berkembang melambangkan piala emas, dilambangkan dengan mahkota yang dikenakan para raja dan ratu.</p>
<p dir="ltr">Cakra mahkota hanya bisa sepenuhnya diaktifkan bila cakra jantung sudah benar-benar diaktifkan terlebih dahulu. Cakra jantung merupakan kembaran dari cakra mahkota, para pewaskita melihat cakra cantung sama seperti bagian tengah dari cakra mahkota.</p>
<p dir="ltr">Ketika cahaya Ilahi melewati cakra mahkota dan sel-sel otak, dia juga melimpahi semua bagian tubuh dan menghasilkan penyembuhan.</p>
<p dir="ltr">Cakra Jantung adalah sarana untuk memupuk karma baik, digabung dengan tindakan yang cerdas, intuisi dan energi spiritual dari Cakra Mahkota yang diaktifkan, dikuatkan dengan cahaya cemerlang di atas kepala, semua ini bisa menghasilkan karma baik dan berkat yang berlimpah, dan pada saatnya, Anda akan dapat menuai dengan berlimpah pula. Karena apa yang Anda tanam, itulah yang akan Anda tuai. Juga, ketika kita memberkati bumi seisinya, sebagai balasannya kita juga memperoleh berkat dan energi yang berlimpah. Karena dengan memberi, kita menerima. Inilah pentingnya melakukan Meditasi Jantung Kembar secara teratur untuk memperoleh kemakmuran.</p>
<p dir="ltr">Meditasi ini membersihkan, memberikan energi dan mengaktifkan Cakra Jantung dan Cakra Mahkota pada tingkat tertentu dan lebih jauh lagi, meningkatkan hubungan antara kedua cakra tersebut dengan Pribadi Luhur. Memberikan energi dan mengaktifkan Cakra Jantung akan meningkatkan kepekaan, cinta dan kemurahan hati. Memberikan energi dan mengaktifkan Cakra Mahkota akan meningkatkan kecerdasan, pemahaman, kesadaran ilahi serta pertumbuhan spiritual.</p>
<p dir="ltr">Hubungan di antara kedua cakra tersebut memungkinkan pribadi tersebut melihat hal-hal sehari-hari dalam lebih dari satu aspek,karena kecerdasannya menjadi semakin berkembang. Dengan kesadaran seperti ini, karma baik dapat dihasilkan dengan cara mewujudkan hasrat untuk melakukan kebaikan. Ketika bintang cahaya di atas kepala diberi energi, iluminasi sekejap dapat tercapai.</p>
<p dir="ltr">Keterhubungan antara Cakra Jantung dan Cakra Mahkota dengan bintang atau cahaya di atas kepala, sebagai iluminasi ini bisa menarik turun atau mewujudkannya dalam kegiatan pribadi rendah. Ketika kesadaran berkembang, hal-hal dan kegiatan sehari-hari dapat dipahami secara multi dimensional. Intuisi merupakan sebuah aspek Jiwa, kecerdasan yang luhur. Pribadi ini dapat menghadapi masalah dan kegiatan sehari-hari dengan sudut pandang kebersatuan, berpikir dan bertindak dengan bimbingan Pribadi Luhurnya. Namun bagaimanapun, dia akan selalu punya kebebasan memilih, mau menggunakan hasratnya untuk melakukan kebaikan atau tidak.</p>
<p dir="ltr">Namun energi yang dibutuhkan sangat besar, jadi jangan menghambur-hamburkan energi Anda, latihan secara teratur sangat diperlukan untuk mempertahankan agar energi halus dan luhur yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemakmuran Anda selalu tersedia.</p>
<p dir="ltr">Bila cakra mahkota cukup diaktifkan, kedua belas daun dalam membuka dan membalik keatas seperti sebuah cangkir emas, mahkota emas, bunga (teratai) emas untuk menerima energi spiritual yang dibagikan ke bagian tubuh lainnya. Ia juga dilambangkan sebagai Holy Grail (piala suci). Mahkota yang dipakai para raja dan ratu hanyalah tiruan atau simbol fisik yang jelek dari cakra mahkota gilang-gemilang yang tak tergambarkan dari orang sudah mengalami perkembangan spiritual sepenuhnya.</p>
<p dir="ltr">Mahkota emas yang berputar sangat cepat terlihat seperti cahaya yang gemerlap di puncak kepala seseorang. Ini dilambangkan dengan topi tinggi (mitre) yang dipakai oleh Paus, kardinal dan uskup.</p>
<p dir="ltr">Kalau cakra mahkota sangat aktif, akan tampak seperti halo di sekeliling kepala. Itulah sebabnya mengapa para orang kudus berbagai agama mempunyai halo di sekitar kepala mereka. Karena tingkat perkembangan spiritual berbeda-beda, maka ukuran besar dan kecermalangan halo pun bervariasi.</p>
<p dir="ltr">Bilamana seseorang bermeditasi pada kedua jantung, energi surgawi mengalir turun ke praktisi dan mengisinya dengan cahaya, kasih, dan kuasa surgawi. Praktisi kemudian menjadi saluran energi surgawi ini. Dalam Yoga aliran Taoisme, energi surgawi ini disebut “ki surgawi”. Dalam Kaballah disebut “tiang cahaya” mengacu pada apa yang dilihat oleh para pewaskita. Para yogi bangsa India menyebut tiang cahaya ini sebagai jembatan cahaya spiritual atau “antakharana”. Orang Kristen menyebutnya “turunnya Roh Kudus”, yang dilambangkan dengan tiang cahaya dan turunnya seekor burung merpati. Dalam kesenian Kristen, ini diperlihatkan dalam gambar-gambar Yesus atau para orang kudus dengan tiang cahaya putih diatas kepalanya disertai burung merpati putih yang terbang ke bawah. Ini melambangkan turunnya energi surgawi. Orang-orang yang mengembangkan kemampuan spiritualnya dan telah berlatih meditasi beberapa lama mungkin mengalami dikelilingi oleh cahaya yang menyilaukan atau kepalanya terisi dengan cahaya yang menyilaukan. Ini lazim dialami oleh para yogi tingkat lanjut serta orang kudus dari semua agama dan pengalaman mereka mirip satu dengan yang lain.</p>
<p dir="ltr">Cakra mahkota adalah pusat iluminasi dan cinta surgawi atau persatuan dengan semua. Cakra jantung, merupakan pusat emosi yang lebih tinggi. Ia merupakan pusat perasaaan kasihan, kegembiraan, kasih sayang, perhatian, belas-kasihan, dan emosi halus yang lebih tinggi. Orang hanya dapat merasakan cinta surgawi dengan mengembangkan emosi halus yang lebih tinggi. Menerangkan cinta kasih dan iluminasi kepada orang biasa adalah seperti berusaha menerangkan warna pada orang buta.</p>
<p dir="ltr">Ada banyak cara mengaktifkan cakra jantung dan cakra mahkota. Anda dapat memakai gerakan fisik atau hatha yoga, tekni pernapasan yoga, mantra atau doa dan teknik visualisasi. Semua teknik ini efektif tetapi tidak cukup cepat. Salah satu cara yang paling efektif dan cepat untuk mengaktifkan cakra ini adalah melakukan meditasi berdasarkan cinta kasih atau memberkati seluruh bumi dengan dengan cinta kasih. Dengan memakai cakra jantung dan cakra mahkota untuk memberkati bumi dengan cinta kasih, kedua cakra tersebut menjadi saluran energi spiritual; karena itu diaktifkan dalam proses ini. Dengan memberkati bumi dengan cinta kasih, Anda melakukan suatu bentuk pelayanan dunia. Dan memberkati bumi dengan cinta kasih, Anda sebaliknya akan diberkati berlipat ganda. Dalam memberkati Anda diberkati. Dengan memberi maka Anda menerima. Itulah Hukumnya!</p>
<p dir="ltr">Orang-orang yang berusia di bawah dari delapan belas tahun tidak boleh berlatih meditasi pada kedua jantung karena tubuh mereka belum dapat menahan terlalu banyak energi halus. Bahkan pada akhirnya mungkin dapat bermanifestasi sebagai kelumpuhan fisik. Orang yang menderita sakit jantung, hipertensi atau glaukoma, juga tidak boleh melakukan meditasi ini karena dapat memperburuk penyakitnya. Penting bahwa mereka yang ingin berlatih meditasi pada kedua jantung secara teratur harus berlatih pemurnian diri atau pembentukan karater melalui renungan batin setiap hari. Meditasi pada kedua jantung tidak hanya mengaktifkan cakra jantung dan cakra mahkota tetapi juga cakra-cakra lain. Karena itu, sifat-sifat positif maupun negatif orang akan akan diaktifkan atau diperbesar. Ini dengan mudah dapat diuji oleh praktisi sendiri dan melalui pengamatan waskita.</p>
<p dir="ltr"><img src="content://com.evernote.evernoteproviderprivate/user/187489166/notes/d2c1427a-a14f-4479-a022-8db936534aab/resources/8e71c9f511e8dc40ca1a2832d4083702"><a href="https://kriyayoganusantara.files.wordpress.com/2015/05/image11.jpg"></a></p>
<p dir="ltr">MEMBERKATI BUMI DENGAN CINTA KASIH</p>
<p dir="ltr">Dari Hati Tuhan,</p>
<p dir="ltr">Biarkan seluruh bumi diberkati dengan cinta kasih.</p>
<p dir="ltr">Biarkan seluruh bumi diberkati kegembiraan,</p>
<p dir="ltr">kebahagiaan dan damai surgawi</p>
<p dir="ltr">Biarkan seluruh bumi diberkati dengan pengertian,</p>
<p dir="ltr">keserasian, itikad baik dan kemauan berbuat baik.</p>
<p dir="ltr">Terjadilah!</p>
<p dir="ltr">Dari Hati Tuhan,</p>
<p dir="ltr">Biarkan hati semua makhluk berperasaan diisi dengan</p>
<p dir="ltr">cinta kasih dan kebaikan surgawi.</p>
<p dir="ltr">Biarkan hati semua makhluk berperasaan diisi dengan</p>
<p dir="ltr">kegembiraan, kebahagiaan dan damai surgawi</p>
<p dir="ltr">Biarkan hati semua makhluk berperasaan diisi dengan</p>
<p dir="ltr">Pengertian, keserasian, itikad baik dan</p>
<p dir="ltr">keinginan berbuat baik. Terima kasih,</p>
<p dir="ltr">Terjadilah!</p>
<p dir="ltr">*Sebagian bahkan mungkin merasa kongesti prana ringan di sekitar daerah jantung. Ini karena tubuh eterik Anda tidak cukup bersih. Lakukan penyapuan setempat untuk menghilangkan kongesti tersebut.</p>
<p dir="ltr">**Pemberkatan ini tidak boleh dilakukan secaa mekanis. Anda harus menghayati dan menyadari sepenuhnya pengertian tiap-tiap ucapan. Anda dapat pula menggunakan visualisasi.</p>
<p dir="ltr">MEDITASI JANTUNG KEMBAR</p>
<p dir="ltr">Memohon berkat Ilahi, untuk bimbinganMu, Cinta IlahiMu.</p>
<p dir="ltr">Kami berterimakasih atas ketenteraman, iluminasi, kelembutan dan kebersatuan denganMu, pertolongan Ilahi dan perlindunganMu.</p>
<p dir="ltr">Dengan penuh keyakinan, kami berterima kasih.</p>
<p dir="ltr">(Lekatkan lidah ke langit-langit)</p>
<p dir="ltr">Mengenang peristiwa yang membahagiakan.</p>
<p dir="ltr">Kenang sebuah peristiwa yang membahagiakan. Alami kembali peristiwa yang membahagiakan tentang kebaikan hati, kelembutan dan cinta. Tersenyumlah, Anda dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan.</p>
<p dir="ltr">Dengan lembut dan dengan penuh kasih sayang, senyumlah pada cakra jantung Anda.</p>
<p dir="ltr">Cakra jantung adalah makhluk cinta …..</p>
<p dir="ltr">Katakanlah tentang cinta dan kebaikan ke jantung Anda, tunggu tanggapannya …..</p>
<p dir="ltr">Dapatkah Anda merasakan jantung Anda menanggapi dengan cinta, sukacita dan kebahagiaan surgawi …..?</p>
<p dir="ltr">Perasaan ini sungguh menakjubkan!</p>
<p dir="ltr">Kenanglah peristiwa membahagiakan lainnya …., alami lagi peristiwa bahagia itu. Rasakanlah.</p>
<p dir="ltr">Senyumlah pada pusat mahkota Anda.</p>
<p dir="ltr">Cakra mahkota adalah makhluk Cinta Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Katakan tentang cinta pada makhluk cinta Ilahi ini …..</p>
<p dir="ltr">Dengan penuh cinta dan dengan lembut, senyumlah pada cakra mahkota Anda ….., tunggu tanggapannya …..</p>
<p dir="ltr">Dapatkah Anda merasakan cakra mahkota Anda menanggapi dengan cinta dan kebahagiaan Ilahi?</p>
<p dir="ltr">Kita akan memberkati bumi dengan cinta kasih dan kebaikan.</p>
<p dir="ltr">(Dengan lembut, sentuh jantung Anda dengan tangan kiri. Angkat kedua tangan setinggi dada dengan telapak menghadap ke luar).</p>
<p dir="ltr">Bayangkan bumi kecil di hadapan Anda seukuran bola kecil …..</p>
<p dir="ltr">Sadari jantung Anda ….., dalam hati ulang sesudah saya …..</p>
<p dir="ltr">Tuhan, jadikanlah aku alat perdamaian-Mu ….</p>
<p dir="ltr">Biarkan diri Anda menjadi saluran kedamaian Ilahi …..</p>
<p dir="ltr">Rasakan kedamaian dalam diri Anda.</p>
<p dir="ltr">Berkati bumi dengan cinta.</p>
<p dir="ltr">Bagikanlah kedamaian ini pada dunia kecil di hadapan Anda …., rasakanlah kedamaian itu ….</p>
<p dir="ltr">Di mana ada kebencian, biarlah aku menabur cinta …..</p>
<p dir="ltr">Rasakanlah cinta dalam diri Anda …..</p>
<p dir="ltr">Rasakan kenyamanan dalam diri Anda.</p>
<p dir="ltr">Biarlah diri Anda menjadi saluran cinta Ilahi …..</p>
<p dir="ltr">dan kedamaian Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Berkatilah seluruh bumi, semua orang, semua makhluk dengan cinta dan kedamaian…..</p>
<p dir="ltr">Bayanglah cahaya merah jambu memancar dari jantung Anda, mengalir ke tangan menuju ke bumi.</p>
<p dir="ltr">Bila ada kebencian, biarlah aku menabur cinta. Biarkan diri Anda menjadi saluran cinta Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Bila ada sakit hati, maaf …..</p>
<p dir="ltr">Berkati bumi dengan semangat kerukunan, semangat saling pengertian, harmoni dan kedamaian Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Di mana ada keputus-asaan, harapan …..</p>
<p dir="ltr">Keraguan, keyakinan …..</p>
<p dir="ltr">Jadikan diri Anda sebagai saluran pengharapan Ilahi dan keyakinan Ilahi</p>
<p dir="ltr">Berkati seluruh bumi dengan pengharapan dan keyakinan.</p>
<p dir="ltr">Berkati orang-orang yang sedang dalam kesulitan.</p>
<p dir="ltr">Berkati mereka dengan pengharapan dan keyakinan.</p>
<p dir="ltr">Berkati mereka dengan kekuatan Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Dalam hati katakan:</p>
<p dir="ltr">Anda dapat mengatasinya …..!!</p>
<p dir="ltr">Anda diberkati dengan pengharapan dan keyakinan.</p>
<p dir="ltr">Di mana ada kegelapan, terang ….</p>
<p dir="ltr">Kesedihan, suka-cita …..</p>
<p dir="ltr">Berkati seluruh isi bumi dengan terang dan suka-cita,</p>
<p dir="ltr">terutama mereka yang menderita, mereka yang bersedih, mereka yang tertekan …..</p>
<p dir="ltr">Berkati mereka dengan terang dan suka-cita Ilahi …..</p>
<p dir="ltr">Sadari mahkota Anda, dalam hati ulang sesudah saya :Dari sanubari Tuhan</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi diberkati dengan cinta-kasih kebaikan Ilahi ….,</p>
<p dir="ltr">Berkati bumi dengan cinta dan kebaikan.</p>
<p dir="ltr">Bayangkan cahaya keemasan memancar dari tangan Anda ke bumi kecil di hadapan Anda.</p>
<p dir="ltr">Dari sanubari Tuhan …..</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi diberkati dengan cinta dan kebaikan Ilahi,</p>
<p dir="ltr">Berkati bumi dengan cinta dan kebaikan hati.</p>
<p dir="ltr">Bayangkan cahaya keemasan memancar dari tangan Anda ke bumi kecil di hadapan Anda.</p>
<p dir="ltr">Dari sanubari Tuhan …..</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi diberkati dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang berlimpah.</p>
<p dir="ltr">Rasakan kegembiraan dan kebahagiaan Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Biarkan diri Anda menjadi saluran kegembiran dan kebahagiaan Ilahi, bagikanlah kegembiraan dan kebahagiaan Ilahi itu ke seluruh bumi.</p>
<p dir="ltr">Dari sanubari Tuhan, biarlah seluruh bumi diberkati dengan saling pengertian, harmoni dan kedamaian Ilahi, dengan kehendak baik dan keinginan untuk melakukan kebaikan. Berkat bagi semuanya.</p>
<p dir="ltr">Sadari seluruh tubuh Anda.</p>
<p dir="ltr">(Hembuskan napas perlahan-lahan).</p>
<p dir="ltr">Sadari jantung dan mahkota Anda secara bersamaan.</p>
<p dir="ltr">(Tarik napas dalam-dalam. Tahan).</p>
<p dir="ltr">Sadari seluruh tubuh Anda.</p>
<p dir="ltr">(Hembuskan napas perlahan-lahan).</p>
<p dir="ltr">Dapatkah Anda rasakan tubuh Anda dipenuhi dengan kebahagiaan ilahi?</p>
<p dir="ltr">Bayangkan bumi kecil di hadapan Anda, sekali lagi, sadari jantung dan mahkota Anda.</p>
<p dir="ltr">(Dalam hati ulang sesudah saya).</p>
<p dir="ltr">Dari sanubari Tuhan, biarlah semua orang, semua makhluk diberkati dengan Cinta Ilahi, diberkati dengan kebaikan hati.</p>
<p dir="ltr">Rasakan kebaikan hati dalam diri Anda.</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi, semua orang, semua makhluk diberkati dengan kenyamanan Ilahi, kelembutan, dengan kehangatan, dengan kepedulian, dengan kesembuhan batin, dengan keelokan batin, dengan kebahagiaan Ilahi, dan kebersatuan Ilahi dengan semuanya.</p>
<p dir="ltr">Rasakan kebahagiaan Ilahi, kenyamanan Ilahi, bagikan itu ke seluruh bumi, semua orang, semua makhluk.</p>
<p dir="ltr">(Perlahan-lahan, letakkan tangan Anda ke pangkuan).</p>
<p dir="ltr">Bayangkan nyala cemerlang di mahkota.</p>
<p dir="ltr">Rasakan nyala keemasan itu.</p>
<p dir="ltr">Rasakan cinta, kedamaian dan kebahagiaan Ilahi memancar dari nyala keemasan itu.</p>
<p dir="ltr">Rasakan kenyamanan batin, kegembiraan batin.</p>
<p dir="ltr">(Dengan lembut, dalam hati, lantunkan Amin atau mantra Om).</p>
<p dir="ltr">Sadari keheningan dan jeda waktu di antara kedua Amin atau Om, lakukan ini dengan penuh cinta dan penuh kesadaran.</p>
<p dir="ltr">Bayangkan lagi nyala keemasan itu.</p>
<p dir="ltr">(Dalam hati lantunkan Amin atau mantra Om 12 kali)</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi diberkati dengan terang dan kuasa Ilahi.</p>
<p dir="ltr">Biarlah seluruh bumi, semua makhluk diberkati. Biarlah di sana ada kedamaian, harmoni, kemajuan, spiritualitas dan kemakmuran bagi semua! Berkat bagi semua!</p>
<p dir="ltr">MENCAPAI ILUMINASI</p>
<p dir="ltr">Ketika bintang cahaya di atas kepala diberi energi, iluminasi sekejap dapat tercapai.</p>
<p dir="ltr">Keterhubungan antara Cakra Jantung dan Cakra Mahkota dengan bintang atau cahaya di atas kepala, sebagai iluminasi</p>
<p dir="ltr">Kalau cakra mahkota telah cukup digiatkan, maka Anda harus melakukan pada cakra tersebut, mantra Aum, dan pada jarak waktu antara dua Aum. Kosentrasi kuat harus dipusatkan tidak hanya pada mantra Aum namun terutama pada jarak antara dua Aum. Dengan kosentrasi penuh dan kuat pada cahaya dan jarak waktu (saat hening) antara dua Aum, iluminasi atau samadi tercapai!</p>
<p dir="ltr">Meditasi pada Cahaya, pada Aum dan jarak antara dua Aum</p>
<p dir="ltr">Untuk mencapai Iluminasi (perluasan kesadaran) visualisasikan suatu titik cahaya putih yang gemilang pada puncak kepala dan secara bersamaan mengucapkan mantra Aum dalam hati. Lakukan kosentrasi pada jarak waktu (saat hening) diantara dua Aum, sementara mempertahankan titik cahaya tersebut. Lakukan meditasi ini selama 10-15 menit. Kalau Anda dapat memusatkan pikiran sepenuhnya secara bersamaan pada titik cahaya dan jarak pada waktu antara dua Aum, Anda akan mengalami “ledakan cahaya didalam”. Seluruh tubuh Anda akan diisi dengan cahaya! Secara pertama kali! Untuk mengalami kesadaran Budha atau iluminasi adalah dengan mengalami dan mengerti makna yang dikatakan Yesus: “jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu” (Lukas 11:34). “sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada didalam kamu” (Lukas 17:21).</p>
<p dir="ltr">Seseorang dengan cakra mahkota yang tidak cukup aktif, tidak perlu mencapai iluminasi karena ia masih harus mempelajari cara menggiatkan cakra mahkota untuk mencapai iluminasi. Ini seperti memiliki komputer canggih tanpa mengetahui cara menggunakannya. Kalau cakra mahkota telah cukup digiatkan, maka Anda harus melakukan pada cakra tersebut, mantra Aum, dan pada jarak waktu antara dua Aum. Kosentrasi kuat harus dipusatkan tidak hanya pada mantra Aum namun terutama pada jarak antara dua Aum. Dengan kosentrasi penuh dan kuat pada cahaya dan jarak waktu (saat hening) antara dua Aum, iluminasi atau samadi tercapai!</p>
<p dir="ltr">*Melakukan latihan fisik sesudah meditasi sangat penting; kalau tidak tubuh fisik akan melemah. Walaupun tubuh eterik akan menjadi sangat terang dan kuat, tubuh fisik akan menjadi lemah karena tidak mampu menahan kelebihan energi yang dihasilkan meditasi ini dalam jangka lama. Anda harus mengalaminya sendiri supaya dapat menghargai sepenuhnya apa yang dikatakan Pengarang.</p>
<p dir="ltr">**Beberapa orang mempunyai kecenderungan untuk tidak melakukan latihan fisik sesudah melakukan meditasi ini, melainkan terus menikmati keadaan bahagia tersebut. Kecenderungan ini harus ditanggulangi, kalau tidak kesehatan fisik Anda pada akhirnya akan terganggu.</p>
<p dir="ltr">***Kadang-kadang bila seorang aspiran spiritual bermeditasi, ia dapat mengalami gerakan fisik yang tidak umum dalam jangka pendek. Ini sangat normal karena saluran eteriknya sedang dibersihkan.</p>
<p dir="ltr">****Terdapat banyak tingkatan iluminasi. Seni “intuisi” atau “pengetahuan sintetik langsung” membutuhkan meditasi yang terus menerus untuk jangka waktu lama.</p>
<p dir="ltr">MEDITASI PADA KEDUA JANTUNG DAPAT MENINGKATKAN KEKUATAN/DAYA PENYEMBUHAN SESEORANG</p>
<p dir="ltr">Bila orang berlatih Meditasi Pada Kedua Jantung setiap hari atau secara teratur, ukuran cakra mayor dan auranya akan bertambah, dan membuat tubuh energinya lebih dinamik dan kuat.</p>
<p dir="ltr">Anda dapat melakukan percobaan sederhana ini untuk membuktikan kebenarannya:</p>
<p dir="ltr">1. Ajaklah seorang pakar meditasi atau yang telah berlatih meditasi selama paling sedikit dua atau tiga Minggu untuk melakukan percobaan ini bersama Anda.</p>
<p dir="ltr">2. Telusuri cakra-cakra mayor, aura dalam dan aura luarnya sebelum melakukan mediatsi.</p>
<p dir="ltr">3. Sementara orang itu bermeditasi, tunggulah tiga menit sebelum menelusuri cakra-cakra mayor, aura dalam dan aura luarnya. Perhatikan perbedaan ukuran sebelum dan selama meditasi.</p>
<p dir="ltr">Ketika menelusuri aura, secara bertahap melangkah lima meter atau lebih menjauhi subyek dan berusaha merasakan tubuh energinya. Anda akan merasa kesemutan atau sensasi ringan di tangan dan jari Anda. Orang lain mungkin merasakan semacam arus listrik ringan atau getaran.</p>
<p dir="ltr">Beberapa jam setelah meditasi, cakra dan aura secara bertahap akan kembali normal hampir keukuran semula. Akan tetapi, kalau meditasi ini dilakukan setiap hari selama setahun, ukuran setiap cakra akan meningkat dari bergaris tengah sebesar tiga atau empat inchi menjadi enam inci atau lebih sedangkan aura dalam akan membesar dari berjari-jari lima inchi menjadi satu meter atau lebih. Ini disebabkan pengaruh kumulatif dari meditasi yang dilakuan secara teratur.</p>
<p dir="ltr">Seorang penyembuh dengan cakra dan aura dalam yang besar akan sangat kuat dan dapat menyembuhkan penyakit ringan secara cepat dan seketika. Seorang penyembuh prana tingkat madya paling sedikit harus mempunyai jari-jari aura dalam sebesar satu meter sedangkan seoran penyembuh tingkat lanjut sekitar tiga meter. Seorang penyembuh prana master yang kuat dapat memiliki aura dalam jari-jari paling sedikit 50 meter. Orang dengan cakra dan aura dalam yang besar ibarat sebuah pompa yang besar sedangkan orang dengan cakra dan uara dalam yang kecil adlah seperti sebuah pompa mini. Jadi, sungguh bermanfaat untuk berlatih meditasi ini setiap hari atau secara teratur.</p>
<p dir="ltr">Tubuh energi yang kuat dan dinamik tidak hanya meningkatkan daya menyembuhkan melainkan juga meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja seseorang. Setelah mengajar banyak murid dan bertemunorang berhasil dan kaum eksekutif puncak biasanya mempunyai cakra yang lebih besar, yaitu kurang lebih lima atau enam inchi atau lebih dan aura dalam sekitar satu meter atau lebih. Orang yang memiliki kepribadian yang memikat atau berkarisma besar biasanya mempunyai cakra dan aura dalam yang lebih besar daripada oarng biasa dan cenderung mempunyai pengaruh yang kuat terhadap banyak orang.</p>
<p dir="ltr">Selanjutnya, orang yang bermeditasi secara tertur menjadi lebih cerdas dan intuitif. Bilamana ia menghadapi suatu msalah, ia akan mampu melihatnya secara langsung dan menemukan jalan keluar yang tepat.</p>
<p dir="ltr">MEDITASI JANTUNG KEMBAR DAPAT MENINGKATKAN KEMAKMURAN?</p>
<p dir="ltr">Tanya: Ada penyembuh Prana senior yang menyatakan bahwa bila kita melakukan Meditasi Jantung Kembar dengan teratur, itu akan membuat kita semakin makmur. Bisakah Anda mengklarifikasi pernyataan ini? Karena dalam buku-buku Master hal semacam ini tidak pernah disebut-sebut. Kalau pernyataan itu benar, dapatkah Anda menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi? Terimakasih.</p>
<p dir="ltr">Jawab: Pernyataan itu memang benar. Dalam Meditasi Jantung Kembar, Cakra Jantung yang merupakan pusat kasih sayang, kepekaan dan kemurahan hati diaktifkan, Cakra Jantung adalah sarana untuk memupuk karma baik, digabung dengan tindakan yang cerdas, intuisi dan energi spiritual dari Cakra Mahkota yang diaktifkan, dikuatkan dengan cahaya cemerlang di atas kepala, semua ini bisa menghasilkan karma baik dan berkat yang berlimpah, dan pada saatnya, Anda akan dapat menuai dengan berlimpah pula. Karena apa yang Anda tanam, itulah yang akan Anda tuai. Juga, ketika kita memberkati bumi seisinya, sebagai balasannya kita juga memperoleh berkat dan energi yang berlimpah. Karena dengan memberi, kita menerima.</p>
<p dir="ltr">Kalau Anda dengan cermat membaca buku yang ditulis oleh Master Choa Kok Sui yang membahas tentang cakra-cakra, akan Anda dapati banyak sekali rahasia yang tersembunyi dalam satu baris atau satu kalimat saja. Walau secara tidak langsung hal ini dijelaskan dalam buku-buku Master Choa Kok Sui, beliau secara lisan juga memberikan pelajaran berkenaan dengan pentingnya melakukan Meditasi Jantung Kembar secara teratur untuk memperoleh kemakmuran.</p>
<p dir="ltr">Dengan memakai cakra jantung dan cakra mahkota untuk memberkati bumi dengan cinta kasih, kedua cakra tersebut menjadi saluran energi spiritual; karena itu diaktifkan dalam proses ini. Dengan memberkati bumi dengan cinta kasih, Anda melakukan suatu bentuk pelayanan dunia. Dan memberkati bumi dengan cinta kasih, Anda sebaliknya akan diberkati berlipat ganda. Dalam memberkati Anda diberkati. Dengan memberi maka Anda menerima. Itulah Hukumnya!</p>
<p dir="ltr">Dalam memberkati Anda diberkati. Dengan memberi maka Anda menerima. Itulah Hukumnya.</p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-69251962632445462762019-02-23T09:38:00.001-08:002019-02-23T09:38:45.995-08:00Ilmu Diri <div align="left" ><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><div align="center" ><p dir="ltr"><br>
<b>PELATIHAN MENGENAL DIRI</b><br>
<b>BAB,BELUM TERLAMBAT UNTUK SEMBUH</b><br><br><br></p>
<p dir="ltr"><a href="mailto:keluarga.bertuah@gmail.com"><i><b>keluarga.bertuah@gmail.com</b></i></a><i><b> (bimbingan dari bang Guru RRK)</b></i><br>
<b>Jika di runut kembali asal usul kejadian manusia ketika kita mendalami mengenal diri itu maka akan muncul suatu facta,mengapa Ruh yang di tiupkan allah ta'ala ketika kita berumur 4 bulan dalam kandungan ibu,tidak di masuk kan ke janin melalui ibu bapak,kenapa yang di masuk kan melalui ibu bapak hanya nyawa,diri dan jasad melalui air mani,adakah perbedaan yang amat mendasar dari facta ini..? sungguh amat besar nikmat ilmu yang telah tuhan mu tampak kan dalam setiap kejadian manusia itu bagi orang orang yang mau berpikir dengan logika iman yang baik.</b><br>
<b>kejadian adanya perbedaan cara masuk nya anasir nasir manusia ini membuat kita sebagai pengguna dari anasir anasir ini semakin percaya bahwa Ruh yang allah tiupkan dari Ruh nya sendiri itu adalah sesuatu benda yang suci dan sejak itu pula siapapun anak cucu bani adam,di dalam dirinya tersedia benda suci,bayangkan jika kita memiliki dan menyimpan suatu benda suci di rumah kita maka tentu saja tindak tanduk kita amat sangat menjaga dan merawat benda suci tersebut...ironis nya,ketika manusia itu mengalami kekotoran pikiran maka dia akan pergi ke tempat tempat wisata yang amat mahal biaya nya hanya karena ingin mensucikan kembali alam pikirannya,manusia juga akan bergegas pergi naik haji dan umrah dengan membayar 35 juta rupiah juga hanya untuk mensucikan diri nya,datang ke dukun jika manusia itu merasa warung nya sudah mulai kotor oleh energy negative,jika perbuatannya mulai tidak suci lagi maka manusia itu pual akan mendatangi kiyai untuk mendapat tausiyah tausiyah agar perbuatan kotornya bisa di pulihkan menjadi suci kembali bahkan saking ngebetnya dengan kesucian,sampai mencari seorang istri pun wajib wanita yang masih suci...dan semua ini tidak ada yang gratis tentunya,padahal manusia itu sendiri sudah allah sediakan suatu benda yang suci di dalam diri nya yaitu RUH,jadi apapun dan kemana pun kita di muka bumi ini sesungguhnya tetap menuju kepada kesucian itu juga.</b></p>
<p dir="ltr"><b>mungkin secara bahasa pasti semua orang amat mudah kenal dengan nama 'suci'namun amat relatif sekali kita dapat mengenal apa sesungguhnya pungsi dari suci ini,mungkin jawaban yang mudahnya adalah suci berpungsi untuk membersihkan maka di dapat lah secara otomatis bahwa pungsi Ruh tadi adalah membersihkan namun jika di tilik lebih dalam kesucian dapat juga berpungsi sebagai pendorong atau pengusir atau pembuangan,hal ini terjadi pada saat nabi adam mengakui kesalahannya karena telah melanggar perintah allah di alam surga,melihat di area surga tersebut tidak ada yang berbuat kesalahan,semua berada dalam kesucian dan hanya nabi adam dan istrinya saja yang tidak lagi suci atau kotor maka nabi adam merasa amat malu dan terasing dari makhluk surga lainnya,hal ini lah yang membuat nabi adam memohon kepada allah untuk keluar dari surga atas kemauannya sendiri karena 'nila'setitik di tengah susu sebelanga tentu sangat tidak nyaman..maka keluarlah adam dari surga atas kemaunnya sendiri bukan di usir seperti iblis,jadi mohon jangan di samakan kaji nya keluarnya adam dari surga sama dengan keluarnya iblis dari surga...nah facta yang dapat kita ambil dari kesucian berikutnya ini adalah,kesucian dapat mendorong atau mengeluarkan sesuatu yang kotor dari area kesucian itu berada.</b><br>
<b>mari kita telaah lebih membumi lagi...kita andaikan satu gelas air comberan yang di penuhi kuman,lalu di campur dengan satu galon besar air murni yang mengandung kuman positive maka ketika kedua kuman itu bertemu,terjadilah saling dorong mendorong agar dapat hidup di dalam air tersebut,sama seperti hukum rimba siapa yang kuat dialah yang menang dan siapa yang banyak maka dia lah pemenang,yang terjadi adalah kuman posive dalam air tadi akan menyerang kuman negative air comberan tersebut yang akan mengakibatkan kuman negative mati atau keluar dari cel cel air dalam bentuk lumut atau buih buih putih kenyal seperti taik air kata orang melayu,maka dari facta ini kesucian itu adalah dokter terbaik bagi jasad manusia.</b></p>
<p dir="ltr"><b>pungsi zahiriyah lainnya kesucian ialah memberikan cahaya terang pada suatu area,suci amat identik dengan nur atau cahaya dan dalam ilmu medis,semua bakteri penyakit itu akan berkembang biak pada tempat yang gelap sebab kegelapan itu adalah 'inang' nya kuman,coba perhatikan ketika anak kita demam atau ketika kita terserang flu,pada siang hari demam itu tidak akan bereaksi namun ketika gelap mulai datang maka seketika itu pula lah demam akan menyerang,itu sebabnya demam pasti akan sering mendera ketika malam hari atau demam dan penyakit lain akan sangat kuat hanya pada malam hari saja..nah semua pungsi pungsi tadi yang saya jelaskan secara de facto adalah pungsi pungsi zahiriyah dari RUH,itu sebabnya allah tidak memasuk kan ar Ruh melalui ibu bapak ke janin di dalam perut ibu karena untuk menjaga legitimasi 'suci'nya ruh tersebut sebagai dokter terhebat sekaligus marcusuar berdaya jutaan voltase di dalam jasad manusia tersebut.</b><br>
<b>jadi siapa saja yang merasa memiliki benda yang suci itu maka secara otomatis juga dia pasti memiliki segala obat bagi segala penyakit yang ada di dalam dirinya kecuali ajal..namun karena allah sendiri telah mengatakan bahwa Ruh itu dari RuhNYA sendiri sehingga manusia tidak bisa mengaktifkan apa yang terkandung di dalam Ruh tersebut hanya dengan mengetahui keberadaannya saja..setiap Ruh memiliki nama,sperma atau mani itu saat masuk ke ovum wanita juga memiliki ruh yang dalam bahasa umum nya ruh kebintangan namun bagi allah tentu saja Ruh kebintangan itu memiliki nama,begitu juga Ruh yang allah masuk kan ketika kita berumur 4 bulan dalam kandungan ibu,juga memiliki nama dari allah,sebab kalau tak memilik nama maka tentu akan ambigu atau akan rancu ketika allah memanggil ruh itu untuk pulang kepadanya,seperti contoh ketika satu ruh di minta pulang hanya dengan memanggilnya Ruh saja maka semua ruh yang ada di jasad manusia akan terpanggil pulang.</b></p>
<p dir="ltr"><b>perlu saya rasa seseorang yang hidup pada jaman yang serba banyak penyakit yang aneh aneh seperti jaman sekarang ini untuk berusaha sekuat kuatnya menemukan dokter terhebat dalam diri nya itu,dokter yang melakukan operasi tampa resiko sedikitpun itu telah allah sediakan yaitu RUH yang allah tiupkan ketika manusia itu berumur 4 bulan dalam kandungan ibu nya..untuk gambaran facta sederhana,mari kita lihat apa yang terjadi pada jasad manusia maupun hewan ketika mati..? hanya dalam beberapa jam maka jasadnya akan membusuk,kenapa jasad membusuk hanya dalam beberapa jam saja..? ini karena jasad tersebut sudah di tinggalkan ruh tadi,sehingga bakteri dan kuman yang berada di dalam jasad tidak dapat di dorong keluar dari jasad..nah sebenarnya yang terjadi pada manusia yang mengalami penyakit pada jasad nya juga begitu,ketika pancaran Ruh tadi lebih kecil dari pancaran kuman atau bakteri maka kuman akan dapat berkembang biak di dalam organ organ tubuhnya namun ketika pancaran kesucian ruh itu bisa di perbesar maka secara otomatis ber urutan bakteri dan kuman tadi dapat di hentikan pertumbuhannya dan semakin kita besarkan volume suci nya ruh ini maka bakteri dan kuman tadi akan tersingkir sendiri keluar dari organ tubuh kita tampa harus melalui operasi dan bakar menyan apapun,metode nya seperti yang telah saya jelaskan di atas tadi...jadi ketika jasad mulai sakit maka mulai lah untuk meng urut kembali asal usul kejadian manusia itu sehingga akan bertemu lah dan kenal dengan hakikat ruh yang sesungguhnya.</b></p>
<p dir="ltr"><b>mengkaji akan ruh dan mengenalnya secara mendalam bukan saja dapat menjadikan anda menemukan dan memiliki dokter yang handal selama hidup tetapi mengaktifkan volume ruh juga dapat membawa anda pada taraf pengendalian emosional sampai ke tingkat wali,ya kalau ndak sampai pada maqom waliyullah sekedar wali murid atau wali kelas insyaallah pasti bisa..hehee,metode nya masih sama seperti mayat tadi,coba anda tampar mayat tersebut..marahkah dia..? sampai di mutilasi juga ndak akan dia marah,anteng saja tu mayat,hal ini secara keilmuan di sebabkan karena segala rasa itu asalnya adalah dari ruh artinya ruh yang memperkenalkan kepada jasad,nyawa,diri bahwa ini rasa marah,ini rasa senang,ini rasa sakit,ini rasa nikmat dan ketika ruh itu telah berpisah dari jasad maka jasad itu tidak akan kenal lagi dengan rasa rasa tadi,..kalau begitu agar bisa menguasai emosi,bisa bersyukur walau dalam keadaan kesulitan keuangan,kita harus mati dulu kah..? tentu tidak,kalau sudah mati untuk apalagi jasad merasakan senang,susah,nikmat dan lain sebagainya,dalam ilmu mengenal diri ada metode 'bercerai badan dari ruh' maksudnya adalah,kebanyakan orang yang mudah marah,mudah tersakiti itu karena Ruh nya melekat amat kuat pada jasadnya,dalam ilmu tasawuf ini tidak boleh sebab jika Ruh itu melekat pada jasad maka ketika jasad itu di cubit maka sakitnya bisa sampai kepada ruh dan apabila ruh nya sakit maka seketika itu juga seluruh badannya akan sakit jadi bukan hanya bagian yang di cubit yang sakit tetapi seluruh badan akan sakit jika cubitan itu sampai kepada ruh,untuk itu manusia yang mendalami ilmu diri akan di ajarkan metode 'bercerai jasad dari ruh"ini,maksudnya bukan berpisah ruh dari jasad tetapi menciptakan satu kondisi dimana Ruh nya akan Berdiri sendiri secara mandiri,tidak tergantung kepada jasad sehingga apapun yang masuk ke jasad atau menyakiti jasad tidak akan sampai kepada ruh sehingga selama gangguan itu hanya sampai pada jasad saja maka tidak akan merubah keadaan emosi pada manusia tersebut,artinya seorang waliyullah itu malah senang di caci maki sebab cacian dan makian orang itu tidak dapat merusak ruh nya karena ruh nya tidak melekat pada jasad maka oleh itu para waliyullah itu sangat jarang kita baca sejarahnya marah dan membalas makian orang yang memaki nya,hal ini bukan karena iman nya yang kuat tetapi karena makian atau sihir dukun dukun yang jaman dulu menjegal dakwah nya itu tidak pernah tembus sampai kena ke ruh mereka,namun pada jaman sekarang masih ada orang orang yang mampu mengkondisikan ruh nya ini berdiri sendiri di dalam jasad tampa melekat ke jasadnya.</b></p>
<p dir="ltr"><b>jadi kesimpulannya bagimana...? facta bahwa "AKU tiupkan ruh kepada nya (janin manusia) dari ruhKU sendiri' ini amat sangat luas pungsi dan manfaatkan bagi manusia itu sendiri tentu saja manfaat ini tidak berlaku bagi manusia hanya hanya sekedar tau bahwa benda suci itu bernama Ruh..mungkin kita cenderung meremehkan kajian kajian ilmu lingkuistik mengenal ruh sebab kita menganggab dengan banyak wirid,doa,tirakat,puasa,sholat maka secara otomatis ruh akan ampuh atau tingkat kesuciannya akan meluas,namun kita lupa bahwa karena di dalam diri manusia itu terdapat banyak sekali perangkat perangkat lunak yang mendukung kehidupan itu sendiri sehingga kita tidak mengetahui siapa yang kita ampuhkan,boleh jadi kita awalnya yakin bahwa dengan puasa itu ruh akan membesar kesuciannya namun pada facta nya yang membesar adalah tenaga nafsu,tenaga jasad atau tenaga nyawa sehingga semakin banyak kita puasa kok semakin kuat nafsu sahwatnya,semakin berani nipu,semakin takut miskin,semakin benci kalau tetangga sebelah laris dagangannya,laris ceramahnya..oleh sebab itu kenali lah diri mu maka akan kenal tuhan mu,kenal tuhan mu maka terang benderang ruh yang tuhan mu berikan kepada mu,..salam hormat untuk seluruh peserta pelatihan mengenal diri,jika dalam tulisan ini ada yang ingin di ketahui lebih mendalam silahkan WA kami kapan saja....assallammualaikum warahmatullahi wabarakatuh</b></p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-24742410916575274132019-02-23T09:36:00.001-08:002019-02-23T09:36:37.459-08:00Biso Bismillah<div align="left" ><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><div align="center" ><p dir="ltr"><br>
<b>MEMBANGUNKAN 'BISO' BISMILLAH DAN "BISO "ALFATIHA</b><br><br><br></p>
<p dir="ltr"><a href="mailto:rajaryzalkelayang@gmail.com"><b>rajaryzalkelayang@gmail.com</b></a></p>
<p dir="ltr"><i><b>(mohon baca sampai selesai agar jangan gagal paham)</b></i><br>
<i><b>Jika anda selama ini anda hanya tau kalau ayat bismillahirrahmaa nirrahim hanya berkhasiat dengan karakter lembut,adem,ayem,tentrem..ups tunggu dulu anda mungkin sedikit salah,mungkin anda tidak tau kalau di dalam ayat bismillahirrahmannirahim itu apalagi di dalam surat alfatiha terdapat huruf huruf yang berbiso,jika di bangunkan 'biso/bisa' bismillahirrahman nirrahim itu,maka ayat ini jauh lebih berbisa dari bisa raja ular kobra sedunia,banyak guru guru pada masa lalu hanya dengan membaca bismillah atau ayat alfatiha saja tak mempan segala senjata melukai tubuhnya..hanya dengan membaca bismillah sekali tepuk keluar emas intan permata yang telah lama terpendam di dalam bumi,begitu juga dengan lafaz bismillah tunduk luluh bangsa jin dan hewan hewan buas..sehingga di masyarakat daerah saya dulu orang orang yang memiliki kemampuan spiritual hanya dengan bacaan bismillah ini sering di katakan bahwa "bebiso bismillah nya".</b></i><br>
<i><b>kalau kita mau meneliti secara teratur dan pelan pelan,prajurit yang ikut dalam pasukan rasullallah saat berperang itu memang tidak pernah mempelajari ilmu kebal,tidak pernah mempelajari ilmu menghilang sehingga ketika jaman sekarang orang menulis dan mengijazahkan ilmu kebal maka para hater langsung menjatuhkan dengan bahasa bahwa pada jaman rasullallah pasukan muslim tidak pernah belajar dan memiliki ilmu kebal jadi ilmu kebal itu bid'ah,syirik dan puluha lagi tuduhan tuduhan khurafat di sematkan,tetapi mereka tidak meneliti dengan baik facta yang terjadi di lapangan dimana semua pasukan rasullallah sebelum berperang pasti membaca bismillah di lanjutkan dengan membaca surat alfatiha,dan banyak pula tertulis di dalam hadist pasukan yang membaca bismillah dan surat alfatiha itu tidak mempan oleh senjata lawan,facta ini pernah di tulis oleh penulis buku best seller 'salib war' dari machigan US...dalam beberapa bait ada tulisan seperti berikut 'yang mereka takuti pada pasukan muslim itu bukan sejata nya,bukan besar besar badannya tetapi mereka sungguh banyak tidak bisa di lukai oleh pedang,silahkan pembaca sendiri menilai apa hakikat dari kejadian tersebut,namun dalam pengetahuan ilmu makrifat,kejadian kejadian khusus yang terjadi pada pembaca ayat bismillah dan surat alfatiha seperti yang terjadi pada pasukan perang rasullallah tadi di yakini sebagai bukti dari "adanya biso ayat bismillah atau orang orang yang dapat membangunkan biso dari ayat bismillah dan surat alfatiha.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>sesungguhnya apa makna yang tepat untuk menjelaskan biso ini..?saya menggunakan bahasa asli dari guru saya yang mengijazahkan keilmuan ini,karena beliau orang melayu kampar yang menyebut kata berbisa dengan bunyi berbiso,maka saya agak cemas untuk merubahnya ke dalam bahasa melayu maritim menjadi berbise atau berbisa,sebab kata berbiso jauh lebih tajam dari kata berbise atau berbisa,tetapi secara harfiah 'biso 'dapat di artikan sebagai sesuatu yang sangat tajam,ampuh,tangguh,mangkus,bringas,keras,angker,wingit,tidak pernah meleset...jadi berbeda dengan arti bise atau bisa dalam bahasa melayu maritim dimana artinya bise atau bisa adalah racun yang mematikan walau mungkin hakikat dari dampak seperti ini juga ada pada dampak ketika menyebut kata biso...nah setelah pembaca memahami secara utuh makna biso,maka sudah dapat saya bawa pembaca untuk memahami ilmu yang akan saya paparkan ini.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>"ingat tidak sewaktu kita kecil dulu awal awal belajar mengaji di kampung..sang guru mengaji membimbing kita dengan metode yang sangat unik,dimana metode ini hanya ada di indonesia dan malaysia atau negri serumpun dengannya saja,metode tersebut ialah sang guru mengajarkan cara memulai mengenal cara membaca juz ama dengan cara seperti ini ' alif di atas A,alif di bawah I,alif di depan U...A,I,U,lalu di lanjutkan ba bunuh tsa,ba bunuh ha,ba bunuh jim..nah yang menjadi kunci dalam awal awal kita belajar mengaji itu ialah memang ada huruf huruf di dalam alquran itu yang membunuh huruf lainnya atau bahasa dominannya mematikan huruf di depan nya..setelah saya dewasa,berguru kemana mana karena memang hobby bertemu orang orang tua sambilan cari jodoh siapa tau anaknya cantik..hehee,saya semakin mengetahui bahwa memang ada huruf huruf di dalam ayat ayat suci itu yang harus di 'matikan./di bunuh'sampai sekarang jika anda membaca alquran pasti mau tidak mau anda harus membaca dengan membunuh salah satu huruf agar bacaan anda menjadi bener..tau tidak mengapa huruf huruf tersebut di matikan..? karena jika tidak di matikan maka biso huruf itu akan bangun dan jika biso huruf itu bangun pada orang yang iman dan mental serta nalarnya belum kuat maka ayat ayat suci itu akan sangat berbahaya bagi diri nya sendiri dan bagi orang lain yang setiap hari bersinggungan dengannya..sebagai contoh pada ayat bismillahirrahman nirahhim,HURUF TSA DI MATIKAN OLEH HURUF BA..RAHASIA NYA DALAM ILMU MAKRIFAT DAN ILMU GHAIB SEBABNYA ADALAH HURUF TSA INI MENGANDUNG BISO YANG AMAT TAJAM,JIKA TSA TIDAK DI BUNUH OLEH HURUF BA MAKA AYAT BISMILLAH ITU BISA MEMBUAT ORANG LAIN MATI KERACUNAN.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>Rahasia lain di dalam alquran itu mengapa ada huruf huruf yang di bunuh oleh huruf lainnya dapat di sinonimkan atau di samakan dengan pertanyaan salah satu murid saya..pertanyaan nya seperti berikut 'mengapa di dalam kitab suci yang sudah pasti shahih semua huruf dan nama nama di dalamnya pasti suci dan bersih terdapat nama syeithon,nama iblis,nama neraka,bahkan nama nama azab dan siksa yang amat pedih..? bukan kan aneh jika yang suci berisi nama yang kotor..? waktu itu saya tidak mau menjawabnya sebab takut dia tersinggung,padahal di dalam metode ilmu biso bismillah dan alfatiha guru guru kita sudah menjabarkan bahwa kenapa bisa nama syeithon,iblis,dan makhluk makhluk laknat lainnya seperti abu lahab dan abu jahal tertulis di kitab suci karena nama nama tersebut telah di bunuh atau di matikan biso nya oleh huruf lain di dalam alquran tersebut..sehingga walau iblis dan syeithon namanya tertulis di kitab suci,mereka tidak berbiso lagi atau tidak bisa lagi mengotori dan merusak isi kitab suci dan pembaca kitab suci tersebut karena sudah di bunuh atau sudah di matikan huruf huruf yang membentuk nama iblis dan syeithon tersebut..jadi aman sudah membaca semua kitab suci walau di dalam nya ada huruf huruf yang membentuk nama makhluk paling berbahaya sekalipun..tetapi jangan salah lho,hal ini hanya berlaku bagi orang yang tidak tau membangunkan biso dari huruf huruf yang membentuk nama iblis dan syeithon itu saja...sampai hari ini masih ada orang di indonesia ini yang mampu membangunkan biso dari huruf iblis dan syeithon di dalam alquran itu,makanya facta membuktikan..ayat ayat dan surat surat di dalam alquran itu bisa di gunakan untuk santet dan sihir pake ampuh pulak lagi tu...haaahaa,..ayo ndak usah marah atau tersinggung,lha wong memang kenyataannya ayat ayat dan surat surat di dalam alquran itu juga sering di buat untuk santet atau sihir kok oleh orang orang dari dulu sampai sekarang..apalagi biso dalam surat alfatiha itu,kalau di bangunkan,jangankan untuk menyihir manusia..menyihir iblis sekalipun ampuh dia itu,tentu juga sebaliknya surat alfatiha itu jika mampu di bangunkan biso nya,luar biasa juga untuk menawarkan segala biso sihir dari manusia maupun dari blis.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>Surat alfatiha di mulai dengan lafaz ayat bismillahirrahmaan nirrahim..menurut guru saya di dalam ayat bismillahirrahmaan nirrahim ini terdapat 3 huruf yang berbiso sehingga terlihat juga tiga huruf yang di bunuh atau tanda bunuh..coba pembaca lihat baik baik,bagi yang dapat mempelajari membangunkan biso 3 huruf yang di bunuh ini saja,dia sudah dapat menguasai tiga kemampuan spiritul atau tiga kemampuan ghaib,biso huruf TSA yang di bunuh,jika di bangunkan maka berguna untuk energy spiritual keselamatan jahar ( bentuk keselamatan jahar itu anda sudah bisa kembangkan lah,ilmu kekebalan umpamanya,ilmu tenaga dalam,ilmu pembungkam,ilmu gendam dan lain sebagainya) biso yang kedua terdapat pada huruf  HA yang di bunuh atau di matikan oleh huruf RO,jika huruf HA ini di bangunkan maka energy ghaibnya adalah pengasihan dan biso huruf ketiga yang di bunuh atau di matikan adalah huruf YA,nah ini biso nya kalau dapat di bangunkan luar biasa untuk media pengobatan dan penyembuhan berbagai penyakit tetapi dari runut yang guru saya dulu lakukan bagian ketiga ini dashyat untuk penyembuhan gila,stress,defresi,tertekan,stroke,lumpuh dan penyakit akut..jadi hanya dengan mengamalkan lafaz bismillahirrahmaan nirrahim saja seseorang sudah dapat memiliki tiga kemampuan ghaib yang zahir...tentu dengan cara berguru metode membangunkan biso biso dalam ayat ini.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>nah itu baru 3 biso huruf yang di bangunkan dalam ayat bismillahirrahmaan nirrahim...sedangkan di dalam surat alfatiha itu terdapat sekitar 24 huruf yang di bunuh atau di matikan,anda bisa bayangkan lah ya bagaimana itu kejadiannya jika 24 huruf huruf yang berbiso dalam surat alfatiha itu mampu di bangunkan..? ini proyek besar ndak mudah untuk dapat membangunkan dan menghidupkan huruf huruf yang telah di matikan di dalam surat alfatiha itu,dan tulisan ini hanya 5% saja baru dari semua penjelasan mengenai ilmu membangunkan biso bismillahirrahmaan nirrahim dan biso surat alfatiha,tetapi apakah ilmu ini hanya legenda..? saya percaya 1000% ilmu ini nyata dan masih terjadi sampai hari ini di negara kita....minta maaf banyak banyak jika ada pitutur pitatar saya dalam menulis tak seimbang tak sepaham dengan pembaca,sesungguhnya gerik dari allah yang gerak darilah saya...wassallammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.</b></i><br><br></p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-3773375515561222132019-02-23T09:35:00.001-08:002020-05-29T02:33:16.469-07:00Rahasia Didalam Rahasia<div align="left"><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><div align="center"><p dir="ltr"><br>
<b>RAHASIA DI DALAM RAHASIA</b><br><br><br></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZhROAcgzNH_ulzH5_ZS5auB8QfVPq79kmoRObm4_x3Cf0SgghFNjkTv_b2v8-z6f-b0Ad3MjTl0J2UqMmgI-fwz1QyvtIM2jCqGy7tP1DwQZjplyU8NlhYzrkvePV1xogwJDtJisnjFhg/s1600/1587474244850964-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCM4DlktVm_gd-s-7Bgd7UcTeK1cTPc4HxbtYJVzClTLBvz6Un4vh3gCJUqrh9ilW3LuzyKTgJhCvrt3V0cmY7OCPkrvRFC9tLk8oXwo8rIFL9gGUR7ZRA0bNEVn0jzEIl8D0VwSgSZwt/s1600/1590744791256511-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlCM4DlktVm_gd-s-7Bgd7UcTeK1cTPc4HxbtYJVzClTLBvz6Un4vh3gCJUqrh9ilW3LuzyKTgJhCvrt3V0cmY7OCPkrvRFC9tLk8oXwo8rIFL9gGUR7ZRA0bNEVn0jzEIl8D0VwSgSZwt/s1600/1590744791256511-0.png" width="400">
</a>
</div>
</a>
</div><br><p></p>
<p dir="ltr"><a href="mailto:rajaryzalkelayang@gmail.com"><b>rajaryzalkelayang@gmail.com</b></a><br>
<i><b>Isi tulisan ini tidak harus meminta ijazah kepada saya,dapat di amalkan dan di aplikasi kan langsung oleh siapa saja yang tengah di rundung kebingungan dalam mencari wasilah ilmu untuk menyelesaikan permasalahnya dari sisi spiritual.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>Orang jaman dulu memang amat banyak sekali ber rahasia,seperti ilmu yang dia pelajari amat dia rahasiakan,di dalam merahasiakan ini ada lagi yang lebih rahasia yaitu cara mereka memantapkan ilmu nya tersebut sehingga ketika sebuah ilmu itu akan dia gunakan,amat jarang mengalami kegagalan,apakah rahasia di dalam rahasia nya..akan saya uraikan dalam tulisan singkat berikut ini.</b></i><br>
<i><b>kalau kita berguru kepada guru guru tua yang masih hidup hingga saat ini,tanda ketua an ilmu dan umurnya dapat di ketahui dari cara dia menurunkan dan memberi syarat kepada si murid dalam mengamalkan keilmuan tersebut,bukan kemenyan,bukan puasa,bukan wirid bukan pula japa mantera yang di syaratkan dalam ijazahan keilmuan tersebut tetapi si guru selalu mengatakan 'gunakan ilmu itu awal awal mengamalkannya untuk membantu orang lain',jika kita murid pada jaman sekarang pasti akan kebingungan dengan permintaan guru ini sebab alih alih untuk membantu orang lain,di wiridkan atau di amalkan untuk diri sendiri pun belum bagaimana bisa ilmu nya di gunakan untuk orang lain...nah di sini lah perbedaan murid dan guru jaman sekarang dengan murid dan guru jaman baheula kata orang sunda,padahal kuasa dari ilmu tersebut terdapat pada tindakan yang di sampaikan oleh guru guru jaman dulu itu.</b></i><br>
<i><b>saya beri contoh ' anda di ijazahkan ilmu pelarisan oleh paranormal pada jaman sekarang,maka pasti yang anda lakukan adalah mewiridkan ilmu tersebut dengan niat agar usaha warung nya laris...padahal ini celah kelemahan ilmu nya amat lah besar sebab ada satu syarat mutlak mangkus nya ilmu yang tidak anda dapatkan yaitu "yakin"bukan yakin di dalam bathin tetapi yakin di alam nyata yang tidak anda dapatkan,mungkin karena guru nya paranormal terkenal maka keyakinan dalam bathin itu sudah ada tetapi mengapa saat ilmu nya di amalkan masih saja belum ada reaksi yang memuaskan,dimana lagi salahnya..?</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>salahnya sedikit saja lagi itu,ketika tulisan ini sudah anda baca dan anda pahami maka silahkan anda lihat betapa cepatnya 'menjadi'ilmu yang anda amalkan siapapun dan berapa pun usia anda,jika anda mendapat ijazah dari seorang guru maka ilmu yang anda dapatkan itu jangan anda baca atau wirid untuk keperluan diri sendiri dulu tetapi wiridkan lah atau gunakan lah sebanyak banyaknya sesering seringnya untuk keperluan orang lain..ndak usah takut gagal atau tidak ada hasil nya ilmu yang anda gunakan untuk keperluan orang lain itu sebab tujuannya memang bukan untuk menjadi paranormal bagi orang lain tetapi tujuan inti nya untuk memantapkan ilmu itu saat awal anda gunakan,apa rahasia di dalam ini..? jika anda punya satu ayat yang di ijazahkan oleh guru nya untuk pelarisan maka carilah sebanyak banyak nya orang yang memerlukan bantuan ghaib pelarisan,kalau perlu anda bantu sebanyak 100 orang agar warung nya laris dengan satu ayat yang telah di ijazahkan oleh guru nya itu..nanti dalam seratus bantuan itu,pasti ada satu atau dua bantuan anda yang akan berhasil,..nah ingat baik baik apa metode,cara,suasana yang terjadi saat anda melakukan wirid sehingga bantuan yang satu tadi berhasil,selain itu dengan melihat satu dari seratus ilmu yang anda kerjakan berhasil maka anda akan memiliki satu keyakinan di atas keyakinan rata rata manusia biasa..nah setelah memiliki dan merasakan keyakinan keberhasilan tadi walau hanya satu kali maka itu lah pertanda pasti ilmu yang anda miliki akan langsung berkhasiat jika anda gunakan untuk diri anda sendiri dan jangan lupa saat menggunakannya munculkan kembali suasana,metode dan keadaan seperti saat anda wirid membantu orang lain yang berhasil tadi,ini lah sebab utamanya guru guru jaman dulu selalu mengatakan sebelum di amalkan biar ampuh ilmu nya gunakanlah terlebih dahulu untuk orang lain,berbanding terbalik dengan orang jaman sekarang kan dalam menguasai keilmuan.</b></i></p>
<p dir="ltr"><i><b>metode ini dapat anda test pada semua jenis keilmuan,ndak usah takut gagal saya bantu doa dari sini,jadi yang patut anda buru dalam berguru itu bukan lah pada doa atau mantera ilmu nya tetapi anda harus bener bener memburu 'merasakan,melihat,membuktikan bahwa anda bener bener telah menjadi orang ber ilmu atau dalam tanda kutip orang yang sakti'dapat melihat sendiri bahwa anda telah memiliki ilmu ghaib yang nyata saja untuk diri anda sendiri sudah merupakan sebuah ilmu tataran tingkat tinggi,jadi latih lah sebanyak banyak mungkin latihan menggunakan ilmu nya untuk kepentingan banyak pasien agar anda dapat memiliki yang ter rahasia di dalam rahasia tersebut..selamat melatih dan saya doakan anda menjadi paranormal besar dalam satu atau dua tahun ke depan ini....aamiin ya mujibul wujud,minta maaf banyak banyak jika terselip huruf terjepit lidah dalam tulisan ini...wasallammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.</b></i></p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-68851208105221567612019-02-23T09:34:00.001-08:002019-02-23T09:34:14.494-08:00Mengenal Pelapis Diri Manusia<div align="left" ><p dir="ltr"><br>
</p>
</div><p dir="ltr"><br>
<b>MENGENAL PELAPIS DIRI MANUSIA (ATMOSFIR TUBUH)</b></p>
<div align="center" ><p dir="ltr"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6GQNuY9a0TcgzxbpOQJ_UVB3yOpc0cg_-RBdx8zegE8mmVyI590u3pb6WYWVCVlPDJCencFMG6XgjlbZsBR_6FogZm121Lr0rsVATFjRg3UU5YPRGORgjdh0IT6vJQnj4dzMX_RtFTKo/s1600/kelambu.jpg"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6GQNuY9a0TcgzxbpOQJ_UVB3yOpc0cg_-RBdx8zegE8mmVyI590u3pb6WYWVCVlPDJCencFMG6XgjlbZsBR_6FogZm121Lr0rsVATFjRg3UU5YPRGORgjdh0IT6vJQnj4dzMX_RtFTKo/s1600/kelambu.jpg"></a><br>
</p>
</div><div align="center" ><p dir="ltr"><br><br><br></p>
<p dir="ltr"><a href="mailto:rajaryzalkelayang@gmail.com"><i><b>rajaryzalkelayang@gmail.com</b></i></a><br>
<b>tulisan berikut ini hanya sekedar bahan bacaan,tidak di ijazahkan dan tidak pula di kategorikan sebagai sebuah ilmu keparanormalan..jika pembaca merasa isi dalam tulisan ini dapat di jadikan ilmu maka minta lah bimbingan kepada orang yang ahli dalam bidang seperti yang saya tuliskan daleam artikel ini..selamat membaca dan semoga anda bahagia dengan bacaan sederhana yang saya uraikan ini.</b></p>
<p dir="ltr"><b>selain dari pada kulit,darah,daging,urat dan tulang sebagai pelindung zahir tubuh...sesungguhnya tubuh manusia masih memiliki pelindung dalam bentuk metafisika atau pelindung halus..layaknya bumi yang memiliki pelindung dari sinar matahari dalam bentuk energy berupa kubah halus melingkari bumi yang sering di namakan sabuk atmosfir sehinnga batu batuan angkasa dan sinar matahari yang murni tidak dapat menembus bumi secara utuh..dalam bacaan bacaan tenaga dalam..pelindung metafisika manusia ini sering di sebut dengan berbagai nama,mulai dari pancaran aura,ilmu lembu sekilan,benteng ghaib dan masih banyak yang lainnya lengkap dengan ratusan metode untuk men zahir dan memanfaatkannya untuk wasilah keselamatan fisik dan non fisik..dalam tulisan ini saya tidak membahas cara cara yang telah ada untuk membangkitkan sabuk metafisik tersebut tetapi saya akan memaparkan kisah lain yaitu cara yang pernah di buat oleh orang orang tua suku melayu riau pada jaman dulu untuk meng aktifkan sabuk metafisika tubuh ini..sekali lagi semua isi dalam tulisan ini tidak dapat langsung anda ambil mentah mentah untuk di amalkan sebab ada banyak hal dalam berlangsung nya secara sempurna sebuah keilmuan kepada si murid..silahkan anda meminta kepada yang ahli di bidangnya.</b><br>
<b>orang orang tua kita melayu dulu..unik unik pengetahuannya,di saat orang lain sibuk membaca mantera mantera untuk membangkitkan sabuk ini,mereka malah membangkitkannya dengan kekuatan rasa..dalil budayanya sederhana sekali,sesuatu yang halus hanya dapat di kenali dan di kuasai dengan sesuatu yang halus pula seperti anasir rasa..saya beri contoh sederhana " kita baru dapat menggunakan seorang wanita sebagai istri jika kita sudah kenal rasa kepada wanita tersebut begitu pula sebaliknya,jika seorang istri dapat kita gunakan sebagai istri hanya karena sesuatu yang zahir seperti karena harta dan jabatan maka tubuh nya mungkin dapat anda miliki tetapi hatinya tak kan pernah anda genggam,begitu pula kejadiannya pada kita yang memiliki istri bukan karena mengenal rasa nya,maka kita akan mudah bersikap "aku memang tak bisa pindah ke lain hati tetapi aku bisa pindah ke lain body"..heheee.</b></p>
<p dir="ltr"><b>ilmu rasa memiliki peran amat penting dalam keilmuan metafisik,seperti orang yang minum kopi..semua kopi itu hitam warna nya,sama biji nya namun jika anda belum kenal rasa kopi maka kopi yang anda minum tak akan lebih dari sekedar air minum yang akan membuat perut mencret,berbalik arang dari orang yang tak kenal rasa kopi...orang yang sudah kenal rasa kopi maka dari bau nya dia dapat tau pembuatnya orang yang beda atau orang yang sama walau di buat kopi tersebut antar provinsi (buat di semarang minum nya di palembang)..begitu lah kalau orang sudah mengenal rasa..ada banyak keajaiban dan hal hal yang tak masuk akal dapat terjadi pada mereka...saya teringat ilmu sedulur papat limo pancer dar tanah jawa,setelah hampir 50 orang saya bertanya mengenai tata cara nya barulah saya bertemu dengan seorang mbah mbah di daerah gunung merbabu kopeng salatiga yang menceritakan bahwa sesungguhnya puncak tertinggi agar dapat bertemu dengan sedulur papat itu adalah dengan ilmu rasa..yaitu rasa mengenal sedulur ghaib itu dan sedulur ghaib juga sudah memiliki rasa kenal kepada kita..sama seperti kisah ilmu sabuk metafisik manusia dari tanah melayu ini,metode nya amat sederhana namun hasilnya insyaallah sangat memuaskan tentu saja kembali kepada rasa rasa masing masing orang tersebut..menurut datuk datuk jaman dulu itu begini " anda pernah tau kelambu sutra yang biasa di gunakan saat tidur untuk melindungi tubuh dari gigitan nyamuk..? kalau belum tau saya lampirkan gambarnya di atas..yang paling cepat aktif nya sabuk metafisik itu menggunakan kelambu seperti yang tertera pada gambar,model dan jenis nya silahkan pembaca pilih sendiri yang penting kain dan ketipisannya sama seperti gambar,setelah memiliki..coba lah tidur di lantai dan masuk ke dalam kelambu tersebut,sebelum tidur kurang lebih satu jam pembaca harus memandang ke sekeliling ruangan tidur sehingga mata terlatih melihat sesuatu dari dalam kelambu tersebut...tidur lah sekitar beberapa malam dalam kelambu tersebut sampai pembaca merasa kan ke akraban atau kesesuian dengan cara tidur dalam kelambu tersebut...lalu setelah itu coba pula tidur di lantai tampa kelambu...nah di sini lah letak ilmu rasanya itu," rasakan bagaimana perbedaan tidur dalam kelambu dan di luar kelambu..jika anda merasa tidak nyaman atau merasa cemas tidur di luar kelambu maka itu pertanda sabuk metafisik tubuh anda sudah pasti aktif...tinggal sekarang memainkan ilmu rasa tadi saja lagi,namun jika anda merasa nyaman tidur di luar kelambu tadi maka dapat di tandai bahwa sabuk metafisik tubuh anda tidak akan aktif.</b></p>
<p dir="ltr"><b>langkah selanjutnya...anda pegang rasa tidak nyaman atau rasa seperti ada saja kalajengking atau lipan yang akan menghampiri anda saat tidur di luar kelambu tersebut,bawa rasa itu masuk ke dalam kelambu,maksudnya bawa rasa cemas itu masuk saat tidur di dalam kelambu...jika rasa cemas itu kalah dan hilang oleh rasa nyaman anda tidur dalam kelambu maka power metafisik negative akan musnah dan sabuk metafisik anda akan terlatih aktif membentengi tubuh anda..nah selanjutnya pegang dan ingat ingat pula rasa betapa nyaman nya anda tidur di dalam kelambu tersebut,pegang rasa bahwa anda seperti di selimuti atau memiliki pengaman (maaf bukan kondom ya..hehee) seperti anda berada di dalam kelambu..rasa ini harus anda bawa kemana pun anda pergi setelah bangun dari tidur,jika ketika anda membutuhkan tenaga sabuk metafisik itu,anda munculkan kembali rasa aman dan terlindungi seperti saat berada dalamn kelambu tadi lalu terlihat secara otomatis tabir putih halus seperti sutra yang berbentuk jaring jaring persis sepertu kelambu tersebut,jika keadaan ini sudah bisa anda kuasai maka sabuk power metafisik tubuh anda sudah bisa di test..seperti saat keadaan itu memuncak dekati lah se ekor anjing atau anak ayam yang tengah berada di dekat induknya..kadangkala uji coba ini satu dua kali akan gagal itu karena anda kaget lalu rasa dan penampakan kelambu tadi sirna,namun setelah tiga kali maka insyaallah anjing atau induk ayam itu akan membentur sebuah benda tak kasat mata saat menyerang anda...namun saya tetap sarankan,anda untuk meminta ijazahan atau bimbingan lengkap pada orang yang ahli di bidang ini...ini hanya lah sekedar rujukan saja...minta ampun maaf banyak banyak karena kesalahan dalam tulisan ini...semoga anda selalu berbahagia,banyak rezeki dan di berkahi tenaga yang selalu optimal dalam mencari rezeki....assallammualaikum warahmatullahi wabarakatuh</b></p>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-37087513895403147122018-08-30T11:59:00.002-07:002018-08-30T12:09:35.861-07:00NUR MUHAMMAD UNTUK PENYEMBUHAN PRIBADI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: sans-serif;">
NUR MUHAMMAD UNTUK PENYEMBUHAN PRIBADI</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Penulis : Nuredisantosa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
astiank@gmail.com</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Salam sejahtera untuk kita semua.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Saya meyakini bahwa konsep energi makrifat tubuh yang lebih dikenal dengan nama Nur Muhammad sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Cahaya yang ditiupkan Sang Pemilik Semesta ke jiwa manusia . Cahaya dalam diri yang nantinya bisa menjadi sarana sebagai kendaraan terhubung dengan cahaya Nya yang meliputi seluruh semesta ini. Cahaya yang nantinya bisa juga sebagai kendaraan untuk kembali pulang . Cahaya makrifat tubuh ini jika diaktifkan akan mampu secara pelahan pasti membuka sumbatan Lorong hati , sumbatan kehidupan , sumbatan cakra , sumbatan lapisan terluar , sumbatan kotoran aliran darah , sumbatan pikiran , panca indera dan sumbatan organ tubuh lainnya.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Cahaya Makrifat tubuh tersebut terletak di 8 cupu atau sarang nya yang terdapat ditubuh kita. Dengan pancara nur tersebut , bisa dimanfaatkan untuk membuka sekaligus mengaktifkan kekuatan inti nur Muhammad , nur qosam dan nur diri. Ini juga sekali gus sebagai undangan kepada saudara yang dulu pernah mengambil ijazah nur Muhammad pamungkas dan belum bisa merasakan dan memanfaatkannya , silahkan email ke saya untuk disempurnakan pancaran nur muhammadnya. Juga bagi saudara yang pernah mengambil ijazah tuai benih nur Muhammad , silahkan juga ber email ria untuk diaktifasi lagi kekuatan inti nur Muhammad , nur qosam dan nur diri nya. Nanti kita bisa berdiskusi lewat WhatsApp sampai puas.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Kekuatan inti nur Muhammad terletak di tulang subi manusia. Disitu pula sebenarnya merupakan cupu atau sarang dari seluruh malaikat halal tubuh , seperti malaikat 16 .</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Energi atau kekuatan ini sangat efektif untuk mengoptimalisasi kesehatan tubuh fisik manusia. Membersihkan semua aliran energi , meremajakan sel sel kulit supaya muda kembali , melancarkan peredaran darah , dan meningkatkan kembali stamina yang sudah loyo. Sangat ampuh bagi manula untuk mengantisipasi dari kemungkinan terkena penyakit stroke , pikun , dan lain sebagainya. Tentu saja yang dibahas disini hanya yang berhubngan dengan kesehatan saja , karena manfaat lainnya sangat tidak terbatas , sesuai pengolahan nya.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Kekuatan inti nur qosam bersarang di dada manusia. Di qolbu. Energi ini berfungsi untuk mengatasi berbagai keluhan yang berhubungab dengab hati. Sebnarnya hati kita itu bias diajak berkomunikasi. Diajak bicara. Dengan aktifnya kekuatan inti nur qosam tersebut , bisikannya dapat kita dengarkan. Orang biasa menyebut dengan bisikan hati nurani. Bisikan hati yang paling dalam. Sudah letaknya paling dalam, berbisik lagi. Itulah sebabnya banyak diantara kita yg kurang memperhatkan bisikan tersebut. Manfaat lain dari terbukanya kekuatan inti ini adalah menjadi lebih kuatnya otot doa . Juga memancing untuk terbukanya magnet penarik rezeki untuk membantu usaha atau bisnis yang dilakukan. Efek lain yang bisa terjadi adalah semakin ikhlas , menggantung segala sesuatu hanya kepada Tuhan m Dzat yan Maha Meliputi Seleruh semesta Alam. Sehingga Alam semesta ikut bergerak menjadi perantara terkabulnya doa. Kekuatan Nur qosam juga sangat efektif untuk menyembuhkan pnyakit psikis , emosional , traumatic dan semacamnya. Dengan hilangnya sumbatan hati dan kotorannya , maka akan mengakibatkan terbukanya cahaya hati. Dengan cahaya tersebut , energi menjadi positif. Dengan memiliki energi positif , banyak sekali masalah dengan manusia lain akan selesai tanpa perlu banyak bicara.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Banyak juga penyakit fisik yang disebabkan oleh penyakit hati. Berburuk sangka atau curiga yang berlebihan , mudah marah dan cepat sekali merasa tesinggung , mempunyai rasa takut dan cemas yang berlebihan , dan daya hayal negative yang tinggi , itu semua termasuk penyakit hati yang merupakan lapisan pendinding diri kita. Hal yang menyebabkan kita selalu terhubung kepada jati diri yang palsu. Jika selalu mengikuti jati diri palsu tersebut , celakalah diri ini.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Sedangkan kekuatan inti nur diri terletak di kenng kita. Agak sedikit kedalam. Kekuatan ini yang sangat berpengaruh terhadao pikiran. Kekuatan inti nur diri sangat efektif untuk me refresh atau menyegarkan kembali pikiran dari kotorannya. Bisa juga untuk me reset otak sehingga kemelekatan pikiran kepada hal yang tidak perlu menjadi hilang. Sebagai contoh , misalkan pikiran kita melekat kepada kejadian masa lalu yang buruk ( missal pernah ketipu , tetapi ingat terus ) maka energi kita akan habis terkuras kepada hal tersebut. Bisa juga pikiran kita terikat kepada peristwa masa silam yang indah , tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Itu baru satu hal. Bagaimana jika ternyata pikiran kita terikat oleh banyak hal ?</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Nah silahkan jika saudara berminat untuk bisa terapi secara menyeluruh terhadap diri sendiri , segera email saya . Akan diaktifkan secara langsung Kekuatan Inti Nur Muhammad , Nur Qosam dan Nur Diri. Panduan dan bimbingan cara menggunakan dilakukan lewat WhatsApp , sehingga lebih efisien.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Sebagai bonusnya akan dibukakan kepkaan untuk bisa merasakan energi , cakra mahkota dan cakra telapak tangan , magnet super penyerap rezeki , aura pengasihan dan kewibawaan .</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Untuk biaya ikhlasnya cukup Rp 750.000 saja.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Ini cukup murah jika dibandingkan nanti kalau sudah terlanjur sakit. Apapun akan dikorbankan demi sebuah kesehatan.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Semoga Kesehatan dari Yang Maha Menyehatkan selalu bersama kita.</div>
<br />
<div style="font-family: sans-serif;">
</div>
<br />
<div style="-webkit-text-stroke-width: 0px; color: black; font-family: sans-serif; font-style: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; margin: 0px; orphans: 2; text-align: left; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;">
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-46881595487321262462018-08-30T11:57:00.002-07:002018-08-30T11:57:30.115-07:00BERMAKRIFAT DENGAN SHOLAWAT NARIYAH YAMAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: sans-serif;">
BERMAKRIFAT DENGAN SHOLAWAT NARIYAH YAMAN.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Bismillahhirrahmannirrahim..berikut saya sampaikan tiga tanda lahir di tubuh baginda Rasullallah sallallahu alaihi wassallam.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Tiga tanda lahir ini tidak dapat di tembus pandang oleh syeithon sebab dua dari tanda lahir ini berada di dalam baju rasullallah/ tertutup baju jubah rasullallah dan satu tanda lagi berada pada panji panji atau bendera yang yang baginda bawa setiap pergi berperang....ketahuilah bahwa telah banyak kaum ulama,kiyai dan ahli ahli ibadah lainnya yang</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
telah di sesat kan syeithon dengan bermimpi bertemu rasullallah di dalam mimpi mereka dan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
mengajarkan sesuatu, sementara mereka. para kiyai tadi tidak mengetahui sama sekali</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
apa tanda pasti bahwa yang datang dalam mimpi itu adalah rasullallah.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Sebab tanda lahir yang pasti ada di tubuh rasullallah tidak mereka kaji dan cari....yang banyak di ketahui oleh manusia adalah hanya</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tanda lahir di kedua pundak rasullallah,yaitu tanda daging tumbuh berbentuk maqom atau huruf tauhid tanda kenabian baginda nabi</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Muhammad, yang patut kita sikapi kedua tanda di bahu beliau ini juga telah pernah di lihat</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
syeithon dan sangat kita harus pahami bahwa syeithon pernah menampak kan wajah asli</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
nya ke hadapan rasullallah dan membongkar semua rahasia induknya dalam menggoda</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
anak cucu adam, Oleh sebab itu...syeithon pasti bisa menyerupai wajah rasullallah sebab ia pernah bertemu langsung dengan baginda nabi</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Muhammad, Maksud dari wasiat hadist bahwa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
syeithon tidak mampu menyerupai rasullallah itu adalah maksudnya tidak mampu meniru tanda lahir yang ada di dalam baju jubah rasullallah,</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
sebab ia tidak tembus pandang ke dalam tubuh baginda Muhammad, Yang bisa ia tiru hanyalah wajah dan tanda lahir di pundak bahu baginda</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
saja,sebab kedua hal itu memang dapat syeithon lihat , karena memang ALLAH buka kan penglihatan kasarnya seython saat bertemu baginda.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Sedangkan tanda lahir yang berada di tubuh dalam rasullallah tidak mampu seython lihat...selain itu siapa yang dapat memastikan bahwa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
yang datang dalam mimpi tersebut dan mengaku nabi Muhammad adalah benar nabi Muhammad ?, bukankah kita belum tau rupa asli nya baginda</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
trsbt..? Jangan jangan seython saja membentuk satu wajah lain yang dia sampaikan bahwa inilah baginda rasullallah. Oleh sebab itu lah banyak</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
telah para kiyai dan ahli ilmu hikmah yang terpeleset memahami mimpi baginda nabi Muhammad ini. Nah dengan kita mengetahui tanda lahir di tubuh nabi Muhammad yang mana tanda ini pasti tidak pernah di lihat</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
oleh seython , maka jika kita bermimpi bertemu dengan satu rupa yang memiliki tanda tanda lahir seperti yang saya buka kan ini maka kita</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
dapat bersyukur penuh kebahagian bahwa baginda rasullallah benar benar sudi datang dalam mimpi kita sebagai bentuk jawaban atas betapa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
rindunya kita membutuhkan syafaat beliau dalam hidup ini. Tanda lahir di tubuh dalam nabi Muhammad inilah yang di namakan orang ahli</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
makrifat dengan nama KERAMAT HIDUP...sebab tanda lahir ini memang sungguh keramat yang masih tetap hidup hingga hari ini (maksudnya</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
keramat yang memang masih berpungsi guna nyata untuk berbagai khasiat hingga ke hari ini). Saya beri satu khasiat dari keramat hidup</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
ini...saat kita menghadapi satu tantangan atau campur tangan anak cucu seython atau pun jin maka dengan kita meletak kan atau membayangkan tanda lahir di tubuh rasullallah itu berada di tubuh kita sambil bersholawat kepada baginda rasullallah , maka jangan kan anak cucu</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
iblis, bahkan iblisnya sendiri akan melemah dan lari tunggang langgang. Sebab ia tidak mampu menipu dan memperdaya manusia yang</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
memakrifatkan tanda lahir tersebut di tubuhnya, iblis akan hilang akal untuk menipu dan menjahati orang trsbt. Sebab orang ini mengetahui apa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
yang iblis tidak ketahui mengenai ke aslian rasullallah , jadi perlu di ingat di sini yang saya katakan adalah syeithon atau iblis tidak mampu</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
menyerupai bentuk asli rasullallah beserta tanda lahir asli di tubuh dalam beliau. Bukan saya katakan bahwa mimpi bertemu nabi Muhammad itu adalah mimpinya ulah seython saja. Tolong di pahami benar kalimat yang saya maksudkan ini..!!! Nah berikut saya sampaikan tiga tanda lahir</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tersebut beserta tata cara memakrifatkannya di tubuh manusia beserta khasiat induknya makrifat tanda lahir tersebut.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Yang pertama tanda lahir tersebut adalah :</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
- Tanda lahir rasullah yang tidak mampu di tiru atau di serupai oleh iblis dan seython adalah berada pada bulu roma seluruh badan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
beliau..."semua manusia dari adam hingga sekarang, semua nabi nabi yang pernah ada di muka bumi ini bulu roma atau bulu badannya jatuh ke depan/mengarah ke depan/miring ke depan. Sedangkan BULU ROMA NABI MUHAMMAD SUNGSANG dari bulu semua manusia lain,yaitu bulu roma beliau terbalik atau miring sungsang ke belakang atau menghadap ke atas.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Tanda lahir baginda nabi Muhammad yang kedua yang tidak bisa di tiru oleh iblis maupun seython adalah BULU RAMBUT DADA BAGINDA NABI</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
MUHAMMAD BERBENTUK HURUF ALLAH, ingat bulu rambut dada beliau yang membentuk lafazd ALLAH , bukan kulit tubuh beliau, sebab kalau lah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
kulit tubuh yang berbentuk lafazd maka itu bertanda kulit beliau rusak atau seperti di tato..BULU RAMBUT DADA BATANG TUBUH BAGINDA NABI MUHAMMAD TERJALIN MEMBENTUK HURUF ALLAH.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Tanda lahir baginda nabi muhammad yang ketiga adalah "BENDERA ATAU PANJI PANJI YANG BERADA DI BELAKANG TUBUH BAGINDA NABI MUHAMMAD YANG DI BAWA SETIAP BERPERANG BERKIBAR SECARA SUNGSANG, JIKA ANGIN</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
BERHEMBUS DARI BARAT KE TIMUR YANG SEHARUSNYA BENDERA TENTU BERKIBAR</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
KE ARAH TIMUR NAMUN PANJI ATAU BENDERA YANG DI BELAKANG RASULLALLAH BERKIBAR MALAH KE ARAH BARAT ( melawan arus angin).</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Nah jika saudara bertemu ketiga tanda ini dalam mimpi ataupun dalam zikir...maka ciumlah telapak tangannya dan mintalah syafaatnya sebab</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
dapat di pastikan itu adalah nabi Muhammad atau pasukan jihad sahabat 4 baginda nabi Muhammad, selain dari mimpi bertemu ketiga tanda ini maka patut saudara sangsikan atau jangan di percayai bahwa yang datang</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
dalam mimpi itu adalah baginda nabi Muhammad beserta pasukannya atau sahabatnya, walaupun orang dalam mimpi itu bersumpah atas nama ALLAH beribu ribu kali bahwa ia nabi Muhammad. Ingat iblis itu di depan ALLAH saja berhadap hadapan langsung dengan ALLAH masih berani</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
berbohong dengan nama ALLAH saat di perintahkan sujud kepada nabi</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
adam. Apalgi ia kini telah jauh dari alam ALLAH, ia sangat mampu dan sangat berani untuk menyesatkan manusia dengan bersumpah atas nama ALLAH bahwa ia si anu atau si anu. Ini jawaban iblis laknatullah saat</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
ia menjawab kenapa tidak mau sujud kepada adam atas perintah ALLAH langsung "ya ALLAH ya Tuhan kami,aku adalah hamba Mu,aku bersumpah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tidak akan sujud kepada siapapun selain hanya kepada Mu termasuk kepada adam makhluk yang baru Engkau ciptakan itu, semua ini aku</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
lakukan sebagai bentuk kecintaan ku yang teramat dalam maka aku akan menolak perintah Mu untuk sujud kepada adam karena aku hanya akan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
sujud kepada Mu saja selain itu tidak..! " Coba lihat betapa tinggi nya ilmu olah tipu iblis ini, menurut kaji malaikat...saat itu semua</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
malaikat pun terkagum kagum melihat suhud tauhidnya iblis kepada ALLAH ini, teramat tinggi iman iblis di mata para malaikat saat itu, ia</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tolak perintah ALLAH karena ia hanya akan sujud kepada ALLAH saja.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Para malaikat tergeleng geleng kepalanya kagum melihat sikap tauhid iblis ini.." lalu ALLAH yang maha kuasa...memasuk kan apa isi hati</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
iblis kepada para malaikat tersebut,sehingga terbongkar dan di ketahui lah isi hati sebenarnya dari iblis kenapa iblis tidak mau sujud kepada</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
adam, maka para malaikat mengeluarkan satu kata hai laknatullah (artinya makhluk paling sangat terkutuk). ALLAH katakan kepada para</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
malaikat bahwa " jika benar dakzail tauhid dan hanya patuh kepada ku maka jangan kan aku perintahkan sujud kepada adam,sujud kepada yang lebih rendah pun dari adam pasti akan ia lakukan..maka terkutuklah wahai engkau dakzail , di hadapan AKU tuhan mu yang maha mengetahui</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
pun engkau berani berbohong"...oleh sebab itulah ia di namai oleh malaikat bahwa makhluk terkutuk..kenapa..coba saudara bayangkan,iblis</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
berada di hadapan langsung ALLAH Swt masih berani berbohong kepada tuhannya , bagaimana jika ia telah jauh berlapis lapis hijabnya dengan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tuhan..????? iblis berani berbohong dengan mengatakan bahwa ia tidak mau sujud karena ia hanya akan sujud kepada ALLAH saja padahal ia</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
memang memandang rendah nabi adam bukan karena adam terbuat dari tanah dan ia dari api..bukan itu sama sekali...tetapi iblis adalah satu</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
satunya makhluk tuhan yang awalnya berada di bumi,karena ke solehannya ia di angkat ke langit ke satu setiap seribu tahun berzikir, hingga ia</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
di angkat ke langit ke 7 dan iblis adalah makhluk satu satunya yang mampu menjalankan perintah ALLAH membinasakan satu makhluk lain di</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
bumi sebelum adam yang karena sangat canggih dan tingginya ilmu makhluk itu hingga mereka menganggab merekalah tuhan,hingga ALLAH</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
murka dan memerintahkan para malaikat untuk membinasakan makhluk bumi tersebut, namun tak ada satupun para malaikat yang mampu. Nah saat di perintahkan kepada dakzail (nama awal iblis sebelum bernama iblis) ia mampu melakukan perintah itu dengan sempurna...inilah yang membuat ia merasa sangat tidak pantas sujud kepada adam makhluk baru sebagai</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
pengganti makhluk bumi yang baru di musnah kan itu,di tambah lagi adam belum memiliki kualitas iman dan keberhasilan apa apa dari perintah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tuhan...sungguh iblis benar benar laknatullah..di hadapan muka tuhan sendiri yang hijabnya sangatlah tipis ia berani beraninya</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
berbohong....saudara dapat bayangkan itu tinggi nya ilmu tipu daya iblis...</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Nah semoga pembukaan makrifat semula jadi alam semesta ini bermula dapat saudara pahami inti maktifat dari yang saya jelaskan di atas.</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
nah berikutnya memakrifatkan tanda lahir di tubuh dalam nabi Muhammad tersebut kepada tubuh kita,dengan cara seperti berikut saat saudara</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
membaca sholawat nariyah biasa,jika sampai pada kalimat yang saya sebutkan pertama itu "muhammadinil (maka rasakanlah dahulu bahwa bulu tubuh saudara tumbuhnya menyungsang, terbalik dari bulu tubuh orang biasa, bayangkan dan rasakan buluh tubuh rasullallah yang sungsang itu kini tengah terjadi atau tengah berada di tubuh saudara, jika saudara</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
putus makrifatnya maka bulu roma tubuh saudara akan merinding atau berdiri seperti orang terkena demam panas, jika sudah bangkit rasa</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tersebut barulah saudara sambung kalimat ayat sholawat nariyahnya kembali.... hingga tiba di ayat "roqhoibu" saudara kembali makrifatkan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
bahwa bulu rambut dada saudara kini berbentuk jalinan lafazd ALLAH,rasakan secara makrifat yang dalam...jika putus makrifat saudara</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
dengan tanda lahir ini maka dada saudara akan terasa ada hawa sejuk dan terkadang sampai dingin,juga seperti ada cahaya yang terpancar,nah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
jika sudah sampai pada rasa ini baru lanjutkan kembali sholawat nariyahnya dengan ayat berikutnya. Yang terakhir ayat yang saudara</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
baca sampai pada ayat washoh bihi " saudara makrifatkanlah bahwa saudara tengah berada di sekumpulan sahabat rasullallah dan saudara</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
telah melihat satu panji panji bendera yang berkibar menyungsang atau melawan arus angin...rasakan kibaran bendera yang melawan arus angin tersebut, jika perlu saudara mendengar suara kain panji tersebut bergerak gerak terkena angin (suara kain yang terkena kibasan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
angin)...setelah rasa ini dapat baru saudara habiskan bacaan sholawat nariyahnya hingga tuntas. lakukan cara makrifat naroyoh yaman ini</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
berulang ulang kali dalam setiap zikir sholawat nariyah..nanti jika rasa tanda lahir baginda nabi muhammad itu sudah terasa menyatu di</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
tubuh saudara maka pasti..setiap hentakan napas zikir sholawat nariyah yang saudara zikirkan akan membuat alam di sekitar saudara berubah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
secara nyata...saudara akan melihat alam dan makhluk makhluk di sekitar saudara hidup akan tunduk,segan,bahkan lari tunggang langgang</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
akibat dari energy atau kharomah dari sholawat nariyah itu yang sudah ber energy nyata di tubuh saudara,terkadang jika saudara berzikir</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
sholawat nariyah dengan putus makrifat tadi,benda benda nyata di sekitat saudara akan bergerak dengan sendirinya,ada yang tunduk dan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
ada yang terpental menjauh...dan yang lebih kagumnya..benda benda di alam ghaib yang masih berbentuk imaterial atau energy akan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
memadat/membentuk benda padat dan nyata (material) dan terlempar ke luar dari alam ghaib ke alam nyata di hadapan saudara.... dalam</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
beribadah sholat ataupun zikir ayat ilahi lainnya..jika tanda lahir ini saudara makrifatkan atau bawa saat sholat tersebut maka yang kini</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
sholat bukanlah lagi saudara tapi Muhammad yang sholat,dengan pahala dan kewajiban tetap hak milik saudara..sholatnya Muhammad,zikirnya</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Muhammad kata orang orang thariqot naqsabandiyah.... perlu di ingat orang yang tubuhnya telah mampu memakrifatkan/meletak kan rasa tanda lahir baginda nabi muhammad pada tubunnya maka secara pasti dan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
spontan segala racun racun yang berada di dalam tubunnya, baik racun guna guna santet dan energy negative maupun racun alami akan mencair</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
keluar lepas dari tubuh saudara,sebab baginda nabi muhammad tak mempan racun, baginda nabi muhammad tak sanggup di masuki guna guna, tubuh beliau di penuhi penawar segala racun dan guna guna..saudara pasti mendengar kisah kisah baginda yang di racun dan di guna gunai, semuanya tawar walau ada satu dua yg masuk tetapi dalam beberapa jam tawar...."mana yang tubuh mu,tubuh ku tubuh Muhammad,mana</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
yang iman mu,iman ku iman Muhammad,mana yang sholat mu, sholat ku sholat Muhammad,mana yang sholawat mu,sholawat ku sholawat Muhammad,mana yang sebenar nya kamu,aku yang sebenar aku adalah nur</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Muhammad.... dari pengkajian makrifat yang telah saya buka kan di atas saudara pasti telah mampu dan tau cara simple untuk menggunakan</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
sholawat naroyoh yaman ini dalam apliaksi penarikan pusaka ataupun emas dalam perut bumi..datangi tempat tersebut,tubuh dalam kondisi berwudhuk...zikirkan sekuat kuatnya sholawat nariyah dengan memakrifatkan tanda lahir baginda nabi muhammad di tubuh</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
saudara...maka lihatlah apa yang terjadi....jangankan benda pusaka, raja nya benda pusaka pun akan jinak dan tergila gila untuk</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
menjadikan saudara tuannya...silahkan bermakrifat dengan baginda nabi muhammad...lalu bernakrifatlah dengan alam sekitarnya..dan seterusnya gunakanlah..maka hasilnya sangat mengagumkan...selamat bermakrifat dengan sholawat naroyoh yaman....amin barokah</div>
<div style="font-family: sans-serif;">
Wassalamualaikum wr wb.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-51026595076165026792013-04-05T20:15:00.000-07:002020-04-21T05:51:47.637-07:00 AYAT SI JANTUNG HATI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br>
<i><b>A</b></i>YAT SI JANTUNG HATI<br>
<span style="background-color: #cccccc; color: white;"> </span></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="background-color: #cccccc; color: white;"><b><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinoSAHcsz_bBdfGdIzQdssZyWKmz5o6ONOXy03HdyOqFYBGWp3YJbWB5lqc7FwP_U5X7OCG68gHHzQGy8rMjG1BuoQOCWzcnJRFZMM1u_6_7-v0uYcX3oWPqNQmZk4ASv3dW2uHYX6EjDb/s1600/1587473503314936-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinoSAHcsz_bBdfGdIzQdssZyWKmz5o6ONOXy03HdyOqFYBGWp3YJbWB5lqc7FwP_U5X7OCG68gHHzQGy8rMjG1BuoQOCWzcnJRFZMM1u_6_7-v0uYcX3oWPqNQmZk4ASv3dW2uHYX6EjDb/s1600/1587473503314936-0.png" width="400">
</a>
</div><br></b></span></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="background-color: #cccccc; color: white;"><b><br></b></span></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><span style="background-color: #cccccc; color: white;"><b>Assallammualaikum yaa umil rasullin....salam rindu kangen ya penghulu para rasul,baginda nabi muhammad rasullallah sollallahu alaihi wassallam......
surat YASIN....pasti semua umat pemeluk agam yang paling adem yaitu agama islam mengenalnya,sesiapa yang tidak mengenal surat yasin maka ia belum mengenal siapa nabinya,begitu pepatah guru guru mengaji di kampung kita dahulu saat sebelum mengijazahkan serta mengajarkan kita awak membaca surat yasin...saya tidak perlu lagi menjelaskan apa manfaat serta dashyatnya khasiat dari surat jantung hati ini,semua umat muslim sudah sangat tau dan pernah merasakan betapa kuat dan tajamnya serta spontanitasnya efect fenomena alam yang terpancar dari surat si jantung ini tentu juga efect dashyatnya pahala yang di dapat bagi sesiapa yang mengamalkannya,saya bersumpah pernah mengamalkan surat si jantung hati ini cukup lama,dan percaya atau tidak kehidupan saya memang berubah 1000 degree menjadi sesuatu yang sangat membahagiakan,sungguh seperti yang tadi hidup laksana bumi,dalam waktu yang tiba tiba menjadi hidup laksana langit,banyak yang awalnya tidak mungkin rasanya saya capai menjadi sangat mudah hadir di hadapan saya,semua itu sangat nyata ber muara dari saya mengamalkan secara rajin walaupun sedikit surat si jantung hati ini.
surat Yasin adalah surat yang sangat dekat dengan jantungnya semua partikel alam semesta,termasuk jantung kehidupan setiap manusia,surat ini berkarakter flexibel atau keras tapi ia lunak dan kelihatannya lunak tetapi jika di bengkok kan dengan hawa nafsu ia akan menjadi sangat keras dan frontal,surat ini memang sangat tepat jika di katakan surat si jantung hati,karena maunah yang terkandung dalam surat ini memiliki sipat mengikuti saja apa yang di kehendaki oleh si pengamalnya,sangat berbeda dari surat surat lain yang memang memiliki satu saja maunah,sehingga jika pengamalnya tidak sinkron niat nya dengan maunah surat lain tersebut maka maunah nya tidak akan dapat di raih secara nyata,tentu pahala yang besar tetap si pengamal raih sebab mutlak hukumnya tauhid,membaca ayat suci surga dan pahala lah ganjarannya yang pasti,nah di situlah beda nya yang sangat lebar antara surat yasin dan surat surat lainnya.
menurut banyak para kiyai,ulama dan orang orang suhud yang mengamalkan surat yasin,mereka menafsirkan dan meyakini bahwa surat yasin adalah surat yang tercipta dari kasih sayangnya ALLAH kepada muhammad yang begitu dalam,sehingga ALLAH memberikan satu panggilan khusus kepada baginda nabi ini dengan panggilan Yasin atau yaumil rasullin (penghulu nya semua nabi) atau boleh juga kalimat yasin itu adalah kalimat panggilan sayang ALLAH kepada si jantung hatinya yaitu baginda nabi muhammad,dalam ayat alfateha betina kalimat si jantung hati ini juga di ucapkan dengan berbunyi "Zohirru robbi wal bathinu abdi" yang arti standarnya zohir tuhan ku kepada bathin muhammad.
dalam surat si jantung hati ini juga secara makrifat menjelaskan bahwa sesungguhnya nama ALLAH itu adalah nama tuhan yang ghaib dan saat tuhan menzohirkan namanya tuhan bernama muhammad,secara pemikiran biasa saja dapat di maknai....tuhan saat meng ghaibkan zat nya ia bernama ALLAH dan saat ia nyatakan zat ketuhannya Ia Bernama muhammad...ini baru secuil kecil seujung kuku rahasia yang terkandung dalam surat si jantung hati ini,masih banyak yang lebih luar biasa formula formula serta tehnik strategi rahasia alam semesta termasuk rahasia jitu tepat guna untuk kehidupan anak cucu adam dalam surat si jantung hati ini.
secara harfiah kita telah sangat hapal dan tau banyak hal mengenai surat ini,seperti setiap hari kita selalu melihat dan mendengar ibu ibu wiridan bulanan dengan membaca surat yasin,kita juga sangat tahu banyak bahwa setiap berziarah ke makam makam keluarga orang orang pasti memulainya dengan membaca surat yasin,kita terkadang juga pernah mendengar ada orang yang di bacakan surat yasin oleh seseorang hingga membuat orang tersebut terkena sesuatu yang menyakitkan,tentu si pembaca tadi bersumpah dengan surat yasin agar orang ia dendami itu menjadi sakit karena kezolimannya tentunya,kita juga kerap mendengar bahwa ada orang yang sangat susah meninggal dunia,di bacakan surat yasin maka secara ijin ALLAH menjadi mudah dan khusnul khotimah meninggalnya,kita juga sering melihat ada banyak paranormal yang setiap menarik emas harta tependam beserta pusaka pusaka lainnya dengan memulai ritual dengan membaca surat yasin,bahkan ada banyak orang yang pernah kita dengar mampu berjalan ke alam ghaib dan mendengar suara ruh yang di siksa atau mendapat keindahan di alam kubur hanya dengan membaca suray yasin semata mata,tiada yang lain.....
sungguh semua ini telah lama kita dengar dan mungkin kita sendiri yang mengalami,namun ada juga sangat banyak para pengamal tidak mendapatkan fenomena fenomena yang saya tulis di atas tadi,adakah perbedaan tajwid surat atau tehnik membaca surat yasin itu berberbeda beda antara kita dan orang lain tersebut sehingga menyebabkan kita belum dapat meraih maunahnya dan orang lain telah lama menikmati maunahnya...? saya jawab langsung tidak ada..!!!!,kita dan orang lain tersebut membaca surat yasin mau di manapun pastilah sama cara membacanya,sebab jika berubah tentulah berubah surat dan ayatnya,tentunya merubah ayat adalah haram hukumnya dalam agama islam..!!!!
lalu di mana bedanya dan bagaimana kesamaannya..? bedanya adalah berada pada cara mengkaji maunah serta rahasia rahasia yang terkandung dalam surat tersebut,yang kesamaannya adalah kita dan orang tersebut sama sama mengaji,maka dapatlah kita pilah pilih yaitu..ternyata kita sama sama mengaji surat yasin dengan siapapun pengamalnya tetapi orang lain tersebut mengaji sambil mengkaji,dan kita selama ini hanya mengaji sambil termenung...hehehheee...
oleh sebab itu saya terniat mencoba untuk sedikit berbagi cara mengaji surat yasin sambil mengkaji maunah maunah rahasia surat si jantung hati ini kepada saudara saudara lain,tentu perlu di ingat pengkajian saya ini sangatlah dangkal ilmunya tidak setinggi dan sepaham para ahli makrifat lain,namun tiada salah apapun secara hukum agama dan hukum pidana seseorang berbagi pengetahuannya walaupun cetek kepada orang lain,bukankah baginda nabi muhammad pernah ber filosofi bahwa " jangan engkau lihat siapa yang berbicara tapi lihatlah apa yang ia bicarakan"....nah semoga para saudara saudara lain dapat memaklumi apa yang saya maksud ini,tidak ada secuil pun saya terniat mengajarkan bebek berenang,walaupun saya mengarungi laut cina selatan dengan berenang,karena kapal yang saya tumpangi pecah body di tengah laut,jadi ya kepaksa berenanglah kalau mau hidup..hehehhehee
begini tata cara mengaji sekaligus mengkaji surat si jantung hati ini selama saya amalkan bertahun tahun dahulu tentu hingga hari ini juga masih tetap saya amalkan.......
pertama yang akan kita bahas adalah "PORI PORI/LOBANG NAPAS ATAU LOBANG UDARA/CUPU MAUNAH dari surat yasin ini,apa yang di maksud pori pori ayat dan di mana letak pori pori ayat tersebut berada dalam semua surat itu,lalu bagaimana cara serta tehnik untuk membuka pori pori ayat tersebut...
langsung saja...dalam surat si jantung hati itu terdapat 9 titik pori pori ayat yang harus si pengamal buka,kenapa harus di buka..? tentulah semua orang tau apa pungsi pori pori pada tubuh kita,begitu juga pada sebuah ayat...jika pori pori dalam sebuah ayat masih tertutup maka energy penting dalam ayat tersebut tentulah tidak akan terbuak keluar sehingga khasiat atau maunah dari sebuah ayat yang kita baca dan amalkan sangat sulit untuk dapat bereaksi ke alam nyata,tubuh manusia juga begitu jika pori pori tubuhnya tidak bisa di buka maka hawa panas yang berkumpul dalam tubunnya tidak akan mampu keluar,sehingga manusia tadi akan mengalami demam atau panas dalam yang sangat akut,benda benda bertuah seperti batu,kayu,besi dan lain lainnya juga jika hendak menampilkan khasiatnya pori pori dari benda tersebut harus mampu terbuka,barulah apa energy yang ada dalam benda tersebut dapat di gunakan oleh makhluk nyata....begitu lah jua yang di alam oleh semua surat atau ayat suci,di dalam ayat tersebut sudah di kurung energy ketuhanan sebagai ruh hidup dari ayat tersebut,jika kita hanya membacanya tampa mampu kita buka pori pori ayat tersebut maka energy ruh dari ayat tersebut akan tetap terkurung dan terkunci dalam ayat tersebut sehingga kita hanya dapat meraih pahala yang teramat besar dari tuhan seru sekalian alam akan mengaji ayat tersebut,sementara kita telah berniat selain niat pahala membaca yaitu hendak menggunakan energy ruh ayat tersebut untuk berbagai keperluan logica hidup...oleh sebab itu sebelum menjadi pengamal surat si jantung hati,kita harus membuka dahulu pori pori dari surat tersebut..
saudara pernah mendengar YASIN SEMBILAN( yasin 9 ) yang biasanya terdapat pada uang tongkat keramat yang kononnya uang bergambar nabi musa itu memiliki khasiat si pemegang tidak mempan segala jenis senjata atau tidak mempan di tembak senjata api..? pasti semua pembaca sudah mengetahuinya dan saya pun pernah memilikinya,benda tersebut memang boleh di test kapan saja bahkan di gantung pada leher se ekor ayam biasa lalu ayam itu di tembak oleh siapa saja pun juga tidak mempan apa apa,bahkan tidak bergerak sedikitpun bulu ayam tersebut saat berbenturan dengan pelor senjata....uang tongkat ini juga sudah lama di miliki dan di gunakan oleh manusia manusia indonesia sejak jaman perang hingga jaman sekarang ini...
nah kenapa ada 9 yasin/kalimat yasin dengan huruf hijaiyah yang tertulis pada uang tongkat tersebut..? di sini lah rahasia sebenarnya dari pori pori surat si jantung hati ini...."DI DALAM SURAT YASIN TERDAPAT 9 INDUK PORI PORI YANG MENGGURUNG ENERGY RUH DARI SURAT YASIN TERSEBUT,9 PORI PORI ITU TERDAPAT PADA AYAT DI BAWAH INI :
" YASIIIN" di kalimat yasin ini terdapat 3 lubang pori pori surat yasin yang harus di buka.
"AH LALAN" pada ayat 8 surat yasin ini terdapat 1 pori pori yg harus di buka
"FA AH SAINAHUM" pd ayat ke 9 surat yasin ini 1 pori pori harus di buka
"SUBHANALL" pd ayat 36 ini terdapat 1 pori pori yang harus di buka
"WASYSAMSU" pd ayat 38 ini terdapat 1 pori pori yang harus di buka
"QAULAM MIR RABBIIR RAHIIM" pada ayat 58 terdapat 3 pori pori yang harus di buka
"ALAM A'HAD " pd ayat 60 ini terdapat satu pori pori yang harus di buka
"KUN FA YAKUN" pd ayat 82 ini terdapat 5 pori pori yg harus di buka
"ILAIHI " pd ayat 83 ini terdapat 1 pori pori yang harus di buka.
lalu selanjutnya bagaimana cara membuka ke 9 pori pori ruh ayat tersebut...begini cara paling mudahnya:
pertama harus dalam ke adaan berwudhuk,bacalah dengan di dahului bismillahhirrahmannirrahim lalu di sambung dengan syahadat satu kali,baru mulai membaca surat si jantung hatinya,saat sampai pada setiap ayat yang saya tulis di atas maka bethentilah sejenak,hirup napas lalu hembuskan agar tenang kondisinya lalu sambung kalimat ini "ilahi anta maksudi wiridka matlubi,a..aktini mahabat wa maktifat ( sebut ayat yang ada pori porinya) lahumul alfateha..baca alfateha satu kali,jika pori porinya satu yang harus di buka,jika 3 maka alfateha nya di baca 3x juga...setelah itu baru lanjutkan kembali membaca surat yasin selanjutnya dengan bacaan seperti biasa...setiap pembacaan tiba pada ayat yang ada pori porinya maka berhentilah sejenak dan buka pori porinya dengan cara seperti yang telah saya jelaskan di atas tadi,lalu lanjutkan kembali hingga selesai membaca surat yasin tersebut.
setelah selesai jika akan mengulangi kembali membaca surat yasinnya maka membacanya seperti biasa saja tampa harus di buka lagi pori porinya...sebaiknya biasakan mengulangi membaca surat yasin sebanyak 3 x ulangan setiap mengamalkannya agar reaksi ruh energy nya lebih frontal terasa dalam kehidupan nyata kita,setelah itu silahkan lihat apa yang terjadi pada setiap simpul sendi sendi kehidupan kita.....subhanallah sesuatu yang sangat luar biasa akan saudara alami..... semoga dapat di amalkan dan menambah keteguhan kita kepada ALLAH SWT sebagai akar dari segala akar setiap solusi dalam hidup ini,mohon di maafkan jika terkurang bahasa tersilap kata...</b></span><br>
<span style="color: white;"><b style="background-color: #cccccc;">wassallammualaikum</b></span><br>
<span style="background-color: #999999; color: white;"></span>rajaryzalkelayang@gmail.com by Raja Ryzal Kelayang.SH.MH
Diposkan oleh Raja ryzal kelayang.SH.MH di 10:36 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! </div>
Unknownnoreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-33090641959817083672013-04-05T20:12:00.001-07:002019-06-02T20:44:48.697-07:00ILMU MANUNGGALING KAWULO GUSTI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br>
ILMU MANUNGGALING KAWULO GUSTI (MEMBUKA AINUL BASHIRO UTK BISA TAHU INGSUN SEJATI)
DALANG SOSRO BHIROWO fannyprisdiant@yahoo.co.id<br>
<br>
<i><b><span style="font-size: x-large;">A</span></b></i>ssalamu ‘Alaikum wr wb….<br>
Salam Hormat Saya buat semua Bolo Sejati…..Salam Cinta dari Saya…….Salam Hormat Buat sesepuh2 di Universitas Energi Sejati….Khususon Buat Mbah Abdul Jabbar (Ki Dalang Cipto Kawedar)…..Anda Adalah Pribadi yg Luar Biasa…..Suatu Kehormatan Bagi saya Bisa BerPasangan dg Njenengan dalam Mengelola Universitas Energi Sejati…..bagi Saya Anda Adalah Sang Pencerah….Persamaan Anda Dengan Saya Adalah….Rasa Kasih sayang Kepada Mereka yg Ingin Belajar……Krn Sesungguh nya….Murid Murid Saya juga Murid Murid Njenengan…..Dan Bagi Murid Murid Saya…Harap baca dan Pahami Tulisan Tulisan ilmu yg di Babar Mbah Abdul Jabbar….krn Ilmu Dunia Juga Penting….
ILMU KHUSUSON MURID MURID SAYA.
Jika Dulu Saat saya berbagi Ilmu Ghaib…..mk Saya Nggak mau di Anggap Guru… tp Di Anggap sbg Saudara saja….. Tp Bagi PENGAMAL ASMA DZAT…..maka Mutlak…. Sang Pengamal Harus Bersedia Menjadi Murid saya…..Krn Ilmu ini Bukan Ilmu mainan…. Juga bukan Ilmu Ghaib… tp jk Di Niatkan utk Hal Ghaib…. Sungguh Luar Biasa… krn Itu TULISAN SAYA INI UTK MEMPERJELAS SEMUA NYA….. Dan Tulisan Saya ini hanya Khusus Buat Murid Murid Saya….. jadi ketika Anda Sudah MENDAFTAR DI KOMENT maka Anda Sudah Menjadi Murid Saya….. Dan Amalkan Asma Dzat…….<br>
Lafal Asma Dzat: <span style="background-color: #0b5394;"><b>ALLOHU DZAT MANUNGGAL INGSUN LAA ILAHA ILLALLOH MUHAMMADAROSULULLOH KUN FAYAKUUN</b>.</span> (UTK JALAN BATIN /TAREKAT NYA… Yg harus Anda Lakukakan Adalah….. Baca Asma Dzat 11x Tahan Napas…… NIAT INGSUN MENYATU DG DZAT NYA ALLAH…… lalu baca Asma Dzat Sebanyak banyaknya Dalam Hati Sambil Mata Terpejam….. Bisa di lakukan dengan Waktu BEBAS…. krn Allah Ada Setiap Waktu….. Bahkan Setelah Sholat juga Sangat Bagus di Amalkan….. Juga dengan Waktu Khusus…. atau Bisa Juga Setiap Anda Aktifitas juga baca dalam Hati sebanyak banyaknya…. Meski sedang aktivitas) Tujuan dari Semua Itu Adalah Utk Benar benar Menyatu Dengan Dzat Nya Alloh….. Krn dengan Niat Meyatu Dengan Dzat Nya Alloh Maka itu akan Menjadi ruh bagi Ibadah Anda…. sholat Anda…. Amal Anda… Krn Itulah Mutlak harus ada seorang Guru…. dan Kita Jadikan Universitas Energi Sejati sebagai Tempat Belajar mengajar…. Jika Semakin Lama Kita NIAT MENYATU DG DZAT NYA ALLOH…. maka itu yg terbaik….. Bahkan otomatis Power Anda Jadi Luar Biasa…… Ingat… Niat Nya Utk Menyatu dg Dzat Nya Alloh… utk Mituhu Marang Gusti Alloh… Bukan utk Power…. Tp Jika di Scann… Pengamal Asma Dzat Akan Nampak Cahaya Putih Terang Benderang…. Bagi yg Bisa Scann bisa scann Saya….. Aries Prisdiant Posisi di Surabaya…. Tapi Meski Kita Mengamalkan Dengan Niat Mituhu Marang Gusti…. Maka semakin Lama Kita akan Menyatu Dengan Dzat Nya Gusti Allah….. Mk Keinginan Akan di Kabulkan….. Jadi Bisa Di Niatkan…. utk Lintas Dimensi Ghaib atau Hal yg Lain…. dan Jika Ternyata Bisa Menembus Dimensi…. Mk percayalah itu Adalah Campur Tangan Dzat Nya Allah dengan Lantaran Ilmu Nya…..
ILMU MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI SEBAGAI ILMU TAUHID YG TERTINGGI.
Manunggaling Kawulo lan Gusti…… Kawulo (Hamba) Ya tetaplah Kawulo (Hamba)…. Gusti (Tuhan Allah) Ya tetaplah Gusti (Tuhan Allah)…. Dan Hamba bukanlah Gusti…. Dan Gusti Akan selalu jadi Gusti…. Dan Yg Paling Utama Adalah Gusti….. Krn Gusti Adalah Tujuan…. Karena itulah Ilmu Manunggaling Kawulo lan Gusti dg Jalan Tarekat Asma Dzat Adalah Upaya Meniadakan Diri Kita…. Kita benar benar Nggak Ada (dlm Dimensi Rasa)….. krn Kita akan benar benar seperti wayang….. Dan Sang Dalang adalah Gusti Allah….. Dan Pengamal Asma Dzat Mampu Merasakan Hal itu….. Seolah Mati Sak Jerone Urip lan Urip sak Jerone Mati…. Karena Tujuan Utama Adalah Allah….. Dan Ilmu manunggaling Kawulo lan Gusti Adalah Sebuah peperangan Yg Sangat besar Melawan hawa Napsu Kita….. Karena Itulah Di sebut Ilmu Tauhid yg tertinggi……. karena Itu Jangan banyak Tanya…. Lakukan Dan Rasakan…. (Kata Mbah Abdul Jabbar…. JUST DO IT….. Itu Benar…. man Jadda Wajadda)
Jadi Ingsun Sejati Kita Memiliki Kemampuan menembus Dimensi apa saja…… dan Ingsun sejati Bukan Raga sukma atau Pengracutan…… Bisa Tanya Tentang Ingsun Sejati kepada Ki Agengg JJ krn sudah merasakanya dan Tanyakan Tentang Raga Sukma…… Krn beliau adalah Pakar Ilmu Ghaib…. Maklum… Sesepuh Banten…… DAN UTK TAU INGSUN SEJATI HARUS TERBUKA AINIL BASHIRO NYA……..
UTK TAUFIK RIZKI…… MARTHA…… PERMONO SHIDIQ…. Teruskan Bimbing Murid murid Saya…. saya Titipkan Kata kata saya Melalui Kata kata Kalian semua……. Saya sangat bangga Bisa di Pertemukan dengan Kalian Bertiga….. Teruskan……. Gusti Allah yg Membalas…… BANTU AGAR AINUL BASHIRO TERBUKA…… DAN TAU INGSUN SEJATI……… TETAP BERDIRI TEGAK MENUJU ALLAH….. MITUHU MARANG GUSTI……. SEMANGAT AMALKAN ASMA DZAT……
Catatan : Tulisan ini saya ambil dari blog Universitasa Energi Sejati sesuai dengan aslinya. Semoga bermanfaat.</div>
Unknownnoreply@blogger.com58tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-78432258319951216762012-10-05T13:00:00.002-07:002020-04-21T05:47:17.317-07:00Syech Siti Jenar Menyatu Dengan Dzat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br>
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-vLk1dxlyuv0/Te-m37btrrI/AAAAAAAAAW0/t4crn2zFRgU/s1600/Nmas%25252Bnur.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"></a><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZhGnsmYQtCzsAkMLLPRliTJAW4pwDO9_7nN3X-YXDdTS52pL8qQKodUNPEOOIWSBUkROzJr72LMVUOYGsbXQ3EgVwKe_7_VP2-GzcR_D9XcA6fVS-4nuZxH-GBxg3SjaYKh-3mIXA7gpq/s1600/1587473233055786-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZhGnsmYQtCzsAkMLLPRliTJAW4pwDO9_7nN3X-YXDdTS52pL8qQKodUNPEOOIWSBUkROzJr72LMVUOYGsbXQ3EgVwKe_7_VP2-GzcR_D9XcA6fVS-4nuZxH-GBxg3SjaYKh-3mIXA7gpq/s1600/1587473233055786-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Syekh Siti Jenar Menyatu Dengan Dzat (Ajal)<br>Oleh Herdi Pamungkas<br>Syahdan di tepi jalan perkampungan Negeri Demak, seorang lelaki paruh baya berjalan dengan tenang. Wajahnya<br>putih memancarkan cahaya, janggut serta cambang berwarna kebiruan. Rambut dikepalanya tertutup blangkon<br>berwarna hitam garis pinggir merah menyala, begitu juga sorban, gamis dan jubahnya dengan latar hitam<br>bercorak merah.<br>Lelaki paruh baya itu bertubuh sedang, berjalan tenang, lengan kanannya menggenggam tasbih seraya mulutnya<br>komat‐kamit mengumandangkan dzikir.<br>Pada kelokan jalan sunyi yang dihiasi semak belukar dan pepohonan kanan kirinya, tiba‐tiba muncul tiga orang<br>lelaki berpakaian serba hitam dengan ikat kepala, bertubuh kekar seraya menghadang.<br>“Berhenti kisanak!” Lelaki bertubuh kekar dan berkumis tebal menyilangkan golok didepan dadanya.<br>“Mengapa saya harus berhenti? Bukankah jalan ini milik Allah? Siapapun punya hak untuk menggunakannya.” ujar<br>lelaki berjubah.<br>“Saya tidak mengerti Allah! Pokoknya kamu harus berhenti,” ujarnya lagi.<br>“Saya sekarang sudah berhenti. Apa yang akan kisanak lakukan pada saya? Apakah akan menebas batang leher<br>saya dengan golok itu?” tanya lelaki berjubah dengan tenang.<br>“Benar, saya akan menebas batang leher kisanak jika tidak menyerahkan uang dan emas yang kisanak miliki.”<br>ancam lelaki berkumis.<br>“Kenapa, kisanak mesti berbuat seperti itu jika hanya menginginkan uang dan emas. Tidakkah uang dan emas itu<br>hanya hiasan dunia yang tidak memiliki arti hakiki bagi kisanak.” ujar lelaki berjubah.<br>“Jangan banyak bicara, kisanak! Ayo serahkan uang dan emas pada kami, jika leher kisanak tidak mau kami<br>penggal! Rupanya ki sanak belum mengenal saya Ki Kebo Benowo, rampok hebat di dusun ini!” ucapnya.<br>“Saya tidak mengenal, kisanak. Bukankah kita baru hari ini bertemu? Lalu kisanak mengancam saya untuk<br>memenggal leher dan meminta uang dan emas. Maka untuk itu saya persilahkan jika itu keinginan kisanak.<br>Penggalah leher saya dan …” ujar lelaki berjubah tetap tenang.<br>“Keparat! Mampus kau!” Ki Kebo Benowo bersama ketiga temannya menerjang lelaki berjubah seraya<br>membabatkan golok ke leher, pinggang, dan dada lawan.<br>Lelaki berjubah tidak bergeming melihat sambaran golok yang akan mencincang tubuhnya, tetap berdiri pada<br>tempatnya dengan dzikir dari mulutnya terdengar pelan.<br>Ketiga golok tidak pelak lagi menghantam sasaran. Namun tidak meninggalkan bekas sedikit pun. Golok yang<br>dihunjamkan ke tiga rampok laksana membabat angin, tidak bisa melukai, bahkan menyentuh.<br>“Aneh…manusiakah?” Ki Kebo Benowo, menghentikan serangan. Seraya berdiri tegak, matanya terbelalak heran,<br>napasnya tersengal‐sengal berat. Kedua temannya melongo.<br>“Di dunia ini tidak ada yang aneh kisanak. Bukakankah Hyiang Widi itu telah menyatu dengan kita?” ujar lelaki<br>berjubah.<br>“Hyiang Widi?” Ki Kebo Benowo paham. Sebab pernah mengenal agama Hindu sebelumnya. “Lalu siapakah nama<br>kisanak?”<br>“Saya, Syekh Siti Jenar. Kisanak, keinginan yang pertama telah saya penuhi, memenggal. Keinginan kedua uang<br>dan emas menengoklah ke sebrang jalan. Saya permisi.” Syekh Siti Jenar membalikan tubuhnya dan meneruskan<br>langkah.<br>Ki Kebo Benowo beserta ketiga temanya, lalu melirik ke sebrang jalan. Betapa tercengangnya mereka, karena<br>melihat pohon emas dan uang.<br>“Emas dan uang, ayo kita ambil!” ketiganya bersorak, lalu memburu sebrang jalan.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Kebo Benowo dan kedua temannya sibuk memunguti daun emas. Seluruhnya diambil dan dibungkus dengan kain.<br>“Hahaha, kita pasti kaya dalam waktu singkat.” tawa Kebo Benowo.<br>“Ki, tidakkah kita aneh pada kejadian ini?” tanya Loro Gempol.<br>“Benar juga? Dia bisa menciptakan emas dan uang juga memiliki kesaktian yang sangat hebat.” Kebo Benowo<br>membalikan tubuhnya, matanya mengintai ke tempat Syeh Siti Jenar berdiri. “E,eh, kemana orang tadi?”<br>“O, ya? Masa dia bisa menghilang?” Loro Gempol mengerutkan dahi, tangannya garuk‐garuk kepala.<br>“Manusiakah dia? Makhluk halus?” Kebo Benowo menarik napas dalam‐dalam. “Aku rasa dia manusia sakti<br>mandraguna. Sebaiknya kita berguru padanya agar memiliki kesaktian.”<br>“Benar, Ki. Jika kita sudah sakti bisa menundukan semua rampok dan berada dalam perintah kita. Kalau kita sudah<br>menguasai para rampok tentu tidak akan capek tinggal menunggu setoran.” tambah Loro Gempol.<br>“Namun Syehk Siti Jenar menghilang? Kemana kita mesti mencari?” Lego Benongo ikut bertanya. Sedari tadi dia<br>hanya mematung belum hilang rasa kagumnya terhadap Syeh Siti Jenar.<br>“Kita telusuri saja jalan ini. Kemungkinan dia menuju ke pusat Kerajaan Demak,” Kebo Benowo menduga‐duga.<br>***<br>Syehk Siti Jenar, telah sampai ke pusat Kerajaan Demak. Langkahnya yang tenang serta penuh wibawa tidak lolos<br>dari pandangan para prajurit penjaga keamanan. “Siapakah lelaki itu?” tanya prajurit kerempeng pada temannya<br>yang bertubuh tambun.<br>“Wali,” jawab si Tambun tenang.<br>“Pakaiannya mirip wali songo, tapi saya baru kali ini melihatnya. Kita perlu menanyai dan memeriksa orang yang<br>tidak dikenal, mungkin saja dia pemberontak yang lagi menyamar.” ucap si Kerempeng penuh curiga.<br>“Biarkan saja, siapa tahu dia sahabatnya para wali. Buktinya dia berjalan menuju mesjid.” si Tambun tetap tenang.<br>“Meskipun demikian kita tetap harus menjalankan tugas. Ayo kita hadang dia dan tanya maksud kedatangannya!”<br>si Kerempeng bergegas menenteng tombak dan tameng, mengejar langkah Syekh Siti Jenar.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Berhenti, Kisanak!” teriak si Kerempeng, seraya menghadang langkah Siti Jenar dengan gagang tombak.<br>“Kenapa kisanak menghadang saya? Bukankah saya tidak pernah mengganggu ketenangan kisanak?” tanya Syekh<br>Siti Jenar tenang.<br>“Meskipun demikian itu adalah tugas saya selaku prajurit Demak.” jawab si Kerempeng.<br>“Kisanak hanyalah seorang prajurit Demak, tidak lebih hebat dari prajurit Allah. Bukakah prajurit Allah itu ada<br>empat?” urai Syekh Siti Jenar dengan pandangan mata sejuk.<br>“Saya tidak mengerti dengan perkataan, Kisanak?”<br>“Bukankah jika Kisanak tidak paham akan sesuatu diharuskan bertanya. Namun tidak semestinya kisanak<br>menunjukan kesombongan, menepuk dada karena berkasta prajurit, dan berlaku kasar terhadap<br>rakyat seperti saya. Padahal kisanak hanyalah prajurit biasa yang lemah tidak sehebat prajurit Allah yang empat<br>tadi.” jelas Sekh Siti Jenar.<br>“Perkataan kisanak semakin membingungkan saya?” si Kerempeng geleng‐gelengkan kepala. “Terdengarnya<br>kisanak semakin melantur saja. Mana ada prajurit Allah empat, para Wali di sini tidak pernah mengajarkan seperti<br>itu.” si Kerempeng semakin mengerutkan dahinya.<br>“Jika para wali tidak mengajarkan, maka saya akan memberitahu kisanak…” ujar Syehk Siti Jenar tersenyum.<br>“Saya tidak mungkin mempercai kisanak, kenal juga baru sekarang. Saya lebih percaya kepada para wali yang<br>telah mengajarkan agama dengan baik dan bisa dipahami.” si Kerempeng garuk‐garuk kepala, lalu keningnya<br>mengkerut lagi.<br>“Apakah kisanak mesti belajar pada orang yang sudah dikenal saja? Padahal kebenaran bisa datang dari siapa saja<br>dan dari mana saja, baik yang sudah dikenal atau pun tidak dikenal oleh kisanak.<br>Karena ilmu Allah sangatlah luas, meski seluruh pohon yang ada didunia ini dijadikan penanya serta laut sebagai<br>tintanya, tidak akan sanggup mencatat ilmu Allah. Sebab itu ilmu yang dimiliki manusia hanyalah sedikit.<br>Seandainya kisanak berada di tepi samudra, lalu mencelupkan jari telunjuk, setelah itu diangkat kembali, maka<br>tetes air yang menempel di ujung telunjuk itulah ilmu yang dimiliki kisanak.” terang Syekh Siti Jenar, seraya<br>menatap si Kerempeng.<br>“Jika demikian berarti kisanak sudah meremehkan saya. Padahal saya tidak bisa diremehkan oleh rakyat seperti<br>kisanak, saya prajurit Demak sudah diberi ilmu oleh para wali. Kisanak beraninya menyebut‐nyebut prajurit Allah,<br>yang tidak pernah para wali ajarkan. Kisanak telah menciptakan ajaran yang keliru!” si<br>Kerempeng berbicara agak keras, seraya keningnya semakin mengerut kebingungan menanggapi perkataan Syeh<br>Siti Jenar.<br>“Kisanak tidak bisa menganggap saya keliru, jika belum paham pada perkataan tadi.” Syekh siti Jenar tetap<br>tenang. “Ketidak pahaman kisanak yang memicu kesombongan dan kedengkian akan sesuatu.<br>Padahal apa pun yang saya katakan bisa dibuktikan. Prajurit Allah yang empat bisa saya datangkan dihadapan<br>kisanak dengan keperkasaannya.” ujar Syekh Siti Jenar tersenyum tipis.<br>“Omong kosong! Coba mana prajurit Allah yang empat tadi, buktikan jika memang ada!” si Kerempeng semakin<br>pusing dan jengkel, giginya menggeretak.<br>“Kisanak tidak akan kuat menghadapi empat prajurit sekaligus. Maka saya cukup datangkan satu saja, itu pun<br>hanya sebuah pelajaran untuk kisanak.” Syekh Siti Jenar mengangkat tangan kanannya ke atas.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Mana! Ayo datangkan!” tantang si Kerempeng.<br>“Datanglah prajurit Allah yang bernama angin, berilah dia pelajaran agar tidak angkuh dan sombong.” itulah<br>ucapan Syekh Siti Jenar.<br>“Akhhhh! Tolonnnggg!” si Kerempeng berteriak, seraya tubuhnya melayang di udara diterpa angin yang sangat<br>kencang, lalu jatuh di atas semak‐semak.<br>“Itulah salah satu prajurit Allah dari empat prajurit yang lebih dahsyat.” Syehk Siti Jenar masih berdiri dengan<br>tenang, matanya yang sejuk dan tajam memandang si Kerempeng yang kepayahan dan terbaring di atas semak.<br>“Maafkan teman saya, Kisanak.” si Tambun mendekat penuh hormat.<br>“Sejak tadi pun saya memaafkan teman kisanak. Namun dia tetap berlaku sombong dan menantang pada<br>kekuasaan Allah. Sudah selayaknya diberi pelajaran agar menyadari kekeliruan.” terang Syekh Siti Jenar seraya<br>melirik ke arah si Tambun.<br>“Terimakasih, kisanak telah memaafkan teman saya. Bolehkah saya tahu nama kisanak?” si Tambun bertanya.<br>“Kenapa tidak. Karena nama itu hanya sebuah sebutan, asma, dan bukan af’al. Orang menyebut saya Syekh Siti<br>Jenar,” terang Syekh Siti Jenar tenang.<br>“O, ya…” si Tambun mengerutkan kening mendengar ucapan yang kurang dipahaminya.<br>“Gendut, tangkap lelaki asing itu! Dia memiliki ilmu sihir.” teriak si Kerempeng seraya bangkit dari semak‐semak.<br>“Kisanak sangat keliru jika menuduh ilmu yang saya miliki sihir. Padahal sihir itu bukanlah ilmu yang patut<br>dipelajari oleh orang yang beragama islam. Kisanak masih belum paham, bahwa yang melempar tadi adalah<br>prajurit Allah.” Syekh Siti Jenar menatap tajam ke arah si Kerempeng yang menghunus pedang.<br>“Omong kosong! Kisanak datang ke Demak sudah jelas berniat menciptakan kekacauan, ditambah lagi dengan<br>ucapan melantur dan mengada‐ngada. Selayaknya kisanak kami tangkap!” si Kerempeng mendekat, ujung pedang<br>yang terhunus ditujukan ke leher Syekh Siti Jenar.<br>“Jika ingin menangkap tangkaplah saya. Janganlah sekali‐kali kisanak mengancam saya dengan ujung pedang,<br>karena pedang hanyalah buatan manusia yang tidak berdaya. Berbeda dengan wujud<br>kita yang diciptakan Allah….” Syekh Siti Jenar tetap berdiri tenang, meski ujung pedang yang tajam berjarak<br>sejengkal lagi menuju leher.<br>“Pedang ini jangan kisanak remehkan! Tidakkah takut seandainya pedang ini memenggal leher kisanak? Satu kali<br>tebasan saja, leher kisanak sudah putus.” ancam si Kerempeng.<br>“Tidak mungkin kisanak. Sebab pedang bukan prajurit Allah, hanyalah sebuah benda mati.” Sekh Siti Jenar tetap<br>tidak bergeming.<br>“Keparat, lihat saja!” si Kerempeng mengayunkan pedang dibarengi dengan emosi, pedang tidak pelak lagi<br>menghantam sasaran, sebab Syekh Siti Jenar tidak menghindar sedikit pun.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Hentikan!” si Tambun berteriak, matanya terbelalak.<br>“Diam kamu prajurit!” tiba‐tiba terdengar suara yang menggetarkan, beberapa saat kemudian muncul sosok lelaki<br>berjubah hitam, mengenakan blangkon.<br>“Kanjeng Sunan Kalijaga,” si Tambun menahan kedip. Kemunculan Sunan Kalijaga yang baru keluar dari mesjid<br>Demak sangat mengagetkan. Padahal Sunan Kalijaga tidak berbuat apa‐apa hanya berteriak tidak terlalu keras,<br>tapi si Kerempeng mematung sambil mengayunkan pedang. “Hebat Kanjeng Sunan…” si Tambun menggelenggelengan<br>kepala seraya menarik nafas dalam‐dalam.<br>“Selamat datang saudaraku, maafkan kelancangan prajurit Demak yang kurang memahami sopan‐santun.” Sunan<br>Kalijaga menatap Syekh Siti Jenar yang tidak bergeming. “Tidak memilikinya sopan‐santun karena keterbatasan<br>ilmu dan kedangkalan pengetahuan.”<br>“Benar, Sunan.” tatapan Syekh Siti Jenar beradu dengan mata Sunan Kalijaga yang sejuk dan berwibawa, lalu<br>menembus ke dalam batin. Maka berbincanglah mereka melalui batin.<br>Sejenak keduanya saling tatap, lantas terlihat ada senyum tipis yang tersungging. Lalu saling peluk dan saling<br>tepuk bahu. Setelah itu terlihat gerakan tangan Sunan Kalijaga mempersilahkan tamunya untuk menuju masjid.<br>Prajurit Tambun mengerutkan dahi, “Apa yang sedang mereka bicarakan? Kenapa berbincang‐bincang tanpa<br>suara? Mungkinkah dengan saling menatap saja bisa berbincang‐bincang?”<br>“Sudahlah Saudaraku sesama muslim, kita berbicara secara lahiryah saja, sebab akan membingungkan orang yang<br>melihat.” ujar Sunan Kalijaga, seraya berjalan berdampingan menuju masjid Demak.<br>“Baiklah, Sunan.” Syekh Siti Jenar mengamini.<br>“Ilmu apa yang mereka miliki?” si Tambun mengikuti langkah keduanya dengan tatapan mata, hingga menghilang<br>di balik pintu gerbang masjid Demak. Lalu tatapan matanya berputar ke arah temannya yang baru saja bisa<br>menggerakan tubuhnya.<br>“Gendut, kenapa aku tidak bisa bergerak waktu terjadi pertemuan antara Kanjeng Sunan dan tukang sihir.” si<br>Kerempeng mengelus dada, sambil menyarungkan lagi pedang ditempatnya. Kemudian duduk, setengah<br>menjatuhkan pantatnya di atas ruput hijau, kakinya dilentangkan, nafasnya ditarik dalam‐dalam.<br>“Itu semua pengaruh ilmu yang mereka miliki. Kita sebagai prajurit biasa tidak mungkin bisa mencapai ilmu para<br>wali. Berbincang‐bincang juga cukup dengan tatapan mata, orang lain tidak bisa mendengar apa yang sedang<br>mereka bicarakan. Sangat hebat.” si Tambun garuk‐garuk kepala. Otaknya tidak sanggup memikirkan, apalagi<br>menganalisis perilaku Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga.<br>“Gendut, sebenarnya apa yang tadi terjadi ketika saya jadi patung?” si Kerempeng masih belum paham. “Kenapa<br>si tukang sihir itu disambut baik oleh Kanjeng Sunan Kalijaga? Bukakah kita tidak boleh mempelajari apalagi<br>mengamlakan ilmu sihir, hukumnya musrik!” si Kerempeng memijit‐mijit keningnya.<br>“Tentu saja, sihir itu musrik dan tidak boleh dipelajari. Hanya saya tidak yakin kalau yang dimiliki oleh Syekh Siti<br>Jenar itu ilmu sihir.” jawab si Tambun, mencoba memprediksi.<br>“Lantas ilmu apalagi kalau bukan sihir? Lagi pula pembicaraannya melantur. Dia bilang Allah saja punya prajurit,<br>itu aneh. Para Wali saja tidak pernah mengajarkan.” si Kerempeng garuk‐garuk kepala.<br>“Sudahlah, kita tidak boleh berburuk sangka! Mungkin ilmu yang kita miliki belum cukup untuk memahami Syekh<br>Siti Jenar.” terang si Tambun, seakan tidak peduli.<br>***<br>“Silahkan masuk saudaraku, inilah masjid tempat kami berkumpul dan beribadah.” ujar Sunan Kalijaga, seraya<br>mendapingi Syekh Siti Jenar memasuki masjid Demak.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Terimakasih,” Syehk Siti Jenar berjalan berdampingan dengan Sunan Kalijaga menuju ruangan tengah masjid,<br>menghampiri wali delapan yang sedang berkumpul.<br>“Selamat datang, Syekh.” sambut Sunan Bonang, menyodorkan kedua tangannya menyalami. “Silahkan,”<br>“Siapakah Syekh ini?” tanya Sunan Muria.<br>Syekh Siti Jenar tidak menjawab, lalu menatap mata Sunan Kalijaga, menembus batinnya, seraya berbincang<br>dengan batin.<br>‘Syekh, tidak seharusnya kisanak berbicara pada wali yang lain menggunakan batin. Pergunakanlah lahiryah<br>kisanak, karena mereka bukan saya.’ ujar batin Sunan Kalijaga.<br>‘Saya kira mereka sama dengan kisanak. Jika demikian berarti mata batin mereka tuli dan buta. Hanya saudara<br>Sunan yang paham batin saya. Baiklah jika saya harus berujar secara lahiryah, laksana orang‐orang yang tidak<br>paham pada dirinya dan….’<br>‘Sudahlah, Syekh saudaraku. Batin kita tidak harus berbicara seperti itu. Karena mereka bukan kita, kita bukan<br>mereka. Punya cara masing‐masing untuk memahami tentang wujud, maujud dan Allah. Mereka berlaku layaknya<br>orang kebanyakan.’<br>“Apa yang sedang saudara bicarakan Sunan Kalijaga dan Syehk Siti Jenar? Sebaiknya kita kembali pada alam<br>lahiriyah.” Sunan Bonang memecah keheningan. “Sebab yang hadir disini bukan hanya saudara berdua, ada yang<br>lainnya.”<br>“Baiklah Kanjeng Sunan Bonang.” ujar Syekh Siti Jenar. Lalu dia duduk bersila disamping Sunan Kalijaga.<br>“Siapakah sebenarnnya Syekh ini? Apakah termasuk para wali seperti kita‐kita ini?” tanya Sunan Gunung Jati.<br>“Saya Syekh Siti Jenar…” lalu melirik ke arah Sunan Kalijaga, seraya kembali ingin berbincang menggunakan batin.<br>‘Jangan, berbicaralah secara lahiryah.’ itu jawaban batin Sunan Kalijaga.<br>Syekh Siti Jenar mengangguk, seraya meneruskan perkataannya,”..saya hanya manusia biasa dan rakyat jelata.<br>Namun saya secara tidak sengaja mendengar perbincangan Kanjeng Sunan Bonang dan Kanjeng Sunan Kalijaga<br>ketika di atas perahu. Waktu itu Kanjeng Sunan Bonang sedang mengamalkan ilmu ’saciduh metu saucaping<br>nyata’…”<br>“Ilmu apa itu Kanjeng Sunan Bonang?” tanya Sunan Gunung Jati, melirik ke arah Sunan Bonang.<br>“Ilmu ‘kun payakun’, jadilah, maka jadi. Apa pun yang diucapkan akan mewujud atau jadi.” terang Sunan Bonang.<br>“…benar. Ketika itu wujud saya berupa seekor cacing tanah. Setelah mendengar wirid ilmu tadi,lalu saya amalkan,<br>seketika wujud saya berubah menjadi sekarang ini. Maka wajar jika saya pun disebut Syekh Lemah Abang. Cacing<br>tadi terbungkus tanah berwarna merah, hingga saat ini saya pun masih memiliki ilmu tadi serta sekaligus<br>mempelajari Islam secara mendalam. Ilmu Islam yang saya pelajari sudah diluar dugaan, mencapai tahap ma’rifat,<br>tidak terduga. Namun saya tetap bukan seorang wali seperti saudara‐saudaraku yang berkumpul hari ini. Saya<br>hanyalah rakyat jelata dari pedesaan yang berada di wilayah kekuasaan kerajaan Demak Bintoro.” Syekh Siti Jenar<br>menerangkan.<br>“Andika tidak dianggap sebagai seorang wali karena asal‐usul yang kurang jelas.” ucap Sunan Giri.<br>“Saya bukan orang yang memiliki ambisi dan gila gelar, hanya untuk mendapat sebutan wali. Hingga saya pun<br>menganggap bahwa diri saya hanyalah manusia biasa dan lahir sebagai rakyat kebanyakan. Namun kisanak<br>menyebutkan tanpa asal‐usul yang jelas. Padahal yang namanya manusia jelas memiliki asal‐usul, jika<br>menganggap bahwa manusia ada yang tidak memili asal‐usul berarti kisanak tidak memahami siapa diri kisanak<br>sebenarnya? Dari mana asal kisanak?” ujar Sekh Siti Jenar.<br>“Andika jangan memutar balikan ucapan dan bermain kata‐kata!” suara Sunan Giri meninggi.<br>‘Syekh,’ Sunan Kalijaga menatap Syekh Siti Jenar, seraya berbicara dengan batin. ‘Saudaraku sebaiknya<br>memaklumi keadaan secara lahiryah yang terjadi sekarang ini…’<br>‘Baiklah,’ batin Syekh Siti Jenar memberi jawaban.<br>“Kanjeng Sunan Giri, sudahlah! Kita tidak harus memperbincangkan asal‐usul.” Sunan Bonang memahami<br>pembicaraan batin Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga. “Sebaiknya kita berbincang tentang upaya penyebaran<br>agama Islam di tanah Jawa ini.”<br>“Baiklah, Kanjeng Sunan Bonang.” Sunan Giri menyetujui.<br>“Bukannya saya tidak ingin lama‐lama berbincang‐bincang dengan para wali yang agung di sini. Namun saya masih<br>ada keperluan lain, disamping akan berusaha membantu para wali untuk menyebarkan ajaran Islam. Izinkanlah<br>saya untuk berpamitan,” Syekh Siti Jenar bangkit dari duduknya.<br>“Andika mesti ingat ketika menyebarkan agama Islam yang agung ini jangan sampai keluar dari aturan para wali.”<br>ujar Sunan Giri.<br>“Mohon maaf, Kanjeng Sunan Giri. Karena saya bukan wali, tentunya tidak terikat dengan aturan wali. Mungkin<br>saya akan mengajarkan dan menyebarluaskan agama Islam dengan cara saya sendiri.” Syekh<br>Siti Jenar seraya menyalami semuanya, lalu Sunan Bonang dan yang terakhir Sunan Kalijaga.<br>‘Saudaraku selamat berjuang, mungkin pada akhirnya kita harus bertabrakan. Namun itu secara lahiryah….’ batin<br>Sunan Kalijaga.<br>‘Tidak mengapa saudaraku Kanjeng Sunan Kalijaga…itulah tujuan menuju Allah dan jalan yang berlainan.’ Syekh<br>Siti Jenar melepaskan tangan Sunan Kalijaga, seraya membalikan tubuhnya dan keluar dari masjid Demak diantar<br>oleh tatapan para wali yang masih berdiri.<br>“Kanjeng Sunan Kalijaga, benar tadi batinmu berujar pada Syekh Siti Jenar.” Sunan Bonang menatap Sunan<br>Kalijaga.<br>“Tinggal menunggu waktu, Kanjeng. Itu semua kehendaknya..” jawab Sunan Kalijaga.<br>“Kanjeng Sunan Bonang, Kanjeng Sunan Kalijaga, apa maksud pembicaran andika berdua?” tanya Sunan Giri.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Keduanya tidak berbicara lagi, karena sudah terdengar bunyi adzan Magrib, mereka menjawab, Allahu Akbar.<br>Diikuti yang lainnya, meski dalam hati mereka menyimpan rasa penasaran dan keingin tahuan mengenai ucapan<br>kedua wali tadi, untuk sementara disimpanya dalam hati masing‐masing.<br>***<br>“Kanjeng Sunan Bonang, kayaknya kita agak kesulitan untuk menyebarkan Islam disini.” Sunan Kalijaga<br>memandang kerumunan orang.<br>“Kayaknya mereka lebih menyukai hura‐hura dan gamelan, Kanjeng Sunan Kalijaga.” tambah Sunan Bonang,<br>matanya memperhatikan orang yang berkerumun menju pasar seni.<br>“Kita pun tidak perlu kalah, Kanjeng Sunan Bonang. Jika hanya mendengar kita berceramah kayaknya kurang<br>tertarik, alangkah lebih baiknya kita pun harus mengadakan pendekatan budaya.” Sunan Kalijaga tidak<br>melepaskan pandanganya dari kerumunan orang, lalu duduk di tepi jalan di atas batang kayu yang lapuk.<br>“Pendekatan budaya?” Sunan Bonang mengerutkan dahinya.<br>“Benar, pertama kita melihat sesuatu yang mereka sukai. Kedua, kita harus masuk ke dalam sistem budaya<br>masyarakat.” Sunan Kalijaga bangkit dan membalikan tubuhnya ke arah Sunan Bonang. “Seperti yang kita<br>perhatikan, masyarakat Jawa sangat menyukai gamelan. Untuk itu kita turuti kesenangan mereka, tidak ada<br>salahnya membuat gamelan…”<br>“Membuat gamelan? Maksud Kanjeng Sunan supaya mereka mengerumuni gamelan yang kita tabuh. Upaya<br>untuk mengumpulkan orang…” ujar Sunan Bonang.<br>“Ya, setelah mereka berkerumun karena tertarik dengan irama gamelan yang kita tabuh, disitulah kita<br>berdakwah.”lanjut Sunan Kalijaga.<br>“Berdakwah, orang akan bubar. Lantas mereka tidak akan pernah berkerumun lagi karena tertipu,” Sunan Bonang<br>mengerutkan dahinya sejenak. “…maksud saya gamelan itu hanya penarik dan pembuka acara dakwah kita.<br>Setelah itu tidak mengalun lagi….berarti selesai pertunjukan.”<br>“O, tidak seperti itu, Kanjeng Sunan Bonang. Gamelan harus terus mengalun, ketika kita menyampaikan pesan<br>dakwah. Caranya juga bukan seperti yang biasa dilakukan para wali sebelumnya, namun ada canda dan filsafat.”<br>terang Sunan Kalijaga.<br>“Maksud, Kanjeng? Jika demikian gamelan itu dijadikan sarana dakwah, bukankah itu seperti lakon, yang<br>didalamnya diselipi pesan‐pesan.”<br>“Begitulah, Kanjeng Sunan Bonang. Namun sarana kita adalah wayang kulit. Karakter wayang yang kita ciptakan<br>harus mencerminkan sosok orang baik, jahat, kejam, ulama, dan sebagainya. Karakter yang kita ciptakan adalah<br>cermin lelaku kehidupan manusia.” Sunan Kalijaga, sejenak menatap awan yang melingkari puncak gunung, lalu<br>kembali menatap lawan bicaranya. “Lelaku manusia yang berbuat baik akan menerima pahala baik, jahat pun<br>sebaliknya. Setelah itu mereka bercermin, dalam karakter itu munculah sosok yang diteladani, yaitu karakter<br>Kanjeng Nabi Muhammad dan para Sahabatnya.”<br>“Tapi kita tidak boleh mencipta Kanjeng Nabi dan para sahabat agung dalam sebuah bentuk ukiran..” sela Sunan<br>Bonang.<br>“Tentu, dan kita tidak akan berbuat seperti itu. Namun kita akan menciptakan karakter wayang yang memiliki<br>lelaku Islam. Rukun Islam itu ada lima, maka ciptakan lima sosok wayang berkarakter cerminan muslim. Kanjeng<br>Nabi itu punya empat sahabat terbaik,<br>hingga menjadi lima dengan Junjunan Alam Rasulullah. Bentuklah Pandawa Lima, cerminan dari lelaku Kanjeng<br>Nabi dan keempat sahabat terbaiknya. Lalu karakter jahatnya kita bentuk juga dari cerminan orang‐orang jahat…”<br>ujar Sunan Kalijaga.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar…” Sunan Bonang mengamini. Hingga keduanya berbicara panjang lebar membahas metode berdakwah<br>dengan menggunakan gamelan sebagai pemikat dan wayang kulit sebagai medianya.<br>***<br>Matahari mulai menyelinap dibalik bukit, kirimkan sinar keemasan di langit sebelah barat. Awan berubah menjadi<br>jingga, mengitari puncak pegunungan. Masa keemasan akan tiba seiring dengan perputaran roda kehidupan dan<br>waktu.<br>Lagu Ilir‐ilir bergema sebelum waktu Magrib tiba, nyanyian bermakna mendalam ciptaan para wali. Rakyat<br>menyanyikannya dengan gembira, ada yang memahmi akan makna dan maksudnya, ada pula yang masih buta<br>akan isinya, ada pula yang hanya menikmati lirik dan syairnya saja.<br>Bedug Magrib tiba, mereka berbondong‐bondong menuju masjid Demak Bintoro untuk shalat berjamaah. Shalat<br>Isya pun tidak mau mereka lewatkan, meski ajaran Islam belum diterima secara merata.<br>Dakwah yang dilakukan sebagain Wali melalui media wayang kulit dan tabuhan gamelan sebagai daya tarik. Cara<br>seperti itu benar‐benar efektif bisa mengikat banyak orang berbondong‐bondong memeluk agama Islam.<br>Sunan Kalijaga melepas jubah kewalian, mengenakan pakaian serba hitam ala petani, rakyat jelata. Hingga tidak<br>ada antara dirinya dengan rakyat. Rakyat lebih mudah didekati tanpa rasa curiga, karena Sunan Kalijaga berbaur<br>didalamnnya.<br>***<br>“Kita belum juga menemukan jejak Syekh Siti Jenar,” ujar Loro Gempol. “Bukankah dia ke arah sini?”<br>“Tidak mungkin, saya punya keyakinan jika Syekh Siti Jenar menuju pusat Kota Demak Bintoro.” potong<br>Kebobenowo.<br>“Kalau betul dia menuju Kota Demak, sangatlah sulit untuk menemukannya.” Lego Benongo menghentikan<br>langkah, lalu duduk di atas batu di tepi jalan.<br>“Benar juga, Benongo.” Kebo Benowo mengerutkan keningnya, langkah pun terhenti sejenak, matanya menatap<br>jalan yang masih panjang. Menarik napas dalam‐dalam. “Sebaiknya kita duduk‐duduk disini sambil cari makan,<br>menunggu Syekh Siti Jenar pulang. Jika memang dia dari pusat Kota Demak Bintoro, tentulah pulangnya akan<br>melewati jalan ini.”<br>“Itu baru benar,” sahut Lego Benongo, langsung saja merebahkan tubuhnya di atas rumput hijau di bawah<br>rindangnya pohon jalan.<br>Sayap malam mulai mengembang, matahari telah menyelinap di balik bukit. Kelelawar beterbangan keluar dari<br>sarangnya, bergembiraria menyambut datangnya malam.<br>“Ki Benowo, hari sudah malam. Apakah kita mau tetap disini menunggu Syekh Siti Jenar?” tanya Loro Gempol<br>bangkit dari duduknya. Kepalanya mendongak ke atas menatap langit yang mulai tampak dihiasi gemintang.<br>“Benar juga, Gempol.” Kebo Benowo berdiri, menatap jalan yang terbentang panjang menuju pusat Kerajaan<br>Demak Bintoro. “Lihat! Mungkinkah dia yang kita tunggu?”<br>“Syekh Siti Jenar?” timpal Lego Benongo.<br>“Kelihatannya Syekh Siti Jenar, Ki Benowo.” ujar Loro Gempol gembira. “Hebat, wajahnya memancarkan cahaya<br>terang, padahal dia tidak membawa obor atau lampu.”<br>“Saya rasa itulah kehebatan ilmu yang dimilikinya.” duga Kebo Benowo. “Kita sudah benar menemukan seorang<br>guru.”<br>“Tapi apa mau Syekh Siti Jenar mengangkat kita sebagai muridnya?” Loro Benongo meragukan.<br>“Kalau tidak mau kita bunuh saja!” geram Loro Gempol.<br>“Kamu seperti tidak ingat saja, Gempol. Bukankah Syekh Siti Jenar itu sangat sulit dilukai?” Kebo Benowo<br>mengingatkan. “Mana mungkin kita bisa membunuh, apalagi mengancamnya agar diagkat jadi murid. Sebaiknya<br>kita bersikap lunak pada orang yang memiliki ilmu tinggi seperti dia.”<br>“Benar juga, Ki Benowo.” Loro Gempol mengagukan kepala. “Jika tetap tidak mau menerima kita sebagai<br>muridnya?”<br>“Kita coba saja dulu,” ujar Kebo Benowo.<br>Syekh Siti Jenar telah mendekat, lalu melintas dihadapan Kebo Benowo dan kedua temannya. Syekh Siti Jenar<br>sedikit pun tidak menyapa apalagi meliriknya, terus melangkah ke depan dengan tenang.<br>“Syekh,” Kebo Benowo mengerjanya. “Bolehkah saya berguru?”<br>“Mengapa mesti berguru? Kepada siapa kisanak akan berguru?” Syekh Siti Jenar tidak menghentikan langkahnya,<br>dan tidak melirik.<br>“Karena saya ingin memiliki ilmu. Tentu saja saya ingin berguru pada Syekh Siti Jenar.” jawab Kebo Benowo.<br>“Mengapa harus kepada saya? Ilmu apa pula yang kisanak inginkan dari saya.” ucap Syekh Siti Jenar. “Padahal<br>saya manusia biasa seperti kisanak, bukan pemilik ilmu dan tidak memiliki ilmu apa pun. Baik kisanak atau pun<br>ilmu ada yang memilikinya.”<br>“Saya tidak mengerti pada ucapan, Syekh?” Kebo Benowo mengerutkan keningnya.<br>“Kenapa jawaban Syekh membingunkan kami?” timpal Loro Gempol.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Apanya yang membuat kisanak pada kebingungan? Saya tidak pernah membuat bingung orang lain apalagi<br>menyusahkan orang.” Syekh Siti Jenar menghentikan langkahnya, lalu menatap ke tiga rampok tersebut. “Hanya<br>kisanaklah yang ingin membuat susah dan menyusahkan diri sendiri.”<br>“Apa maksud ucapan, Syekh?” ke tiga rampok hampir serempak menepuk dahinya masing‐masing. Kepala<br>seakan‐akan mau pecah ketika mendengar setiap perkataan Syekh Siti Jenar.<br>“Saya manusia biasa seperti kisanak, bukan pemilik ilmu. Bukankah kisanak sendiri dan ilmu itu ada pemiliknya?<br>Itukah yang membuat kisanak bingung?” tatap Syekh Siti Jenar, mengulang ucapannya.<br>“Itulah yang tidak kami pahami. Karena kami orang awam, tidak tahu segala hal yang Syekh ucapkan.” Kebo<br>Benowo berusaha mencerna ucapan Syekh Siti Jenar. “Syekh tadi mengatakan, kalau diri Syekh adalah manusia<br>biasa seperti saya,”<br>“Ya,”<br>”Bukankah Syekh memiliki ilmu yang hebat? Sedangkan kami tidak bisa apa‐apa?” ujar Kebo Benowo.<br>”Saya tidak memiliki ilmu yang hebat. Kisanak mengaggap tidak bisa apa‐apa, itu merupakan pernyataan yang<br>sangat keliru.” Syekh Siti Jenar diam sejenak, matanya menatap satu persatu wajah orang yang diajak bicaranya.<br>“Kenapa tidak mau mengakui kalau diri Syekh memiliki ilmu yang hebat.” sela Kebo Benowo. Pikirannya semakin<br>sumpek mendengar setiap perkataan Syekh Siti Jenar yang bersebrangan dengan realita yang dia pahami. “Malah<br>pengakuan saya dianggap keliru,”<br>“Memang benar kisanak sangat keliru.” Syekh Siti Jenar, mendongak ke atas langit, “Tataplah bintang gemintang<br>yang ada di atas kepala kisanak nun jauh di langit.”<br>“Apakah ada yang aneh dengan bintang‐gemintang di langit?” tanya Kebo Benowo. Belum menemukan celah<br>terang atas segala perkataan Syekh Siti Jenar, pikirannya semakin ngejelimet.<br>“Bukan ada yang aneh atau tidak. Perhatikanlah bintang‐bintang? Kenapa tidak jatuh ke bumi dan menimpa<br>kepala kita? Pernahkah terpikir dalam benak kisanak, siapa yang menahannya di langit?” Syekh Siti Jenar kembali<br>menatap ke tiga rampok tadi.<br>“Benar juga. Tidak tahu. Mungkinkah kekuatan yang tidak nampak?”<br>“Kenapa kekuatannya tidak nampak? Siapa pula yang memiliki kekuatan yang tidak nampak itu?” tanya Syekh Siti<br>Jenar.<br>“Saya tidak mengerti Syekh? Jika memang ada kekuatan siapa pemiliknya?”<br>“Dialah Allah. Allah itu penguasa semesta alam. Penggenggam setiap jiwa makhluknya.” ujar Syekh Siti Jenar.<br>“Kita kembali pada ucapan saya semula. Maksud saya itulah tadi.”<br>“O…ya.” Kebo Benowo mengangguk‐anggukan kepala, rupanya mulai ada titik terang di benaknya.<br>“Jika demikian saya mulai terbuka dengan apa yang Syekh Siti Jenar uraikan tadi. Namun yang masih<br>membingungkan, mengapa dianggap keliru jika saya mengatakan tidak bisa apa‐apa di banding kisanak.”<br>“Jika kisanak mengatakan tidak bisa apa‐apa, tentu saja mati. Hanya orang matilah yang tidak bisa apa‐apa.”<br>terang Syekh Siti Jenar.<br>“Benar perkataan kisanak, Syekh.” Kebo Benowo mengagguk. “Namun maksud tidak bisa apa‐apa disini bahwa<br>ilmu yang saya miliki jauh dibawah kehebatan ilmu Syekh.”<br>“Ya,” Syekh Siti Jenar mengangguk. “Itu bukan berarti bahwa saya lebih hebat dari kisanak. Hanya kisanak belum<br>menemukan ilmu yang saya miliki.”<br>“Itulah yang saya inginkan dari Syekh. Beritahu saya cara menemukan ilmu tadi.” ucap Kebo Benowo.<br>“Akan saya tunjukan. Ikutlah kisanak ke padepokan saya!” Syekh Siti Jenar membalikan tubuhnya, kemudian<br>melangkahkan kakinya dengan tenang.<br>“Terimaksih, Syekh.” Kebo Benowo dan kedua temannya sangat senang akan diberi ilmu hebat yang dimiliki oleh<br>Syekh Siti Jenar. ***<br>Walisongo terus menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Sunan Kalijaga berbeda cara dengan wali lainnya.<br>Lebih menyukai berbaur dengan rakyat kebanyakan, tanpa mengenakan pakaian serba putih seperti yang lainnya.<br>“Kanjeng Sunan Kalijaga, ternyata pendekatan budaya lebih bisa diterima ketimbang hanya membawa pesan<br>belaka.” ujar Sunan Bonang.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Karena antara kita dengan mereka nyaris tidak ada jarak pemisah.” jawab Sunan Kalijaga. “Ternyata hanya<br>dengan cara berpakaian saja, mereka sudah sulit didekati.”<br>“Benar,” Sunan Bonang memaksakan tersenyum. “Namun dibalik keberhasilan andika ternyata menuai protes dari<br>sebagian wali, terutama Kanjeng Sunan Giri. Hingga pada hari ini andika harus menghadap mereka dipersidangan<br>para wali.” tambah Sunan Bonang.<br>“Tidak mengapa Kanjeng Sunan Bonang. Itulah resiko yang harus saya tanggung. Asalkan saya tidak menyimpang<br>dari ajaran Islam,” Sunan Kalijaga menghela napas, seraya kakinya tetap melangkah beriringan dengan Sunan<br>Bonang. “Saya menyimpang hanya dalam soal budaya, yang semestinya tidak harus terjadi perbedaan paham<br>seperti sekarang.”<br>“Mungkin salah satunya itu.” Sunan Bonang mulai menginjakan kaki di gerbang masjid Demak. “Kita sudah<br>sampai, Kanjeng.”<br>“Silakan Kanjeng Sunan Bonang duluan,” Sunan Kalijaga memasuki masjid Demak beriringan dengan Sunan<br>Bonang yang sudah terlebih dahulu masuk.<br>“Selamat datang, Kanjeng Sunan Kalijaga dan Kanjeng Sunan Bonang.” ujar Sunan Muria. “Silahkan duduk, Sunan<br>Giri dan para wali sudah menunggu.”<br>Keadaan hening sejenak. Para wali saling tatap satu sama lainnya, tatapan Sunan Kalijaga beradu dengan Sunan<br>Giri, lalu beralih ke Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan terakhir Sunan Bonang.<br>Sunan Kalijaga masih beradu tatap dengan Sunan Bonang, saling menembus batin, saling bercakap. Sementara<br>percakapan batin mereka tidak bisa ditembus oleh sebagian wali.<br>“Pahamkah Kanjeng Sunan Kalijaga pada hari ini sidang para wali mengundang?” Sunan Giri membuka<br>pembicaraan.<br>“Daripada saya menduga‐duga, alangkah lebih baiknya jika Kanjeng Sunan Giri menjelaskan.” ujar Sunan Kalijaga<br>tenang.<br>“Tidakah andika menyadari akan tindakan yang dilakukan?” Sunan Giri melanjutkan. “Haruskah andika mengganti<br>pakaian dengan mengenakan pakaian rakyat kebanyakan?”<br>“Itukah yang ingin Kanjeng Sunan Giri persoalkan?” tatap Sunan Kalijaga.<br>“Benar, karena tidak selayaknya seorang wali mengenakan pakaian serba hitam seperti halnya rakyat kebanyakan.<br>Sudah semestinya seorang ulama atau wali memiliki ciri dengan mengenakan pakaian kebesaran yang serba putih,<br>bersorban, dan lainnya.” urai Sunan Giri.<br>“Apakah setiap orang yang mengaku muslim akan batal keislamannya jika seandainya tidak berpakaian serba<br>putih dan mengenakan sorban serta jubah?” tanya Sunan Kalijaga.<br>“Tentu tidak. Selama dia tidak murtad atau keluar dari agama Islam.” jawab Sunan Giri.<br>“Lalu apakah yang salah pada diri saya?” kembali Sunan Kalijaga bertanya.<br>“Karena andika tidak mengenakan pakaian seperti halnya wali lain. Bukankah pakaian itu cermin dari seseorang<br>yang mengenakannya? Juga pakaian serba putih itu ciri para wali?” ujar Sunan Giri.<br>”Saya tidak bisa disebut seorang ulama atau wali karena tidak mengenakan sorban dan pakaian serba putih? Jika<br>hal itu alasannya maka saya tidak keberatan meski tidak disebut seorang ulama atau pun wali. Karena tujuan saya<br>bukanlah ingin mendapat julukan dan dielu‐elukan banyak orang. Namun tujuan utama saya adalah berdakwah di<br>tanah Jawa ini agar orang mau berbondong‐bondong masuk Islam, tanpa harus dibatasi oleh cara berpakaian dan<br>latar belakang budaya yang mereka anggap asing.” urai Sunan Kalijaga. “Untuk keberhasilan dakwah saya rela<br>menanggalkan jubah putih, serta berbaur dengan rakyat jelata. Itu cara saya. Jika cara saya berbeda dengan<br>Kanjeng Sunan Giri itu hanyalah masalah teknis, bukankah aqidah kita tetap sama?”<br>Sunan Giri sejenak terdiam. Dahinya tampak dikerutkan, seakan‐akan merenungi ucapan Sunan Kalijaga. Belum<br>juga dia berbicara, Sunan Kalijaga melanjutkan perkataannya.<br>“Bukankah rakyat kebanyakan berbondong‐bondong masuk Islam, mereka tidak segan lagi bersama‐sama saya<br>untuk melakukan shalat berjamaah? Lantas sasaran Kanjeng Sunan Giri sangatlah terbatas, dengan hitungan tidak<br>terlalu banyak dan ekslusif. Karena Kanjeng Sunan Giri menerapkan metode dakwah serta sasaran tertentu<br>menurut Kanjeng.” ujar Sunan Kalijaga.<br>“Setelah saya renungkan dan saya pikirkan, baiklah kita tidak harus saling memaksaan dalam urusan metode<br>dakwah.” Sunan Giri mencair. “Saya kira andika telah menyimpang dari Islam seiring dengan ditanggalkannya<br>jubah putih, ternyata hanya cara yang berbeda.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Kenapa saya harus mengingkari ajaran Islam? Padahal dengan susah payah saya meraihnya. Tidak mungkin saya<br>melepaskan ajaran Islam dari diri saya seperti halnya saya menanggalkan jubah putih. Itu berbeda, Kanjeng Sunan<br>Giri.” tukas Sunan Kalijaga. “Saya lebih memilih melakukan pendekatan budaya, ketimbang menggunakan tata<br>cara yang bersipat asing bagi mereka.”<br>Masjid Demak Bintoro sejenak dalam keadaan hening. Tidak terdengar lagi suara yang bercakap‐cakap, selain<br>bergeraknya tasbih di tangan para wali.<br>***<br>“Inilah padepokanku, Kisanak!” ucap Syekh Siti Jenar.<br>“Indah dan asri pemandangannya, Syekh.” Kebo Benowo tercengang melihat keindahan Padepokan Syekh Siti<br>Jenar. Udaranya sejuk, keadaannya tenang, pohon hijau berselang dengan tanaman hias memagari jalan setapak<br>yang sedikit menanjak menuju gerbang padepokan.<br>“Tentu saja harus indah dan asri, karena Allah itu Maha Indah. Kita selaku umatnya sudah seharusnya<br>menciptakan suatu keindahan, agar kita mudah menyatukan diri dengannya. Kita berdialog dengan Allah, yang<br>memiliki segala hal dan menciptakan segala makhluk.” terang Syekh Siti Jenar. “Masuklah kisanak!”<br>“Terimakasih, Syekh.” Kebo Benowo, masuk lebih dulu diikuti kedua teamnnya.<br>“Sebab jika kita merasa tertarik pada sesuatu, tentu saja kita akan selalu ingin memandangnya dan merasa<br>kerasan untuk menikmatinya.” Syekh Siti Jenar duduk bersila di atas tikar pandan. Dihadapannya Kebo Benowo<br>dan kedua temannya.<br>“Sungguh benar yang Syekh katakan.” ucap Kebo Benowo datar.<br>“Namun ruangan ini cukup luas, banyakkah orang yang berkumpul disini dan berguru pada, Syekh?” matanya<br>mengitari seluruh ruangan.<br>“Untuk apa saya membuat ruangan sebesar ini jika tidak ada orang yang mau menempatinya.” Syekh Siti Jenar<br>melirik ke arah gerbang padepokan. “Lihatlah disana!”<br>“Banyak sekali orang yang sedang menju ke padepokan ini?” Kebo Benowo dan dua temannya tercengang,<br>melihat rombongan orang yang berduyun‐duyun memasuki gerbang padepokan. “Jika demikian, bukanlah kami ini<br>murid Syekh yang pertama.”<br>“Itulah sebuah kenyataan.” ujar Syekh Siti Jenar tenang.<br>“Jika demikian saya tidak akan bisa berkonsentrasi menyerap ilmu yang akan diajarkan Syekh?” wajah Kebo<br>Benowo menggambarkan kekhawatiran.<br>“Mengapa tidak, Kisanak? Sebab saya tidak memiliki ilmu apa pun, dan tidak pula menganggap istimewa satu<br>sama lainnya. Karena mereka memiliki asal yang sama dan kembali pada tempat yang sama.” terang Syekh Siti<br>Jenar.<br>“O,…” Kebo Benowo dan temannya mengangguk‐anggukan kepala. Namun tetap dalam hatinya merasa keberatan<br>jika harus berjubel dan belajar dengan banyak orang. Karena tujuan mereka berguru ingin memiliki ilmu lebih<br>dibandingkan dengan orang lain, tujuannya pun untuk menguasai orang lain.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Pengikut dan murid Syekh Siti Jenar yang jumlahnya cukup banyak mulai memasuki ruang padepokan. Satu<br>persatu mulai mengambil tempat duduknya masing‐masing. Duduk bersila, berjejer memadati ruangan,<br>pandangannya luru ke depan, memandang Syekh Siti Jenar dengan takjub.<br>“Baiklah, jika semuanya sudah berkumpul kita mulai pelajaran ini.” Syekh Siti Jenar mulai mengajarkan ilmunya.<br>“Saya akan memulai dengan pertanyaan. Darimanakah asalnya manusia?” matanya mulai memandang muridnya<br>satu persatu.<br>“Tentu saja manusia berasal dari kedua orang tuanya.” jawab Loro Gempol. “Terutama sekali ibunya yang<br>melahirkan. Saya rasa semua orang juga tahu, Syekh.” urainya sangat percaya diri.<br>“Jika jawabannya seperti itu, semua orang tahu. Maka saya tidak perlu memberitahukannya lagi.” terang Syekh<br>Siti Jenar.<br>“Lalu bagaimana menurut, Syekh?” Kebo Benowo menindaklanjuti pertanyaan temannya. “Secara lahiryah,<br>manusia dilahirkan oleh seorang ibu. Ibu pun tidak akan bisa melahirkan tanpa pasangannya yang bernama<br>suami.” sejenak menghentikan ucapannya. Matanya mulai menyisir wajah para muridnya yang dengan khusu<br>memperhatikannya.<br>“Ya, kami tahu.” Loro Gempol yang tidak sabaran selalu menyela. “Syekh, kedatangan kami kesini bukan untuk<br>mempelajari ilmu seperti itu. Tapi kami meminta kesaktian yang Syekh punyai.” Loro Gempol seraya bangkit dari<br>duduknya, tabiat rampoknya mulai tumbuh kembali.<br>Andika terlalu tergesa‐gesa, Kisanak.” Syekh Siti Jenar mengayunkan telunjuk dari tempat duduknya.<br>”Akkkhhhhh! Tolong!” tiba‐tiba Loro Gempol terbanting, dan roboh di atas lantai.<br>“Bukankah saya belum selesai berbicara?” Syekh Siti Jenar tidak mengubah posisi duduknya, “Mana bisa orang<br>mendapatkan ilmu ma’rifatullah jika tidak bisa mengendalikan emosi.”<br>“Aduhhhh…” Loro Gempol memijat‐mijat bokongnya yang terasa sakit akibat benturan. “Maafkan saya, Syekh.”<br>“Kembalilah andika ke tempat duduk!” perintah Syekh Siti Jenar.<br>Sementara yang lainnya tidak ada yang berani menentang, apalagi berujar yang tidak karuan di depan orang yang<br>memiliki tingkat kesaktian tinggi. Mereka termasuk para murid yang taat, karena sudah mulai mendalami<br>sebagian ilmu yang diajarkannya.<br>“Kenapa andika ceroboh, Gempol?” Kebo Benowo berbisik pada Loro Gempol yang telah duduk kembali<br>disampingnya. “Bukankah andika sudah tahu, bagaimana kehebatan Syekh Siti Jenar ketika kita rampok. Masih<br>untung andika tidak diusir dari padepokan ini.”<br>“Memang saya ceroboh, Ki Benowo. Tapi saya tidak akan mengulang kesalahan ini,” bisik Loro Gempol. “Jika<br>andika mengulang kesalahan, kemungkinan besar kita akan ditolak menjadi murid beliau.” Kebo Benowo merasa<br>khawatir kalau tidak memperoleh kesaktian yang dimiliki Syekh Siti Jenar.<br>”Lupakanlah peristiwa tadi.” Syekh Siti Jenar menghela napasnya. ”Kita kembali pada pertanyaan semula.<br>Darimana asalnya manusia?”<br>“Darimanakah itu Syekh? Saya kira Syekhlah yang lebih tahu.” ujar Kebo Benowo.<br>“Manusia berasal dari Allah. Dari dzat Allah yang menciptakannya. Seluruh manusia yang belum lahir kedunia ini<br>berada pada suatu tempat yang bernama ‘bahrul hayat’.” berhenti sejenak.<br>“Apakah itu, Syekh?” tanya Kebo Benowo.<br>“Yaitu tempat hidup dan kehidupan. Disitu manusia merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya. Manusia<br>tidak pernah merasakan lapar, sakit, sedih, duka, lara, bahkan bahagia. Itu karena sangking nikmatnya kehidupan<br>sebelum lahir ke dunia. Kita merasakan penderitaan, kesedihan, kemiskinan dan sebangsanya karena telah<br>terlahir ke dunia ini. Bukankah sebelumnya kita tidak pernah merasakan penderitaan dan kemiskinan…” urai<br>Syekh Siti Jenar.<br>Para murid Syekh Siti Jenar sejenak merenungkan uraian gurunya. Mereka ada yang bisa mencerna dan<br>memikirnnya, namun ada juga yang belum memahami maksud uraian tadi.<br>“Jadi dunia ini tempatnya kita menjalani kesedihan, kemiskinan, kemelaratan, penderitaan, tertawa, bergembira.<br>Setelah semuanya secara berurutan atau tidak kita alami, maka kembali berputar. Setelah sedih kita akan<br>bahagia, setelah bergembira kita akan menangis….dan seterusnya.” Syekh Siti Jenar memandang ke setiap sudut.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Jika demikian kehidupan dunia ini berbeda dengan alam asal muasal kita, yang didalamnya tidak pernah terasa<br>kesedihan, tidak pernah pula setelah bergembira kemudian bersedih. Bukankah disana nyaris kita tidak pernah<br>merasakan apa pun, Syekh?” ujar Kebo Benowo, seraya menatap wajah Syekh Siti Jenar yang memancarkan<br>cahaya.<br>“Benar. Alam asal muasal manusia adalah alam milik dzatnya. Sehingga kita pun berada didalam kenikmatannya.<br>Berbeda dengan alam yang sedang kita jalani sekarang.” lanjut Syekh Siti Jenar, tangan kanannya tetap<br>memegang tasbih, sementara tatapan matanya terus berputar.<br>Waktu terus merangkak pelan, menggiring para murid Syekh Siti Jenar pada ajarannya. Mereka semakin khusuk<br>mendengarkan, hati mulai terbuka akan segala hal yang sebelumnya tidak diketahui.<br>***<br>“Syekh, andika membawa ajaran Islam. Padahal agama yang saya kenal sebelumnya adalah Hindu dan Budha.”<br>ujar Kebo Kenongo. “Namun stelah saya perhatikan ternyata inti dari ke tiga agama tersebut memiliki<br>kesaamaan.”<br>“Benar, Ki Ageng Pengging.” ucap Syekh Siti Jenar, matanya menatap tajam wajah lelaki yang masih keturunan<br>Majapahit. “Semua agama sebenarnya dari asal yang satu. Itulah tadi yang saya uraikan.”<br>“Saya paham dan tertarik untuk mengambil kesamaan dari ke tiga ajaran tadi.” tambah Kebo Kenongo. “Hanya<br>yang membedakan agama‐agama tadi adalah lelaku lahiryahnya saja.”<br>“Benar, Ki Ageng Pengging. Sebab hakikatnya sama, mencari yang namanya Sang Pencipta, Sang Pemilik, Sang<br>Maha Perkasa.” ujar Syekh Siti Jenar, seraya jari jemari tangannya memberi gambaran simbol pada Kebo Kenongo.<br>“Kita hanya bisa merasakan nikmat saat bergumul dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Mungkin syariat dari ajaran<br>Hindu dan Budha bersemadi, mungkin orang Islam dengan tata cara berdzikir, berdoa, dan Shalat. Tapi semua itu<br>hanyalah bentuk pendekatan secara jasadiah saja, sedangkan batinnnya tertuju pada Yang Maha Segalanya.” urai<br>Syekh Siti Jenar.<br>“Benar, Syekh.” Kebo Kenongo sejenak memandang ke arah puncak gunung, “Kenikmatan kita saat bersemadi<br>ketika wujud kita telah menyatu dengannya.”<br>“Itulah Manunggaling Kawula Gusti.” terang Syekh Siti Jenar pelan. Lalu bangkit dari duduknya, melangkah pelan<br>menyusuri jalan setapak di ikuti Kebo Kenongo menuju padepokan.<br>“Mereka sedang memperbincangkan apa di atas sana?” Loro Gempol melirik ke arah Kebo Benowo yang sedang<br>berdiri di halaman padepokan. “Kelihatannya sangat serius.”<br>“Apalagi yang mereka perbincangkan kalau bukan masyalah ilmu.” jawab Kebo Benowo datar.<br>“Mengapa mereka kelihatannya khusuk dan serius. Mungkinkah karena Syekh Siti Jenar berbincang‐bincang<br>dengan keturunan Majapahit? Sehingga dia memperlakukan Ki Ageng Pengging lebih istimewa dibandingkan<br>dengan kita, mantan rampok.” tatapan mata Loro Gempol tertuju kembali pada Syekh Siti Jenar dan Kebo<br>Kenongo, mereka sedang menuruni bukit menuju padepokan.<br>“Andika jangan berprasangka buruk, Gempol!” Kebo Benowo memberi apalagi mengistimewakan satu dengan<br>lainnya. Hanya Syekh Siti Jenar akan mudah diajak berbincang‐bincang jika kita memahami yang dibicarakannya.<br>Kita belum bisa dianggap selevel dengan Ki Ageng Pengging. Karena kita latar belakangnya rampok dan tidak<br>pernah mengenal ajaran agama apalagi filsafat, sedangkan Ki Ageng Pengging sudah mengenal agama‐agama<br>sebelum datang ajaran Syekh Siti Jenar, ditambah lagi dia orang cerdas.” urai Kebo Benowo.<br>“Mungkin ya…mungkin tidak?” Loro Gempol menghentikan pembicaraannya, karena mereka sudah mendekat.<br>“Andika berdua memperbincangkan saya?” Syekh Siti Jenar menatap Kebo Benowo dan Loro Gempol.<br>Keduanya hanya mengangguk dan selanjutnya menundukan kepala. Karena mereka baru menyadari kalau Syekh<br>Siti Jenar memiliki ilmu batin yang sangat hebat.<br>“Tidak mengapa, jika memang pertemuan saya dengan Ki Ageng Pengging menjadi bahan perbincangan andika<br>berdua.” ujar Syekh Siti Jenar enteng. “Andika pun hendaknya bisa mencapai tahapan yang sedang kami<br>perbincangkan.” melanjutkan langkahnya, di belakangnya Kebo Kenongo mengiringi.<br>“Inti dari ajaran Manunggaling Kawula Gusti?” Kebo Kenongo memulai lagi perbincangan, setelah beberapa<br>langkah jauh dari Loro Gempol dan Kebo Benowo.<br>“Ya, ketika kita menyatu dengan Dzat Sang Pencipta, Allah.” terang Syekh Siti Jenar. “Disitu terjadi penyatuan<br>antara Gusti dan abdinya. Setelah kita menyatu dengannya, apa masih perlu yang namanya dzikir, shalat, ritual?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bukankah tujuan dari dzikir, shalat, dan ritual itu untuk mendekatkan diri kita dengan Yang Maha Agung?”<br>timpal Kebo Kenongo.<br>“Benar sekali Ki Ageng Pengging.” langkahnya terhenti di tepi jalan, sejenak, lalu memandang awan yang berserak<br>di langit biru. “Jika kita sudah dekat apalagi menyatu dengannya masihkah kita perlu melakukan upaya dan tata<br>cara pendekatan?”<br>“Tentu saja jawabnya tidak.” Kebo Kenongo menatap keagungan sinar yang terpancar dari wajah Syekh Siti Jenar.<br>“Upaya pendekatan apalagi yang harus kita lakukan, jika kita sudah melebihi dari dekat. Apa pun yang kita<br>inginkan bisa terwujud hanya dengan kalimatnya. Kun, jadi. Maka terjadilah!” tambah Syekh Siti Jenar. “Namun<br>ketika kita sudah berada pada tahapan tadi, mana mungkin akan tertarik pula dengan urusan dunia dan seisinya.<br>Karena lebih nikmat didalam kemanunggalan tadi dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.”<br>“Mungkin juga, Syekh.” Kebo Kenongo mengerutkan dahinya, mencoba mencerna uraian Syekh Siti Jenar.<br>“Untuk meyakinkan segala hal yang saya katakan sebaiknya Ki Ageng Pengging mencobanya.” saran Syekh Siti<br>Jenar.<br>“Saya sering melakukan semedi dan tapabrata, Syekh. Namun yang dikatakan kemanunggalan kita dengan Sang<br>Pencipta itu di sisi mana?” tanya Kebo Kenongo.<br>“Ketika wah’datul wujud.” Syekh Siti Jenar menghela napas dalam‐ dalam. “Saya baru bisa menjelaskan lebih<br>mendalam jika Ki Ageng Pengging mencoba, lalu ada perbedaan dari sebelumnya. Maka hal itu baru saya uraikan<br>kembali menuju Manunggaling Kawula Gusti. Sebab tidak mungkin saya mengurai sebuah persoalan jika<br>seandainya Ki Ageng tidak menjelaskan terlebih dahulu hal yang mesti dibahas.”<br>Saya paham maksud, Syekh.” Kebo Kenongo menganggukan kepala.<br>***<br>“Saya mendapat kabar tentang pesatnya ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar.” ujar Sunan Bonang,<br>duduk bersila di hadapan Sunan Kalijaga.<br>“Saya juga demikian, Kanjeng.” Sunan Kalijaga mengamini.<br>“Kenapa dia bisa berhasil dengan pesat dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Padahal dia bukanlah<br>seorang wali?” Sunan Giri menyela.<br>”Benar, Kanjeng. Penyebaran ajaran dengan pesat di sini bukan berarti mayoritas, sebab Kanjeng Sunan Kalijaga<br>pun cukup berhasil dalam upaya ini.” terang Sunan Bonang.<br>“Tidak lupa pula para wali yang lain.”<br>”Bukankah kita pun sebagai para wali telah menyisir seluruh pulau Jawa dalam upaya penyebaran ajaran Islam?”<br>ujar Sunan Giri. Sunan Bonang menatap Sunan Kalijaga, berbicara melalui batinnya.<br>’Bukankah maksud kita bukan urusan pesatnya penyebaran yang akan dibicarakan. Tetapi tentang isi ajaran yang<br>disampaikannya.’<br>‘Itulah yang membuat saya khawatir, Kanjeng Sunan Bonang. Namun mudah‐mudahan yang kita khawatirkan itu<br>tidak..’<br>“Kenapa andika berdua terdiam?” Sunan Giri menatap Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.<br>“Ada apa?”<br>”Tidak, Kanjeng Sunan Giri. Kita hanya memaklumi saja kemampuan seorang rakyat jelata seperti Syekh Siti Jenar<br>mampu mengembangkan dan menyebar luaskan ajarannya. Itu yang sedang kami renungkan.” terang Sunan<br>Bonang.<br>“Tetap saja pesatnya ajaran yang dia bawa penyebarannya tidak akan seluas para wali, termasuk pengaruh dan<br>wibawanya. Mungkin hanya sekelompok kecil saja yang kemungkinan terserak di pelosok Negeri Demak<br>Bintoro.” ujar Sunan Giri. “Namun itu bukan sebuah persoalan selama dia tidak menyimpang dari aturan para<br>wali.”<br>‘Apa boleh buat, justru itulah nantinya akan menuai persoalan.’ batin Sunan Bonang.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>‘Namun biarlah waktu yang menjawab, Kanjeng. Sebab kita tidak mungkin bisa merubah alur kehidupan yang<br>akan terjadi. Bukankah kita hanya sebatas mengetahui dengan keterbatasan ilmu kita, Kanjeng.’ urai Sunan<br>Kalijaga dengan bahasa batinnya.<br>***<br>Prajurit Demak yang pernah berhadapan dengan Syekh Siti Jenar, si Kerempeng dan si Tambun sedang<br>berbincang‐bincang di bawah pohon beringin menunggu giliran berjaga di gerbang alun‐alun Demak Bintoro.<br>“Syekh Siti Jenar ternyata temannya para wali.” ujar si Tambun. “Namun apakah dia juga termasuk salah seorang<br>wali di antara wali songo?” matanya menatap si Kerempeng.<br>“Tanyakan saja pada Kanjeng Sunan Kalijaga. Jangan pada saya!” jawab si Kerempeng tinggi.<br>“Tapi jika melihat kesaktian dan kehebatan ilmunya saya yakin bahwa dia masih termasuk wali.” si Tambun<br>mengerutkan dahinya, coba menebak‐nebak. “Buktinya dengan Sunan Kalijaga sangat akrab, terkadang bicara<br>melalui tatapan matanya. Tentang pembicaraannya tidak kita pahami.”<br>“Andika sepertinya tertarik oleh Syekh Siti Jenar, Gendut?” si Kerempeng berdiri.<br>“Benar,” jawab si Tambun tenang. “Saya jadi ingin memiliki ilmunya.”<br>“Kenapa mesti berguru pada Syekh Siti Jenar yang tidak jelas asal usulnya? Bukankah Kanjeng Sunan Kalijaga juga<br>sangat sakti dan beliau jelas asal usulnya.” terang si Kerempeng.<br>“Ya, tetapi tidak mudah untuk mendapatkan ilmu dari para wali tanpa melalui tahapan‐tahapan yang berat.” ujar<br>si Tambun.<br>“Apa bedanya dengan Syekh Siti Jenar?” si Kerempeng menyandarkan punggung ke pohon beringin.<br>“Jelas beda. Kalau Syekh Siti Jenar sangat mudah memberikan ilmu,” tambah si Tambun.<br>“Tahu dari mana?” si Kerempeng penasaran.<br>“Itu dugaan saya.” jawab si Tambun.<br>“Lha, baru menduga‐duga. Saya kira sudah tahu dan yakin.” ucap si Kerempeng.<br>“Meskipun hanya berupa dugaan tapi saya yakin.” si Tambun membetulkan penutup kepalanya. “Jika Syekh Siti<br>Jenar sangat mudah memberikan ilmu. Makanya ingin membuktikannya, kalau tahu tempat tinggalnya atau<br>padepokannya akan saya datangi.” jelas si Tambun seraya mengangkat tombak, langkah kakinya pelan menuju<br>gerbang alun‐alun Demak Bintoro untuk melaksanakan tugas mengganti yang lain.<br>“Cari saja kalau mau!” ujar si Kerempeng melangkah dibelakangnya. “Saya rasa mudah mencari tempat tinggal<br>orang sakti seperti Syekh Siti Jenar. Tentu orang‐orang Demak Bintoro pada kenal seperti halnya para wali.” samasama<br>menuju gerbang alun‐alun.<br>“Pasti.” si Tambun mengangguk‐anggukan kepala. “Karena dia salah seorang dari wali, hanya saja tidak termasuk<br>wali sembilan. Mungkin karena tidak tinggal di pusat kota Demak Bintoro. Mungkin juga dia punya tugas lain di<br>pedesaan dalam penyebaran agama Islam?” langkahnnya terhenti tepat di depan gerbang alun‐alun Demak<br>Bintoro.<br>“Kenapa andika punya dugaan, bahwa Syekh Siti Jenar seolah‐olah ditugaskan menyebarkan ajaran Islam di<br>Pedesaan?” tanya Si Kerempeng.<br>“Pertama karena dia jarang berkumpul di dalam masjid Demak. Keduanya dia sangat terlihat akrab dengan<br>Kanjeng Sunan Kalijaga yang memilki kesaktian seimbang dengannya.” terang si Tambun.<br>“Bisa jadi?” si Kerempeng mengerutkan dahinya. “Namun meskipun Kanjeng Sunan Kalijaga orang sakti tapi<br>pembicaraannya tentang agama bisa dipahami oleh kita, berbeda dengan Syekh Siti Jenar yang kadang‐kadang<br>ucapannya membingungkan kita?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Itulah bedanya Kanjeng Sunan Kalijaga dengan Syekh Siti Jenar.” ujar si Tambun, berdiri tegak sambil memegang<br>tombak.<br>“Maksud andika?”<br>“Kalau belajar dengan Kanjeng Sunan Kalijaga untuk sampai pada tahap atas harus bertahap, tidak bisa langsung.<br>Sedangkan Syekh Siti Jenar bisa loncat pada tingkatan yang kita inginkan, buktinya dia berbicara yang tidak bisa<br>kita pahami, berarti sudah bisa loncat.” si Tambun mencoba menerangkan.<br>“Cerdas juga andika, Gendut.” ujar si Kerempeng. “Saya yakin Kanjeng Sunan Kalijaga mengajarkan dengan<br>bertahap karena beliau melihat kemampuan orang yang menerima. Sedangkan Syekh Siti Jenar tidak, makanya<br>pembicaraannya kadang‐kadang melantur.”<br>“Melantur itu menurut kita, karena kita ilmunya masih rendah. Coba saja jika kita sudah berada pada tahapan atas<br>mungkin sangat paham pada setiap ucapan Syekh Siti Jenar.” bela si Tambun.<br>“Tida mungkin,” si Kerempeng mengerutkan dahinya. “Masa dia pernah bilang kalau Allah itu punya empat<br>prajurit? Bukankah Allah itu punya para Malaikat? Kenapa mesti ada lagi prajurit, aneh bukan?” tambahnya.<br>“Justru itulah, kisanak.” si Tambun tersenyum. “Saya penasaran dengan yang disebut empat prajurit Allah oleh<br>Syekh Siti Jenar. Siapakah itu? Dan mengapa prajurit Allah bisa diperintah juga oleh Syekh Siti Jenar. Kalau saya<br>memiliki ilmu seperti itu dan menguasai prajurit Allah seperti dia tentu pangkat akan naik. Tdak lagi jadi prajurit<br>tapi jadi Raja…hahaha.”<br>“Mengkhayal,” si Kerempeng mencibir.<br>***<br>“Syekh, saya telah mencoba untuk menuju ‘manunggaling kawula gusti’.” Kebo Kenongo menghampar serban di<br>depannya. Lalu berdiri.<br>“Andika sekarang akan shalat?” Syekh Siti Jenar duduk bersila di sampingnya. “Bukankah andika telah mencoba<br>menuju maunggaling kawula gusti?”<br>“Benar, namun saya belum sampai. Sekarang saya akan shalat.” terang Kebo Kenongo.<br>“Tujuan andika shalat?” Syekh Siti Jenar tersenyum.<br>“Bukankah shalat jalan kita untuk menuju manunggaling kawula gusti, Syekh?” Kebo Kenongo mengerutkan<br>dahinya.<br>“Bukan.” ujarnya pendek. Syekh Siti Jenar memutar tasbih seraya mulutnya komat‐kamit berdzikir.<br>“Apakah harus berdzikir menuju maunggaling kawula gusti, Syekh?” tanyanya kemudian.<br>“Tidak juga.” jawab Syekh Siti Jenar pendek.<br>“Lantas, untuk apa shalat dan berdzikir?” kerutnya. “Bukankah Syekh pernah mengatakan kalau semua itu upaya<br>untuk mendekatkan diri dengan Allah?”<br>“Jika itu jawaban Ki Ageng Pengging benar adanya.” Syekh Siti Jenar sejenak memejamkan mata, kemudian<br>membukanya lagi dan menatap Kebo Kenongo yang masih berdiri hendak shalat.<br>“Bukankah mendekatkan diri kepada Allah sama saja dengan menuju manunggaling kawula gusti?” tanya Kebo<br>Kenongo selanjutnya.<br>“Tidak juga, Ki Ageng.” ujar Syekh Siti Jenar.<br>“Lantas?”<br>“Manunggaling kawula gusti sangat berbeda dengan mendekatkan diri kepada Allah.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Perbedaannya?” keningnya semakin berkerut.<br>“Karena yang namanya dekat berbeda dengan manunggal. Manunggal bukanlah dekat. Dekat bukanlah<br>manunggal.” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak. “Namun sekarang sebaiknya Ki Ageng Pengging shalatlah dulu,<br>berceritalah setelah selesai mendirikannya.” tambahnya.<br>“Baiklah, Syekh.”<br>Keadaan di padepokan Syekh Siti Jenar sore itu terasa segar. Panas matahari tidak menyengat seiring dengan<br>bayang‐bayang manusia yang kian meninggi.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Udara pegunungan terasa sejuk, pepohonan dan tumbuhan berdaun lebat menambah suasana asri. Padepokan<br>yang ditata sedemikian rupa menambah khusuk para pencari ilmu.<br>“Syekh…” Kebo Kenongo mendekat, “Shalat saya sudah selesai.”<br>“Baiklah,” Syekh Siti Jenar bangkit dari duduknya, “Apa yang andika rasakan saat shalat?”<br>“Tidak ada.”<br>“Tidakah merasakan sejuknya udara pegunungan? Tidakkah andika melihat kain serban yang terhampar di tempat<br>sujud?” lanjut Syekh Siti Jenar.<br>“Tidak,” jawab Kebo Kenongo.<br>“Tidakkah andika mendekati Allah?” tanyanya kemudian.<br>“Saya tidak merasakannya. Tidak pula menjumpainya.” ujar Kebo Kenongo. “Mungkin shalat saya terlalu khusuk.”<br>Syekh Siti Jenar menengadah ke langit, lalu duduk bersila di atas rumput hijau yang dihampari tikar pandan.<br>Gerak‐geriknya tidak luput dari pandangan Kebo Kenongo.<br>“Lihatlah!” kedua tangannya ditumpuk di bawah dada. Tiba‐tiba tubuhnya mengangkat dari tikar yang<br>didudukinya dengan jarak satu jengkal, dua jengkal, satu hasta, dua depa.<br>“Apa yang terjadi, Syekh?” Kebo Kenongo garuk‐garuk kepala, keningnya berkerut‐kerut.<br>“Ini hanyalah bagian terkecil akibat dari pendekatan dengan Allah…” dalam keadaan melayang, matanya menatap<br>tajam ke arah Kebo Kenongo.<br>“Hasil pendekatan? Jadi bukan manunggaling kawula gusti?” dengan menahan kedip Kebo Kenongo bertanya.<br>“Saya belum menerangkan tentang manunggaling kawula gusti. Namun kita tadi berbicara tentang upaya<br>pendekatan…” terang Syekh Siti Jenar, perlahan menurukan kaki satu persatu hingga akhirnya kembali menyentuh<br>tanah.<br>“Dengan jalan shalatkah?” tanya Kebo Kenongo. “Bukankah saya tadi waktu shalat tidak menemukan apa pun,<br>bahkan tidak bisa melakukan seperti yang Syekh perlihatkan.”<br>“Jangan salah ini bukan shalat! Namun shalat adalah salah satu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.<br>Shalat tadi merupakan syari’at bagi pemeluk Islam, juga ibadah bagi hamba atau abdi Allah. Maka hukumnya<br>wajib.” urai Syekh Siti Jenar, “Namun ketika orang belum lagi menemukan hakikat dari shalat, itulah seperti yang<br>Ki Ageng Pengging rasakan.”<br>“Hampa.” desis Kebo Kenongo, seraya menatap Syekh Siti Jenar dengan penuh kekaguman.<br>“Kebanyakan orang adalah seperti itu, Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar melangkah pelan.<br>“Jika demikian saya baru berada pada tahapan syari’at. Bisakah saya menemukan hakikat yang dimaksud oleh<br>Syekh Siti Jenar?” Kebo Kenongo seakan‐akan kehilangan gairah.<br>“Hakikat menuju pada pendekatan sebelum manunggaling kawula gusti, maka seperti yang pernah saya jelaskan<br>pada Ki Ageng. Kita meski berbeda agama namun bukanlah andika harus memaksakan syari’at ajaran yang saya<br>miliki untuk Ki Ageng kerjakan. Karena kebiasaan andika adalah bersemadi. Bukankah dengan cara itu andika<br>merasakan hal yang berbeda, terutama dalam upaya pendekatan.” Syekh Siti Jenar kembali mengurainya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar, Syekh.” sejenak Kebo Kenongo merenung.<br>***<br>“Syekh, maafkan kami menghadap.” ujar Kebo Benowo dan dua temannya.<br>“Katakanlah!” Syekh Siti Jenar menatap Kebo Benowo dan teman‐temannya.<br>“Kalau boleh, saya menginginkan ilmu yang Syekh miliki. Namun hendaknya Syekh tidak marah terhadap<br>permintaan saya.” Kebo Benowo dengan nada pelan.<br>“Jika seandainya saya memiliki ilmu maka tidaklah keberatan untuk memberikan. Sudah sepatutnya ilmu itu<br>diamalkan.” jawab Syekh Siti Jenar. “Ilmu jika semakin sering diamalkan dan diajarkan maka akan semakin<br>bertambah. Namun sebaliknya jika ilmu itu tidak pernah diamalkan (dibagikan) apalagi kikir untuk<br>mengajarkannya, secara perlahan akan hilang dari diri kita. Hendaklah tidak ditukar dengan emas atau uang,<br>apalagi dijual belikan, kalau tidak ingin hilang hakikatnya.” urainya kemudian.<br>“Ya, Syekh. Jadi kalau begitu saya bisa memohon kepada Syekh untuk diajari ilmu.” Kebo Benowo semeringah<br>kegirangan. “Ternyata Syekh sangatlah baik, berbeda dengan orang‐orang yang memiliki ilmu tinggi lainnya.<br>Mereka selalu meminta imbalan, kalau tidak berupa tumbal.”<br>“Apa yang andika inginkan dari ketidaktahuan saya?” tanya Syekh Siti Jenar.<br>“Syekh selalu merendah. Saya menginginkan ilmu untuk bertarung, dan ilmu untuk mengubah daun menjadi<br>emas.” ujar Kebo Benowo.<br>“Bukankah andika sudah jago bertarung? Mengapa mesti saya yang mengajari?” Syekh Siti Jenar membetulkan<br>duduknya. “Untuk apa bisa mengubah daun menjadi emas?”<br>“Dalam urusan bertarung secara fisik saya bisa. Namun saya masih kalah dengan ilmu Syekh waktu bertarung saat<br>itu.” Kebo Benowo menelan ludah. “Juga jika saya bisa mengubah daun menjadi emasmaka saya akan menjadi<br>orang kaya raya seantero negeri Demak Bintoro.”<br>“Baiklah, pelajarilah itu.” ujar Syekh Siti Jenar.<br>“Bagaimana cara mempelajarinya?” tanya Kebo Benowo mengerutkan keningnya.<br>“Dekatkanlah diri andika pada Sang Pencipta, niscaya apa pun yang andika inginkan akan terkabul. Karena Sang<br>Penciptalah yang memiliki segalanya.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Caranya itu yang susah, Syekh. Harus bagaimana?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Banyak cara untuk menuju Allah. Laksanakanlah itu, baru andika akan bisa. Mintalah apa yang andika inginkan.”<br>terang Syekh Siti Jenar.<br>“Saya tidak mengerti dan paham, Syekh.” Kebo Benowo garuk‐garuk kepala. “Saya ingin langsung bisa tanpa harus<br>melalui tahapan rumit yang Syekh sebutkan. Mustahil Syekh tidak bisa memberikannya.”<br>“Tidak mustahil bagi Allah. Jika memang Dia menghendaki. Jadi, maka jadilah.” ujar Syekh Siti Jenar.<br>“Saya sudah bisa?” Kebo Benowo bangkit dari duduknya, lalu memetik selembar daun basah dan diusapnya<br>dengan kedua telapak tangan. “Wahhh…benar‐benar hebat ilmu yang Syekh berikan. Saya sudah bisa mengubah<br>daun menjadi emas. Terimakasih Syekh!” berjingkrak‐jingkrak kegirangan.<br>“Saya juga, Syekh?” Loro Gempol bangkit dan mencabut golok dari sarungnya, “Lego Benongo, babatlah tubuh<br>saya dengan golok ini. Cepat!” menyodorkan golok pada temannya.<br>“Baik, bersiaplah!” tanpa ragu‐ragu lagi Lego Benongo membabatkan golok pada Loro Gempol yang berdiri tegak.<br>“Hiaaaaaaattttt….!!!”<br>“Hebat, benar‐benar hebat.” Loro Gempol ternyenyum bahagia, ketika tubuhnya dibabat oleh Lego Benongo tidak<br>merasakan apa pun bahkan seperti membabat angin. “Sudah, Benongo. Cukup!” lalu duduk bersila dihadapan<br>Syekh Siti Jenar.<br>“Itu yang kalian inginkan. Sudah saya berikan.” Syekh Siti Jenar menggenggam tasbih dengan tangan kirinya.<br>“Terimakasih, Syekh. Syekh telah mengajarkan dan mengamalkan ilmu kepada kami semua dengan satu kalimat,<br>hingga keinginan kami tercapai.” Kebo Benowo tampak senang, begitu juga temannya. “Kami tidak akan pernah<br>melupakan jasa baik Syekh, yang telah kami anggap sebagai guru. Untuk itu izinkanlah kami pulang kampung.”<br>“Kembalilah, karena hanya itu yang kalian ingin raih.” Syekh Siti Jenar masih dalam keadaan bersila, terdengar<br>mulutnya komat‐kamit membacakan dzikir, sambil memutar tasbih. Perlahan‐lahan tubuhnya samar dari<br>pandangan Kebo Benowo dan temannya. Hingga akhirnya tidak terlihat.<br>“E..eh, menghilang!” Kebo Benowo menggosok‐gosok kedua matanya, begitu juga ke dua temannya. “Aneh,<br>kemana beliau?”<br>“Ya, hebat.” Loro Gempol memutar matanya menatap ke segala arah, menyisir keberadaan Syekh Siti Jenar,<br>“Benar‐benar lenyap.”<br>“Tidak jadi soal. Karena apa yang kita inginkan telah kita peroleh. Disamping itu kita pun sudah meminta izin untuk<br>kembali ke kampung. Menghilangnya Syekh Siti Jenar berarti merestui kita semua. Mari kita turun dari padepokan<br>ini!” Kebo Benowo bangkit dari duduknya, diikuti temannya. Mereka pun turun dari padepokan menuju<br>kampungnya.<br>***<br>“Kalian orang‐orang miskin! Sebaiknya tunduk dan takluk pada saya.” Loro Gempol berkacak pinggang di hadapan<br>orang‐orang yang berbondong‐bondong menuju tempa sabung ayam.<br>“Keparat! Apa maumu?” Joyo Dento pemimpin kelompok sabung ayam “Masa andika tidak mendengar?<br>Bukankah saya menyuruh andika dan kawan‐kawan agar tunduk!?” Loro Gempol dengan sorot mata<br>meremehkan.<br>“Tunduk? Jangan harap, keparat!” Joyo Dento mencabut keris dari sarungnya. “Memangnya andika seorang<br>senapati? Enak saja.”<br>“Hahaha…ternyata andika punya keberanian Joyo Dento?” Loro Gempol tidak bergeming melihat ketajaman ujung<br>keris yang terhunus.<br>“Kawan‐kawan, habisi dia!” perintah Joyo Dento pada temannya.<br>“Majulah kalian semua! Buktikan kehebatan kalian jika memang sanggup membunuhku…hahaha!” Loro Gempol<br>tertawa renyah.<br>“Matilah andika keparat!” Joyo dento menyodokan keris ke arah uluhati. Diikuti empat orang temannya,<br>menyodok perut, membabat leher, punggung, kepala, dan kaki.<br>“Hahahaha….hanya ini kemampuan kalian!” Loro Gempol menanatang. “Ayo teruskan…hahaha!” sedikit pun tidak<br>beranjak dari tempatnya berdiri. Membiarkan lawan melakukan serangan.<br>“Gila?” Joyo Dento menghentikan gerakan, tenaganya merasa terkuras. Begitu pula teman‐temannya. “Ilmu apa<br>yang dimiliki si Loro Gempol? Rampok kampungan ini mendadak punya kesaktian yang luar biasa. Seluruh senjata<br>yang kita gunakan untuk mecabik‐cabik tubuhnya, laksana menghantam angin?” mengerutkan keningnya.<br>“Percaya kalian sekarang dengan kesaktian saya?” Loro Gempol dengan tangan kiri berkacak pingging, tangan<br>kanannya memutar kumis.<br>“Darimana andika punya ilmu sihir?” tanya Joyo Dento.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Hahaha…ini bukan ilmu sihir bodoh! Tapi ilmu miliknya orang sakti yang berasal dari Sang Pencipta Alam<br>Semesta.” ujar Loro Gempol. “Percaya kalian sekarang pada saya? Jika percaya dan tidak punya lagi keberanian<br>sebaiknya jadi pengikut saya! Tunduk pada saya!”<br>“Mana mungkin saya harus tunduk pada andika? Sedangkan saya belum andika kalahkan.” tantang Joyo Dento.<br>“Jadi kalian mau saya musnahkan ketimbang tunduk pada saya?” Loro Gempol menghunus goloknya.<br>“Sebaiknya kita ikuti saja keinginannya.” ujar teman Joyo Dento, meringis ketakutan.<br>“Benar, Kang. Sebaiknya kita jadi pengikutnya saja ketimbang dihabisi.” bisik yang lainnya.<br>“Benar juga. Ketimbang kita mati mengenaskan.” jawab Joyo Dento, seraya kakinya mundur beberaba langkah.<br>“Ayo pikirkan sekali lagi! Saya masih memberi kesempatan pada kalian. Pilih mati atau jadi pengikut saya?” ujar<br>Loro Gempol sembari menyilangkan golok di depana dadanya.<br>“Kami menyerah saja, Ki.” ujar Joyo Dento serempak.<br>“Hahaha…bagus. Kenapa tidak dari tadi kalau mau menyerah, untung saja golok ini belum bersarang pada leher<br>kalian.” Loro Gempol kembali menyarungkan goloknya. “Ikutlah kalian ke tempat saya.”<br>***<br>“Syekh, ternyata saya lebih bisa merasakan mendekati Sang Pencipta dengan cara bersemadi.” Kebo Kenongo<br>melangkah pelan di samping Syekh Siti Jenar.<br>“Karena Ki Ageng Pengging sudah terbiasa dengan cara itu.” ujar Syekh Siti Jenar pandangannya tertunduk ke<br>ujung kaki.<br>“Benar, seperti Syekh sampaikan. Cara pendekatan dan kebiasaan ternyata tidak mudah untuk dirubah. Namun<br>ketika kita menggunakan jalan yang berbeda ternyata memiliki tujuan sama.” Kebo Kenongo menghela napas<br>dalam‐dalam.<br>“Kenapa? Ya, karena itulah yang disebut manunggal. Satu.” terang Syekh Siti Jenar, menghentikan langkahnya<br>seraya matanya menatap puncak gunung yang berkabut.<br>“Benar, Syekh. Orang melakukan tata cara dan ritual dalam wujud pisik yang berbeda namun tujuannya tetap<br>satu. Sang Pencipta.” tambah Kebo Kenongo.<br>“Satu harapan untuk mendapatkannya. Mendekatkannya, meraihnya, dan manunggal.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Namun belum manunggaling kawula gusti, yang akhirnya wahdatul wujud.”<br>“Lantas?”<br>“Mereka mendekatkan diri kepadanya bukan untuk tujuan manunggal, tetapi untuk mengajukan berbagai macam<br>permohonan dan keinginan. Karena mereka lebih mencintai urusan lahiriyah yang cenderung duniawi ketimbang<br>urusan alam kembali, akhirat.” Syekh Siti Jenar melirik ke arah Kebo Kenongo.<br>“Bukankah ada juga orang yang tidak terlalu tertarik pada urusan lahiriyah saja? Namun mereka menginginkan<br>kesempurnaan hidup dan masuk dalam tahap akrab dengan Sang Pencipta?” kerut Kebo Kenongo, tatapannya<br>mendarat pada wajah Syekh Siti Jenar yang bercahaya.<br>“Itulah yang jumlahnya sangat sedikit, Ki Ageng Pengging.” lalu Syekh Siti Jenar memberi isyarat dengan jari jemari<br>tangannya. “Kecenderungan orang melakukan pendekatan pada Allah karena mengharapkan sesuatu, atau orang<br>tadi dalam keadaan susah. Ketika mereka merasa senang dan bahagia, lupalah kepadanya.”<br>“Mengapa, Syekh?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Karena tujuan pendekatan mereka untuk meraih dan memohon kebaikan lahiriyah saja.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Ketika merasa sudah terkabul keinginannya, kemudian melupakan Allah.”<br>“Bukankah tidak semua orang seperti itu, Syekh?” tanya Kebo Kenongo.<br>“Tidak, hanya hitungannya lebih banyak.” Syekh Siti Jenar melipat jari jemarinya. “Sangat sedikit orang yang<br>punya kecenderungan untuk mengikat keakraban dengan Sang Pencipta. Padahal tahap terkabulnya permohonan<br>mereka bukan karena akrab, tapi dalam upaya mendekat dan kemahamurahannya saja. Jika seandainya mereka<br>sudah merasa akrab dan berada dalam keakraban tidak mungkin melepas ikatannya semudah itu.” urainya.<br>“Jika sudah akrab saya kira tidak mungkin orang untuk menjauh. Karena untuk mengakrabi perlu upaya<br>mendekatan yang memerlukan waktu tidak sebentar.” Kebo Kenongo mengangguk‐anggukan kepala.<br>“Ya, maka tahap akrab dengan Allah itulah ketika orang dalam keadaan ma’rifat. Ketika kita tidak memiliki lagi<br>garis pemisah untuk saling bertemu. Kapan pun, dimanapun, tidak ada lagi sekat‐sekat dan ruang kosong sebagai<br>jeda untuk mengakrabinya.” Syekh Siti Jenar menghela napas dalam‐dalam.<br>“Ya, ya, benar, Syekh.” Kebo Kenongo berkali‐kali mengangguk‐anggukan kepalanya.<br>“Nah, pada tahap akrab itulah kita meminta apa pun tidak mungkin tertolak. Mana ada keakraban tanpa adanya<br>keterikatan kasih sayang?” Syekh Siti Jenar perlahan melangkah lagi.<br>“Tentu, Syekh. Saya sangat paham.” Kebo Kenongo terkagum‐kagum dengan uraian Syekh Siti Jenar.<br>“Keakraban dengan Allah tidak mudah. Namun ketika kita sudah berada dalam lingkarnya tidak mudah pula untuk<br>melepas.” Syekh Siti Jenar berdiri mematung di bawah pohon kenanga.<br>“Benar, meski saya pun dengan susah payah mendekat untuk meangkrabinya belum juga sampai. Karena upaya<br>saya bukan hanya untuk mendekat dan mengajukan berbagai permohonan. Namun ingin mengakrabinya.” ujar<br>Kebo Kenongo. “Jika dalam keadaan sangat akrab bukankah tidak memohon pun akan diberinya?”<br>“Ya,” ujar Syekh Siti Jenar. “Berjuanglah dan bergeraklah ke arah sana. Jika sudah tercapai, keinginan lahiryah pun<br>secara perlahan tidak lagi menjadi persoalan yang sangat istimewa. Itu semua dirasakan hanyalah sebagai<br>pelengkap lahiryah saja. Sebagai syarat hidup.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar, Syekh.” Kebo Kenongo kembali mengiringi langkah Syekh Siti Jenar. “Padahal tidak hanya Raden Patah<br>yang memiliki darah biru dan sekarang menjadi Penguasa Demak Bintoro. Saya pun masih keturunan Majapahit.<br>Namun saya tidak punya hasrat sedikit pun untuk menjadi penguasa. Tujuan saya bukan itu, tetapi seperti Syekh<br>terangkan tadi.”<br>“Keinginan lahiryah itulah yang memenjarakan kita menuju ma’rifat. Ruang kosong, antara, jarak, jeda, pemisah,<br>yang merintangi keakraban kita dengan Sang Pencipta.” terang Syekh Siti Jenar. “Perintang tadi berupa semua<br>keinginan lahiryah yang distimewakan oleh nafsu keduniawian, karena ingin berkuasa, ingin kekayaan, dan banyak<br>keinginan. Itu semua yang dinomor satukan. Lahirnya keserakahan.”<br>“Jika itu yang masuk ke dalam jiwa dan pikiran, hati ini akan terasa gelap.” ujar Kebo Kenongo. “Mana mungkin<br>menuju akrab untuk mendekat pun kita harus mencari cahaya jika tidak tentu membabi buta.”<br>“Nah, itulah penggoda manusia untuk meraih keakraban dengan Allah. Jernihkan hati, tenangkan jiwa, damaikan<br>gejolak nafsu, merupakan upaya untuk membuka jalan keakraban.” tambah Syekh Siti Jenar. “Manusia terkadang<br>sangat sulit menyusuri jalan yang penuh dengan godaan tadi. Karena dalam dirinya memiliki nafsu yang sangat<br>sulit untuk dikendalikan. Itulah upaya perjuangan menuju keridloannya. Menuju akrab pada Allah. Terkadang<br>manusia hanya sebatas berucap dibibir, bahwa dirinya telah akrab tetapi dalam kenyataannya tidak. Lalu<br>mengakui bahwa saya telah ma’rifat. Sebenarnya ma’rifat bukan sebuah pengakuan, tetapi realitas dalam tahapan<br>akrab. Terbelenggulah dengan ikatan kata‐kata.”<br>“Ya.” Kebo Kenongo menghentikan langkahnya seiring dengan Syekh Siti Jenar. “Adakah perbedaan antara<br>ma’rifat dengan akrab? Atau memang sama ma’rifat adalah akrab, sedangkan akrab adalah ma’rifat?” tanyanya<br>kemudian.<br>“Orang yang sudah ma’rifat tentu akrab. Orang yang sudah akrab tentu sudah ma’rifat.” terang Syekh Siti Jenar,<br>jubahnya yang berwarna hitam berlapis kain merah tersibak angin pegunungan.<br>“Ma’rifat itu sendiri?” kerut Kebo Kenongo.<br>“Tahu, Mengetahui.” berhenti sejenak. “Namun tidak cukup itu, tentu saja harus diurai dengan maksud dan<br>makna yang terarah. Mengetahui tentang apa? Tahu tentang apa? Tentu saja tentang dirinya dan Tuhannya.<br>Bukankah terkait dengan makna akrab. Sehingga ada istilah kalau ingin mengenal Gustimu, Allahmu, maka harus<br>mengenal dirimu sendiri.” Lanjut Syekh Siti Jenar.<br>“Saya pernah mendengar, Syekh.” Kebo Kenongo merenung. “Bukankah Tuhan itu lebih dekat dari pada urat leher<br>dan lehernya, bola mata putih dengan hitamnya?”<br>“Tentu,” Syekh Siti Jenar melirik ke samping. “Namun itu sifatnya umum. Tidak masuk ke dalam makna akrab.<br>Bahkan ma’rifat juga mungkin tidak.”<br>“Bukankah untuk menuju ma’rifat pun tidak mudah, Syekh? Tetapi ada tahapannya, yaitu Syariat, hakikat,<br>tharikat, dan akhirnya ma’rifat.” ujar Kebo Kenongo.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Harusnya demikian.” Syekh Siti Jenar memutar lehernya seiring dengan tatapan matanya, tertuju ke puncak<br>pegunungan. “Bukan berarti orang harus memahami tahapan tadi. Karena tanpa memahami tahapan tadi pun<br>orang bisa berada dalam tingkat ma’rifat, disadari atau diluar kesadarannya. Sebab tidak semua orang wajib tahu<br>tentang sebuah istilah, yang penting adalah sebuah pencapaian, lantas bisa merasakannya.”<br>“Bukankah istilah tadi hanya ada dalam agama Islam yang dianut Syekh sendiri.” tambah Kebo Kenongo.<br>“Sedangkan dalam agama yang saya pahami tentu saja punya nama yang berbeda.”<br>“Benar,” timpal Syekh Siti Jenar. “Namun tetap maksudnya sama. Hanya sebutannya saja yang berbeda. Sehingga<br>saya tadi mengurai seperti itu.”<br>“Ya.” Kebo Kenongo menganggukkan kepala.<br>***<br>“Ki, saya sudah berhasil mengumpulkan orang‐orang untuk dijadikan pengikut kita.” ujar Loro Gempol<br>menjatuhkan patatnya di atas kursi rotan.<br>“Saya juga sama, Ki.” timpal Lego Benongo. “Mau kita apakan mereka, Ki?”<br>“Menurut kalian?” Kebo Benowo balik bertanya.<br>“Ki, bukankah andika masih keturunan dari raja‐raja yang ada di tanah Jawa?” Loro Gempol menatap wajah Kebo<br>Benowo.<br>“Siapa turunan raja? Raja rampok yang andika maksud?” Kebo Benowo tersenyum. “Kenapa andika pun berbicara<br>seperti itu, Gempol?”<br>“Maksud saya, tidak lain mengumpulkan banyak pengikut tidak untuk dijadikan rampok, tapi mereka kita jadikan<br>prajurit yang tangguh.” terang Loro Gempol.<br>“Jadikan prajurit? Memang andika mau mengadakan pemberontakan pada raja Demak yang sah?” tatap Kebo<br>Benowo.<br>“Benar, rajanya andika, Ki.” Loro Gempol menganggukan kepala. “Saya jadi patih, sedangkan Lego Benongo<br>sebagai Senapati. Joyo Dento kita angkat sebagai Panglima.” terangnya.<br>“Andika ini tidakkah sedang bermimpi disiang bolong, Gempol.” Kebo Benowo terkekeh.<br>“Mengapa bertanya seperti itu, Ki?” Loro Gempol mengerutkan dahinya. “Bukankah andika layak menjadi seorang<br>raja. Kita sudah banyak pengikut. Kita punya kesaktian dan uang, yang belum kita miliki adalah kekuasaan dan<br>wilayah, karena saat ini sedang dikuasai Demak. Tidak ada salahnya jika Raden Patah kita taklukan, berada dalam<br>perintah kita.” urainya.<br>“Gempol, andika jangan berpikir terlampau jauh.” Kebo Benowo bangkit dari duduknya.<br>“Kenapa aki selalu berbicara seperti itu. Tidakkah aki yakin pada kekuatan kita, bukankah banyak pengikut, bisa<br>menciptakan uang, dan ilmu yang tinggi.” Loro Gempol meninggi.<br>“Bukan demikian maksud saya, Gempol.” Kebo Benowo diam sejenak. “Meski kita punya banyak pengikut,<br>menciptakan uang dan emas, serta ilmu tinggi, tentu saja semuanya tidak sebanding dengan kekuatan Penguasa<br>Demak, Raden Patah. Selain itu mereka memiliki para wali yang selalu mendampingi dan memakmurkan masjid<br>demak. Mereka semua memiliki ilmu yang cukup tinggi, kita tidak ada apa‐apanya dibanding mereka.” urainya.<br>“Benar juga ya, Ki.” Loro Gempol mengerutkan dahinya. “Namun untuk menghadapi para wali bukankah kita<br>punya guru yang hebat, Syekh Siti Jenar, beliau bisa menghadapi para wali.”<br>“Andika jangan berpikir seperti itu, Gempol.” Kebo Benowo bangkit dari duduknya. “Karena Syekh Siti Jenar bukan<br>orang yang gila kekuasaan. Mana mungkin dia mau melakukan pemberontakan dan meraih kekuasaan. Syekh Siti<br>Jenar adalah orang yang sangat bersahaja, tidak tertarik pada urusan duniawi apalagi kedudukan dan kekuasaan.<br>Beliau adalah ulama yang telah menyatu dengan Sang Pencipta. Mustahil tertarik dengan hal‐hal yang berbau<br>lahiryah. Karena menurut beliau kesenangan lahiryah hanyalah sekejap, yang paling nikmat adalah ketika beliau<br>berada dalam tahap manunggaling kawula gusti. Bukan begitu? Tentu berbeda dengan kecenderungan kita.”<br>terangnya.<br>“Baru terpikirkan, Ki.” Loro Gempol membetulkan duduknya. “Namun aki sendiri apakah punya keinginan untuk<br>meraih kekuasaan dan menikmati kesenangan dunia?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Tentu saja. Karena saya orang biasa dan seperti halnya orang lain, punya ambisi. Sebab saya bukanlah Syekh Siti<br>Jenar.” ujar Kebo Benowo. “Namun seandainya kita memiliki keinginan seperti andika jelaskan tadi tentunya harus<br>dengan cara lain.”<br>“Cara lain?” Loro Gempol meletakan telunjuk di keningnya.<br>“Ya, karena jika ingin memberontak. Kita harus mengukur kekuatan pasukan kita, lalu bandingkan dengan<br>kekuatan Demak. Pikirkan pula tentang logistik kita selama berperang, selain itu ilmu kadigjayaan kita sudah<br>sejauhmana, mungkinkah bisa mengalahkan para wali yang berilmu tinggi?” ujar Kebo Benowo.<br>“Benar juga, Ki.” Loro Gempol mengangguk‐anggukan kepala.<br>“Itulah yang mesti kita pertimbangkan sebelum bertindak.” timpalnya. “Kita haruslah berpikir matang jika tidak<br>ingin mati sia‐sia, seperti halnya anai‐anai menyambar api.”<br>“Jika demikian harus bagaimana caranya, Ki?” Loro Gempol menatap Kebo Benowo, seraya dahinya mengkerut.<br>“Itulah yang mesti kita pikirkan…” Kebo Benowo memijit dahinya.<br>Keadaan hening sejenak, pikiran mereka menerawang ke alam kejadian yang akan datang. Berbagaimacam cara<br>mereka olah dan cerna, demi tercapainya ambisi kekuasaan.<br>***<br>“Lantas ketika Syekh melayang apa yang terjadi?” tanya Kebo Kenongo.<br>“Saya bisa melayang karena bisa mengatur berat tubuh.” Syekh Siti Jenar menatap langit, “Lihatlah di sana, Ki<br>Ageng! Mengapa burung itu bisa beterbangan, lalu saling kejar di ketinggian yang tidak bisa kita jangkau karena<br>keterbatasan.”<br>“Tapi kenapa syekh sendiri bisa meloncati keterbatasan tadi?”<br>“Sebenarnya bukan saya bisa meloncati keterbatasan, namun kita bisa mengatur batas, menjauh dan<br>mendekatkan.” terang Syekh Siti Jenar.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Maksud Syekh?” kerut Kebo Kenongo. “Samakah dengan yang saya dengar tentang Isra Mi’rajnya Nabi<br>Muhammad?”<br>“Ya, namun berbeda.”<br>“Maksudnya?”<br>“Jika Rasululah Isra Mi’raj dengan kehendak dan kekuasaan Allah. Sedangkan saya tidak.” ujar Syekh Siti Jenar.<br>“Saya kurang paham, Syekh?” Kebo Kenongo memijit keningnya.<br>“Ya, saya tidak bisa seperti Rasulullah. Sebab saya bukan beliau…” terang Syekh Siti Jenar. “Namun saya bisa<br>menyatu dengan kekuatannya dan dzatnya. Hingga ketika saya menghendaki berada di pusat Negeri Demak<br>dengan sekejap itu bukan persoalan yang mustahil.” tambahnya.<br>“Benarkah itu, Syekh?” Kebo Kenongo semakin mengkerutkan dahinya.<br>“Jika Ki Ageng Pengging ingin bukti, maka tataplah saya! Jangan pula Ki Ageng berkedip! Karena kepergian saya ke<br>pusat kota Demak Bintoro bagaikan kedip, kembali pun dihadapan Ki Ageng seperti itu pula. Saya dari pusat Kota<br>Demak Bintoro akan membawa makanan segar.” usai berkata‐kata, samarlah wujud Syekh Siti Jenar, hingga<br>akhirnya lenyap dari pandangan Kebo Kenongo.<br>“Lha,” Kebo Kenongo menggosok‐gosok kedua matanya. “Benarkah yang sedang terjadi dan kuperhatikan ini?”<br>“Inilah makan segar dari pusat kota Demak Bintoro, Ki Ageng.”<br>“Lha, aih..aih..!” Kebo Kenongo terperanjat, ketika dihadapannya Syekh Siti Jenar sudah berdiri kembali seraya<br>menyodorkan makanan hangat dengan bungkus daun pisang.<br>“Itulah yang bisa saya lakukan, Ki Ageng.” ujar Syekh Siti Jenar, seraya duduk bersila di atas hamparan tikar<br>pandan, dihadapannya terhidang dua bungkus makanan hangat yang beralaskan daun pisang. “Sekarang marilah<br>kita makan alakadarnya.”<br>“Ya,” Kebo Kenongo hanya menjawab dengan anggukan. “Saya tidak sanggup untuk memikirkannya, Syekh?<br>Kenapa andika hanya dalam kedip pergi ke pusat kota Demak Bintroro untuk mendapatkan hidangan makan pagi.<br>Padahal jika kita bejalan dari padepokan ini ke pusat kota Demak memakan waktu satu hari satu malam?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar, Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar mengangguk. “Namun bukankah kita tidak sedang berbicara tentang<br>perjalanan jasad?”<br>“Maksud, Syekh?”<br>“Ingatkah Ki Ageng Pengging ketika saya pernah bercerita tentang Kanjeng Nabi Sulaiman AS.?” ujar Syekh Siti<br>Jenar.<br>“Yang pernah Syekh baca dari ayat suci Alquran itu? Saya agak lupa.” Kebo Kenongo menempelkan telunjuk<br>didahinya.<br>“Ketika Kanjeng Nabi Sulaiman meminta kepada para pengagung negaranya untuk memindahkan kursi Ratu Balqis<br>ke istananya. Siapakah yang bisa memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam waktu yang sangat cepat, hingga jin<br>Iprit menyanggupi.”<br>“Ya, saya ingat, Syekh.” Kebo Kenongo tersenyum. “Namun bukankah Jin Iprit itu terlalu lama menurut Kanjeng<br>Nabi Sulaiman, karena dia meminta waktu saat Baginda Nabi bangkit dari tempat duduk maka singgasana akan<br>pindah…”<br>“Benar, waktu seperti itu lama menurut Kanjeng Nabi Sulaiman. Karena bangkit dari duduk memerlukan waktu<br>beberapa saat. Hingga berkatalah seorang ulama serta mengungkapkan kesanggupannya, yaitu hanya sekejap.<br>Kanjeng Nabi Sulaiman berkedip maka Singgasana Ratu Balqis pun akan berhasil dia bawa. Hanya satu kedipan.”<br>terang Syekh Siti Jenar. “…dan terbuktilah kehebatan ulama tadi.”<br>“Ya, benar, Syekh.” ujar Kebo Kenongo, “Itulah ilmu Allah. Mana mungkin bisa dicerna dan dipahami dengan<br>keterbatasan berpikir manusia.”<br>“Tidak semua manusia seperti itu, Ki Ageng.” terang Syekh Siti Jenar. “Itulah manusia kebanyakan, terkadang<br>perkataannya dan pendalamannya dibidang ilmu dangkal. Namun meski pun memiliki kedangkalan berpikir<br>terkadang dalam dirinya mencuat pula rasa angkuh dan sombongnya. Jika hal itu terjadi maka akan gelap untuk<br>meraba dan meraih yang saya maksud.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar, Syekh. Hanya kejernihan berpikir dan menerima yang bisa membukakan kebodohan dan kekurangan diri<br>kita…” timpal Kebo Kenongo. “Namun dalam uraian tadi apa yang membedakan kehebatan ilmu yang dimiliki oleh<br>Jin Iprit dan Ulama?”<br>“Tentu saja sangat berbeda.” Syekh Siti Jenar bangkit dari duduknya, seraya menatap langit. “Jin itu makhluk gaib,<br>tidak aneh bagi bangsa mereka terbang, melayang‐layang di angkasa, melesat secepat angin, menembus lubang<br>sekecil lubang jarum, bahkan merubah wujud berbentuk apa pun yang dikehendakinya.”<br>“Bisa pula tidak terlihat oleh manusia?”<br>“Sangat bisa. Ya, karena memiliki sifat ghaib itulah. Hanya orang‐orang tertentu saja yang bisa menembus alam<br>jin. Sebaliknya hanya jin tertentulah yang bisa menampakan diri pada manusia.” terang Syekh Siti Jenar. “Sehebat<br>apa pun bangsa jin tentunya tidak bisa melebihi manusia.”<br>“Bukankah pada zaman ini banyak pula orang‐orang yang memiliki ilmu jin bahkan mengabdikan diri, karena ingin<br>mendapat kesaktiannya.” timpal Kebo Kenongo. “Para dukun sakti saya rasa tidak terlepas dari kekuatan dan<br>kesaktian atas bantuan bangsa jin yang dijadikan tuannya.”<br>“Itulah kedangkalan berpikir manusia, Ki Ageng. Mereka tidak melihat asal usul, jika manusia itu makhluk yang<br>paling mulia di banding yang lainnya. Termasuk jin.”<br>“Jika demikian, Syekh. Berarti kita harus menaklukan jin agar bisa memerintah mereka dan memanpaatkan<br>kekuatannya. Namun apa mungkin kita bisa menaklukan jin?”<br>“Kenapa tidak mungkin. Bukankah Kanjeng Nabi Sulaiman sendiri prajuritnya terdiri dari bangsa jin, selain<br>binatang dan manusia?”<br>“Tapi untuk menaklukan bangsa jin tentu saja ilmu kita harus di atas mereka, Syekh?”<br>“Tentu saja, Ki Ageng.” ujar Syekh Siti Jenar. “Namun jika kita sudah memiliki ilmu dan kesaktian sebetulnya<br>menjadi tidak perlu memiliki dan menaklukan jin. Karena kita bukan raja seperti Kanjeng Nabi Sulaiman, yang<br>memerlukan prajurit dan abdi setia. Untuk dijadikan balatentara dan membangun negara, dengan arsitek‐arsitek<br>yang kokoh. Jin dijaman Nabi Sulaiman di suruh menyelami laut untuk mengambil mutiara, di suruh membangun<br>keraton berlantaikan kaca yang membatasi kolam dibawahnya.”<br>“Meski bukan raja kita juga butuh prajurit pengawal, Syekh?”<br>“Saya rasa tidak perlu bangsa jin yang dijadikan prajurit pengawal. Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad juga tidak<br>dikawal oleh bangsa jin, namun selalu disertai oleh Malaikat Jibril kemana pun beliau pergi.”<br>“Lalu haruskah Kanjeng Nabi menundukkan Malaikat agar mengawalnya? Sakti mana dengan jinnya Kanjeng Nabi<br>Sulaiman?”<br>“Tentu saja Malaikat itu lebih sakti dari bangsa jin. Karena yang mencabut nyawa jin juga Malaikat seperti halnya<br>nyawa manusia. Kanjeng Nabi Muhammad pun tidak perlu menundukan Malaikat, karena dengan sendirinya<br>Malaikat akan di utus oleh Allah untuk menyertai orang‐orang shalih. Apalagi Malaikat Jibril sebagai pembawa<br>wahyu Allah yang disampaikan kepada Kanjeng Nabi Muhammad.” urai Syekh Siti Jenar.<br>“Syekh sendiri siapa yang mengawal?”<br>“Karena saya manusia biasa, bukan nabi dan juga keshalihannya tidak saya ketahui, entahlah. Mungkinkah Allah<br>mengutus Malaikat untuk mengawal atau tidak saya tidak tahu. Yang jelas saya tidak dikawal oleh bangsa jin…”<br>Syekh Siti Jenar kembali duduk bersila.<br>“Tapi kenapa Syekh memiliki kesaktian?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Ya, itu sedikit ilmu yang saya pelajari dari keMaha Besaran Allah. Mungkin yang mengawal saya kemana pun<br>pergi adalah ilmu yang saya miliki. Sehingga dengan ilmu itu saya pun bisa memanggil prajurit Allah yang empat.”<br>tambah Syekh Siti Jenar.<br>“Prajurit Allah?” kerut Kebo Kenongo. “Apakah para Malaikat? Kalau di dalam agama saya para Dewa dan Hyang<br>Jagatnata, penguasa triloka.”<br>”Prajurit Allah bukan Malaikat. Saya tidak akan berbicara tentang para Dewa.” berhenti sejenak, lalu tatapan<br>matanya menyapu wajah Kebo Kenongo.<br>“Namun yang akan saya bicarakan prajurit Allah. Ingat bukan Malaikat,”<br>“Kenapa bukan Malaikat? Bukankah Malaikat bisa mencabut nyawa manusia dan bangsa jin yang goib?” tanya<br>Kebo Kenongo.<br>“Meskipun demikian Malaikat hanyalah makhluk Allah, tidak beda dengan kita. Hanya yang membedakan kita<br>dengan Malaikat, dia adalah goib. Malaikat memiliki keimanan tetap dan tidak pernah berubah, berbeda dengan<br>bangsa manusia dan jin. Namun meski bagaimana pun tetap saja manusia makhluk yang paling mulia, tetapi<br>sebaliknya derajat kemulian yang diberikan Allah kepada manusia akan lenyap. Bahkan manusia akan didapati<br>sebagai makhluk yang lebih rendah dan hina dibawah binatang.” urai Syekh Siti Jenar.<br>“Lalu prajurit yang dimaksud?”<br>”Yang dimaksud prajurit tentu saja penyerang, penghancur, perusak, dengan segala tugas yang diembannya.”<br>“Mungkinkah mirip dengan Dewa Syiwa?”<br>“Mungkin, Ki Ageng.” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak. “Sedangkan prajurit Allah yang empat disini pun fungsi<br>dan tugasnya untuk menghancurkan, merusak, dengan tujuan manusia berbalik pada jalan lurus. Mengingatkan<br>kekeliruan yang pernah diperbuat oleh para khalifah bumi. Tujuannya tentu saja menyadarkan, jika yang<br>menedapatkan taufiq dan hidayah. Adzab dan siksa bagi mereka yang tidak pernah mau bertobat dan kembali<br>kepada jalan yang lurus.”<br>“Lalu siapa yang dimaksud dengan prajurit Allah yang empat tadi, Syekh?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Prajurit Allah yang empat itu diantaranya…” Syekh Siti Jenar melangkahkan kakinya perlahan. “…pertama adalah<br>angin. Lihatlah angin yang lembut dan sepoi‐sepoi, namun perhatikan pula jika angin itu mulai dahsyat serta bisa<br>memporak‐porandakan bangunan sehebat apa pun, menghancurkan pohon‐pohon yang tertancap kokoh,<br>menerbangkan segala hal yang mesti diterbangkannya, bahkan menghancurkan sebuah kota atau perkampungan.<br>Lantas ketika angin mengamuk siapa yang bisa membendung dan menghalang‐halangi?”<br>“Tidak ada, Syekh.”<br>“Itulah kehebatan prajurit Allah yang disebut manusia, angin pada syariatnya. Padahal angin itu hakikatnnya<br>membawa pesan pada manusia, pada para khalifah bumi, agar menyadari kekeliruan yang pernah diperbuatnya.<br>Manusia yang melakukan keruksakan di muka bumi maka akan kembali pada perbuatannya, akibatnya. Namun<br>dalam hal ini manusia hanya memandang sebelah mata pada hakikat angin. Mereka lebih banyak bercerita dan<br>memandang akan hal yang berbau logika dan penalaran semata, karena itu semua akibat dari keterbatasan ilmu<br>yang dimilikinya. Ilmu yang manusia miliki tidak mencakup berbagai hal, namun terbatas hanya pada bidangnya<br>saja. Sehingga manusia terkadang melupakan Allah yang memiliki lautan ilmu.” urai Syekh Siti Jenar, seraya<br>langkahnya terhenti. Sejenak berdiri di tepi jalan, matanya menyapu tingginya puncak gunung yang diselimuti<br>awan putih yang berlapis‐lapis.<br>“Bukankah manusia akan selalu merasa pintar jika seandainya berhasil menangani sedikit persoalan saja, Syekh?”<br>“Itulah manusia. Namun tidak semuanya seperti itu. Tetapi itulah watak orang kebanyakan. Maka jika demikian<br>tertutuplah pintu ilmu berikutnya, terhalang oleh keangkuhan dan kecongkakan yang terselip dalam batinnya.”<br>ujar Syekh Siti Jenar. “Berbeda jika dibandingkan dengan manusia yang batinnya terang. Dia tidak akan pernah<br>berbuat congkak, apalagi sombong, yang bisa membutakan mata hatinya. Sehingga orang seperti itu akan<br>selamanya sanggup memahami segala hal dengan jernih….”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“…sangat sulit, Syekh.” Kebo Kenongo menarik napas dalam‐dalam. “…pantas saja diri Syekh bisa terangkat pada<br>derajat ma’rifat, karena telah sanggup membersihkan batin dari noda‐noda tadi. Mungkin saya sulit mencapai<br>ma’rifat tadi karena batin ini masih dijejali dan dikotori hal‐hal yang membutakan, menghalangi, mengganggu dan<br>merintangi. Pada intinya masih berbau keangkuhan, kesombongan, angkara, rasa iri dan dengki. Namun rasanya<br>sulit untuk melepaskan hal‐hal tadi, Syekh. Mungkin karena kesulitan itu datang akibat kita berada dalam hiruk<br>pikuk kemewahan duniawi, yang selalu hadir di sisi kiri, kanan, depan, dan belakang kita?”<br>“…jangan salah, Ki Ageng. Bukankah setiap manusia hidup memerlukan kebutuhan jasadiyah?” timpal Syekh Siti<br>Jenar. “Duniawi adalah kebutuhan lahiriyah, sedangkan menuju ma’rifat adalah proses perjalanan batin menuju<br>akrab.”<br>“Benar, Syehk. Namun jika gangguan duniawi sangat terlalu kuat, bisa menggelapkan mata batin. Sehingga kita<br>selalu memperjuangkan kepentingan jasadiyah tanpa kendali dan melupakan kebutuhan batinnya. Nah, untuk<br>menyeimbangkan itulah yang sangat sulit.”<br>“Sebetulnya kita tidak perlu seimbang dulu. Namun itu terlalu berat untuk kebanyakan orang dan tidak mungkin<br>dapat tercapai. Sebab bagi yang telah ma’rifat dan akrab tidak perlu jauh melangkah tinggal mengatakannya, apa<br>yang diinginkan akan datang atau berada dalam genggaman.” terang Syekh Siti Jenar, lantas membuka telapak<br>tangannya dan diacungkan ke langit, lalu dikepalkan. “…lihatlah! Inikah yang Ki Ageng inginkan?”<br>“Benar, Syekh. Andika selain bisa membaca keinginan batin saya juga dapat membuktikannya hanya dengan<br>mengepalkan tangan.” Kebo Kenongo menggeleng‐gelengkan kepala, seraya memujinya.<br>***<br>“Sudahkah andika menemukan cara yang tepat untuk menguasai Demak?” Loro Gempol menatap wajah Kebo<br>Benowo.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Meski saya telah berkali‐kali memikirkannya belum juga menemukan cara yang tepat, Gempol.” Kebo Benowo<br>menempelkan telunjuk dikeningnya. Lalu bangkit dari duduknya, menggendong kedua tangannya dibelakang,<br>dahinya berkerut‐kerut, kakinya melangkah pelan. “….bagaimana…cara termudah?”<br>“Bolehkah saya berbicara?” Joyo Dento mengangkat kepalanya.<br>“Apa yang akan andika katakan, Dento? Bantulah saya berpikir!” tatap Kebo Benowo.<br>“Menurut hemat saya, negara Demak Bintoro kini dalam keadaan tenang dan tentram. Namun bukan berarti<br>ketenangan ini tidak bisa diusik.”<br>“Semua orang tahu! Apa maksud andika!” timpal Loro Gempol meninggi.<br>“Mohon maaf, Ki Gempol. Bukankah saya belum selesai bicara?”<br>“Lanjutkan, Dento!” ujar Kebo Benowo mengacungkan telapak tangannya, seraya menatap Loro Ge,pol agar<br>memberi kesempatan bicara pada Joyo Dento.<br>“Negeri Demak Bintoro kini dalam keadaan tenang dan tentram. Sangat sulit bagi kita untuk melakukan<br>pemberontakan apalagi penggulingan kekuasaan. Namun bukan berarti suasana tenang dan tentram ini tidak bisa<br>diubah, menjadi kacau balau dan carut marut.” Joyo Dento berhenti sejenak, matanya merayap mengelilingi<br>ruang pertemuan. Kembali tatapannya tertuju pada Kebo Benowo.<br>“Maksud andika?” Loro Gempol tidak sabar.<br>“Maksud saya, untuk merubah suasana tenang dan tentram ini harus menciptakan keadaan sebaliknya.”<br>“Mengacau ketenangan masyarakat?” tatap Kebo Benowo. “Jika itu dilakukan berarti tindakan kita untuk<br>menggulingkan Raden Patah tidak akan berhasil, bahkan akan mendapat kecaman dari rakyat. Karena mereka<br>tahu bahwa kita pengacau. Sedangkan yang kita harapkan dukungan rakyat, yang membetulkan tindakan kudeta.<br>Jadi pada intinya tindakan kita harus mendapat simpati dari rakyat.”<br>“Benar, maksud saya itu.” ujar joyo Dento.<br>“Maksud andika jelas salah, Dento! Tidakah andika membayangkan jika kita merampok rakyat, mengganggu<br>rakyat, sebaliknya mereka akan lebih simpati pada Sultan.” sela Loro Gempol.<br>“Tentu, jika kita salah dalam melakukan tindakan.” terang Joyo Dento. “Saya meskipun sehari‐hari berada di pasar<br>dan melakukan perbuatan sabung ayam, hanya untuk melampiaskan hobi saja. Andika belum paham jika saya<br>dulu pernah mengabdi di Kadipaten Majapahit. Bahkan saya pun banyak belajar tentang politik dan<br>ketatanegaraan. Namun orang‐orang Majapahit kini tidak mau lagi memperlihatkan diri dan merasa antipati<br>terhadap Raja Demak Bintoro, karena membaca kekuatan sendiri. Jika melakukan hal tadi berarti akan ditangkap,<br>termasuk Ki Ageng Pengging, beliau lebih memilih hidup menjadi seorang petani, dengan nama lain.”<br>Mendengar uraian Joyo Dento yang membuka jatidirinya dan mengurai keahliannya, Kebo Benowo, Loro Gempol,<br>Lego Benongo, juga seluruh peserta sidang pada kesempatan itu terkagum‐kagum.<br>“Pantas saja, andika berbeda.” Kebo Benowo menggelengkan kepala. “Jika demikian lanjutkanlah rencana dan<br>dasar pemikiran andika. Andika mulai hari ini saya angkat sebagi penasehat saya dan yang lainnya.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Terimakasih, Ki Benowo.” Joyo Dento menghela napas, “Saya sebetulnya sejak dulu mencari teman dan orang<br>yang ingin melakukan pemberontakan, sekaligus penggulingan kekuasaan terhadap Raden Patah. Namun kini<br>saya baru menemukan orang yang benar‐benar punya niat dan tujuan yang sama dengan saya. Jadi tidak ada<br>salahnya jika saya pun mendukung gerakan ini.”<br>“Kita tidak salah bergabung, Dento.” ujar Kebo Benowo.<br>“Hanya sayang, yang semestinnya Ki Ageng Pengging yang harus maju dan bergabung dengan kita sama sekali<br>tidak tertarik. Ki Ageng Pengging sesungguhnya memiliki darah biru yang sangat kuat, karena beliau keturunan<br>raja Majapahit.” Joyo Dento berhenti sejenak, “Namun meski pun demikian andikalah yang ternyata berani maju,<br>Ki Benowo. Tidak ada salahnya, saya akan mendukung. Hanya dalam hal ini kita harus punya strategi yang tepat.<br>Seperti yang saya uraikan pertama kali.”<br>”Ya, tentang pembicaraan semula. Lanjutkan apa rencana tadi?” pinta Kebo Benowo. “Baiklah,” ujar Joyo Dento.<br>***<br>”Dengarkan para pengemis!” teriak Kebo Benowo, matanya menyapu para pengemis yang bersila di pinggir jalan<br>menuju pasar. “Kenapa andika semua mesti jadi pengemis? Tidak inginkah hidup mewah seperti para penduduk<br>kota Demak Bintoro? Tidak inginkah kalian menjadi orang kaya, seperti para pejabat negara? Bukankah mereka<br>itu manusia seperti kita? Harus sadar pula bahwa kita pun memiliki hak yang sama seperti mereka. Tidak<br>sadarkah jika para pejabat Negeri Demak telah mendzalimi kalian semua? Membiarkan kalian terlantar<br>dipinggiran jalan. Sementara mereka bersenang‐ senang di pusat kota Demak Bintoro. Tidak sadarkah bahwa<br>mereka telah melupakan kita selaku rakyat? Mereka telah menelantarkan kita dalam lingkaran kemiskinan dan<br>penderitaan. Kalian harus paham akan semua itu. Sesungguhnya hak kalian telah dirampas oleh mereka.”<br>“Jadi kami mesti bagaimana, Ki? Sedangkan kami pun tidak ingin menjadi orang miskin.” ujar seorang pengemis<br>paruhbaya.<br>“Ingatlah, bahwa kalian memiliki hak yang sama seperti para penguasa negeri ini. Mintalah hak kalian!” ujar Kebo<br>Benowo.<br>“Tidak mungkin? Mustahil keinginan kita dikabulkan oleh para penguasa dzalim yang tidak peduli akan nasib<br>rakyatnya, yang miskin seperti kami.” ujar si pengemis paruhbaya.<br>“Jika tidak mungkin menurut kalian, tidak perlu menyesal dengan nasib yang dialami. Karena kehidupan dunia ini<br>hanyalah sekejap, setelah itu kita akan mati. Untuk itu biarkanlah mereka itu menikmati hidupnya sebagai<br>penguasa, karena mereka hanyalah mayat‐mayat hidup yang menunggu kematian. Sedangkan kematian<br>merupakan pertemuan kita dengan Sang Pencipta, untuk menemui kenikmatan yang abadi.” urai Kebo Benowo.<br>“Benarkah kematian itu merupakan kenikmatan yang abadi dibandingkan dengan para penguasa yang sekarang<br>sedang menikmati kesenangan?” kerut pengemis paruhbaya.<br>“Benar, karena mereka pun akan mati. Setelah mati maka ditangisi oleh keluarganya, lalu harta yang mereka<br>agung‐agungkan ditinggalkan untuk diperebutkan oleh keturunannya. Jadi apa artinya harta kekayaan juga<br>kekuasaan. Toh, kita pun akan mati dan meninggalkan semua kesenangan duniawi yang bersifat sekejap.<br>Bayangkanlah kesenangan setelah kematian. Bukankah nenek moyang kalian tidak pernah ingin kembali ke dunia<br>ini dari kuburnya? Mengapa demikian? Karena mereka menikmati kematian yang teramat menyenangkan dan<br>menentramkan.” Kebo Benowo yang memahami secara dangkal ajaran Syekh Siti Jenar, mencoba mengurai<br>sesuka hatinya.<br>“Benar juga yang andika katakan, Ki.” si pengemis paruhbaya mengagguk‐anggukan kepala, begitu juga yang<br>lainnya. “Memang kehidupan ini hanyalah samsara, penderitaan dan kesengsaraan. Sedangkan kematian<br>merupakan nirwana, kesenangan yang teramat membahagiakan. Karena bisa melepaskan kita dari berbagai<br>penderitaan.”<br>”Itu benar, Kisanak.” Kebo Benowo mengacungkan jempolnya. “lihatlah mereka yang tadinya hidup susah, lalu<br>dalam keadaan sakit dan sekarat, akhirnya mati tersenyum. Mereka mengakhiri segala penderitaan dengan<br>kematian. Untuk apa kita hidup di negeri mayat, jika itu bukan mayat yang sesungguhnya. Mereka semua<br>hanyalah mayat‐mayat berjalan, tidak memiliki rasa dan kepekaan. Meskipun punya jabatan dan kekayaan<br>namun tidak bisa mereka nikmati. Maka kematianlah sesungguhnya kenikmatan setiap manusia, yang harus kita<br>raih dan dapatkan.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Saya setuju, Ki.” pengemis paruhbaya bangkit. “Jika demikian marilah kita songsong kematian…saya ingin mati!”<br>teriaknya. Selanjutnya diikuti oleh para pengemis lainnya.<br>Para pengemis bangkit dari duduknnya seraya berjalan‐jalan keliling sambil berteriak‐teriak menyongsong<br>kematian. Ada juga yang nekad membenturkan kepalanya ke atas batu hingga pecah dan meninggal, ada juga<br>yang terus berjalan menunggu ajal tanpa makan.<br>“Hahahaha…mungkin itulah yang dimaksud Joyo Dento.” Kebo Benowo mengawasi para pengemis sambil<br>tersenyum.<br>***<br>“Hebat andika Joyo Dento.” puji Kebo Benowo seraya menepuk‐nepuk bahunya. “Sekarang keadaan negeri<br>Demak Bintoro akan dilanda oleh kekacauan, serta krisis kepercayaan. Itu semua alhasil dari hasutan kita agar<br>masyarakat miskin antipati terhadap penguasa. Benar‐benar cerdik daya pemikiran andika, Dento.”<br>“Itulah yang harus kita ciptakan. Strategi pertama untuk menggoncang keaadaan negara. Setelah ini berhasil dan<br>di dengar beritannya oleh para penguasa negeri Demak Bintoro, maka pertama‐tama mereka akan mencari tahu<br>penyebabnya.” ujar Joyo Dento.<br>“Mungkinkah mereka akan menangkap kita sebagai penghasut?” tanya Loro Gempol.<br>“Sangat tidak mungkin, Ki.” jawab Joyo Dento yakin.<br>“Kenapa? Bukankah kita penghasutnya?” timpal Kebo Benowo.<br>“Karena kita bukan menghasut tapi berbicara berdasarkan kenyataan. Mereka pun tidak mudah menuduh kita<br>sebagi pengasut, dalam menciptakan kekacauan di negeri Demak Bintoro tanpa adanya bukti yang kuat.” terang<br>Joyo Dento.<br>“Benar juga, Dento.” Kebo Benowo menganggukan kepala.<br>“Jika keadaan negara sudah kacau balau, rakyat tidak percaya lagi pada penguasa, maka mereka akan sibuk.<br>Dalam keadaan seperti itulah kita mengadakan tindakan.” Joyo Dento mengepalkan tangannya.<br>“Melakukan kudeta?” celetuk Loro Gempol.<br>“Apa mungkin kita mampuh menggulingkan kekuasaan Raden Patah?” kerut Kebo Benowo. “Karena kekacauan<br>seperti ini tidak seberaba, jika dibanding dengan kekuatan negara Demak Bintoro yang sesungguhnya. Lalu kita<br>juga harus berkaca, apa mungkin kekuatan kita sudah cukup untuk melakukan penyerangan?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Apa salahnya jika kita mencoba? Siapa tahu menang.” tambah Loro Gempol seraya menggenggam gagang<br>goloknya.<br>“Benar, kita mesti mencoba dan berusaha. Untuk mengukur kekuatan kita, sudah semestinya begitu.” terang Joyo<br>Dento. “Namun dalam tindakan percobaan kita harus menciptakan strategi penyerangan yang berbeda. Agar kita<br>pada waktunya tidak konyol dan membahayakan diri sendiri.”<br>“Jika demikian ijinkan saya menyiapkan pasukan untuk menyerbu Demak Bintoro, Ki Benowo.” Loro Gempol<br>Bangkit dari duduknya, langkahnya berat dan pasti.<br>“Tunggu dulu, Gempol!” Kebo Benowo berteriak.<br>“Kenapa mesti menunggu lagi? Bukankah kita akan mencoba kekuatan?” langkah Loro Gempol terhenti di depan<br>pintu.<br>“Benar, Ki Gempol. Namun ingatlah yang saya katakan tadi. Meski dikalangan rakyat miskin sedang terjadi<br>kekacauan, namun itu belum seberapa.” terang Joyo Dento. “Kekacauan tadi hanya bersifat lokal, sangat kurang<br>berpengaruh terhadap stabilitas keamanan negeri Demak Bintoro. Sebaiknya sebelum melakukan penyerangan<br>sebarkan dulu kekacauan tadi hingga merebak seantero negeri Demak Bintoro.” urainya.<br>“Benar, Gempol. Apa yang dikatakan Joyo Dento sebaiknya diikuti, karena dia sudah saya angkat sebagai<br>penasihat.” ujar Kebo Benowo, seraya menepuk bahu Loro Gempol.<br>“Baiklah jika itu perintah Ki Benowo.” Loro Gempol menganggukan kepalanya, seraya kembali ke tempat<br>duduknya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baguslah jika andika setuju.” Kebo Benowo tersenyum bahagia, lalu melirik ke arah Joyo Dento, dalam benaknya<br>menaruh berjuta harapan demi cita‐citanya menggenggam kekuasaan di negeri Demak Bintoro. “Apa rencana<br>berikutnya, Dento?”<br>“Baiklah, kita menyusun strategi berikutnya.” Joyo Dento menempelkan jari dikeningnya seakan‐akan berpikir<br>sangat keras.<br>***<br>“Syekh, rasanya sangat berat untuk menempuh jalan ma’rifat.” Kebo Kenongo nampak tidak ceria.<br>“Ya, tentu saja.”<br>“Mungkinkah saya harus bertahap? Menurut tahapan ilmu, Syekh?”<br>“Tidak selalu, Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar perlahan bangkit dari duduknya. “Bukankah saya menyarankan<br>jika seandainya andika kesulitan mengikuti ilmu Islam, hendaknya ikutilah ajaran agama yang andika anut.<br>Bukankah andika tinggal satu atau dua langkah lagi menuju ma’rifat, setelah itu akrab. Orang yang akrab dengan<br>Allah itulah seperti yang pernah saya uraikan sebelumnya.”<br>“Ya,” Kebo Kenongo menggeleng, “Itu dibicarakan sangatlah mudah, Syekh. Namun untuk melaksanakannya<br>terasa berat, dan sulit untuk membuka tabirnya. Jika sekali saja tabir itu sudah terbuka tentulah berikutnya akan<br>lebih mudah.”<br>“Benar,” Syekh Siti Jenar terdiam sejenak, matanya yang sejuk dan tajam beradu tatap dengan Kebo Kenongo.<br>“Ya, hanya Sunan Kalijaga yang bisa…” gumamnya.<br>“Sunan Kalijaga?”<br>“Tidak perlu dipikirkan! Apalagi mempertanyakannya.” Syekh Siti Jenar kembali ke tempat duduknya.<br>***<br>“Kanjeng Sunan Giri, tahukah anda tentang Syekh Siti Jenar?” tanya seorang jemaah paruhbaya, usai<br>melaksanakan sholat zuhur di masjid Demak.<br>“Ya,” Sunan Giri menatapnya, “Memang kenapa dengan Syekh Siti Jenar, Ki Demang?”<br>“Dia telah meresahkan.” jawab Ki Demang.<br>“Meresahkan?”<br>“Ya,”<br>“Memang apa yang telah dia perbuat, Ki Demang?”<br>“Syekh Siti Jenar telah mengacaukan keadaan rakyat negeri Demak Bintoro, Kanjeng.”<br>“Maksud, Ki Demang?” Sunan Giri mengerutkan dahinya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Namun sebelumnya saya ingin tahu dulu.”<br>“Tentang apa?”<br>“Apakah Syekh Siti Jenar juga seorang wali seperti anda?”<br>“Bukan! Dia hanyalah sosok yang tidak jelas asal usulnya. Juga ilmu yang didalaminya entah dari mana<br>sumbernya.”<br>“Tapi bukankah dia juga seorang ulama yang memiliki ilmu tinggi?”<br>“Mungkin saja, Ki Demang. Tetapi dia bukan wali seperti saya dan yang lainnya. Selain asal usulnya tidak jelas, dia<br>juga mempelajari ajaran Islamnnya entah dari mana?”<br>“Berkaitan dengan itulah yang kini meresahkan dikalangan rakyat negeri Demak Bintoro, Kanjeng.”<br>“Maksud, Ki Demang?” Sunan Giri menatap tajam wajah Demang Bintoro, dahinya dikerutkan. “Apakah Syekh Siti<br>Jenar membuat ulah?”<br>“Kemungkinan besar itulah yang sedang terjadi, Kanjeng.”<br>“Tolong jelaskan, Ki Demang! Apa yang terjadi?”<br>“Syekh Siti jenar telah menyebarkan ajaran sesat, Kanjeng.”<br>“Ajaran sesat?” Sunan Giri terperanjat.<br>“Benar,”<br>“Maksud Ki Demang ajaran sesat seperti apa?”<br>“Kehidupan ini adalah kematian…kematian adalah keabadian….”<br>“Lalu?”<br>“Lantas mereka banyak yang melakukan bunuh diri. Karena punya anggapan bahwa kehidupan ini adalah<br>penderitaan. Buktinya mereka banyak yang miskin dan menjadi gelandangan. Sedangkan kematian itu adalah<br>indah dan menyenangkan.” Demang Bintoro menghela napas, “Mereka punya anggapan dengan jalan kematian<br>bisa terlepas dari semua penderitaan dan kesengsaraan…”<br>“Celaka!” Sunan Giri menepuk keningnya.<br>“Sehingga banyak yang berteriak‐teriak seperti orang gila mencari kematian dan keindahan abadi yang<br>diharapkannya. Lalu bunuh diri…” tambah Demang Bintoro. “Saya pun datang ke mesjid Demak dari kademangan<br>tidak lain hanya ingin menyampaikan kabar ini kepada para wali.”<br>“Ini merupakan hal yang sangat serius yang bisa mengancam ketentraman dan keamanan negeri Demak Bintoro.”<br>Sunan Giri bangkit dari duduknya, lalu matanya menatap para wali lain yang sedang melakukan wirid.<br>Dipanggilnnya mereka untuk berundingsejenak. “Jangan dulu pulang Ki Demang, andika harus menyampaikan<br>kejadian ini pada para wali.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah, Kanjeng.” Demang Bintoro menganggukan kepala, seraya menatap para wali yang mulai duduk<br>berkeliling di tengah masjid sesuai permintaan Sunan Giri.<br>***<br>‘Bagaimana pun juga aku harus menghadap Ki Ageng Pengging. Meskipun dia tidak berambisi untuk menjadi<br>penguasa negeri Demak Bintoro. Namun aku tidak rela jika bekas para abdi Majapahit berada dibawah bayangbayang<br>kekuasaan Raden Patah.’ ujar hati Joyo Dento, seraya tangannya menggenggam tali kendali kuda yang<br>ditungganginya, berjalan pelan mendekati padepokan Syekh Siti Jenar.<br>‘Siapa tahu Ki Ageng berubah pikiran mendukung perjuangan ini, apalagi jika Syekh Siti Jenar turun tangan untuk<br>membantu. Aku yakin pemberontakan ini tidak akan terlalu berat, karena mereka orang‐orang sakti dan cerdas.<br>Jauh berbeda dibanding dengan Kebo Benowo mantan rampok bego, hanya punya ambisi semata dan kekuatan<br>yang belum tentu bisa menandingi para wali.’ Joyo Dento menghentikan langkah kuda, lalu dikatnya pada sebuah<br>pohon di tepi jalan. ‘Tunggu saja kamu disini kuda. Karena tidak mungkin sanggup menaiki jalan yang menyerupai<br>tangga. Biar aku berjalan kaki saja untuk menemui mereka.<br>Joyo Dento meluruskan pandangannya ke depan, usai mengikat kuda tunggangannya. Lalu melangkah pelan,<br>menaiki jalan yang dipapas menyerupai tangga.<br>‘Banyak juga jumlah anak tangga ini,’ tangannya menyeka keringat yang mulai membasahi keningnya. ‘…tapi<br>akhirnya aku sampai juga dipuncak…eh…ternyata masih ada jalan lurus membentang menuju padepokan.’ Joyo<br>Dento berhenti sejenak menikmati sejuknya udara pegunungan dan hijau ranumnnya dedaunan, serta<br>pemandangan puncak gunung yang tersaput mega putih.<br>“Indah!” gumamnya. “Tempat ini di tata sangat bagus, membuat orang kerasan. Kanan kiri jalan dihiasi oleh<br>pepohonan hijau, rerumputan…Syekh Siti Jenar menyukai keindahan dan keasrian alam.”<br>Joyo Dento menghentikan langkahnya di depan pintu pagar padepokan, “Sampurasun!”<br>“Masuklah Joyo Dento!” terdengar suara yang menyebut namanya, sedangkan wujudnnya entah dimana.<br>“Syekh Siti Jenarkah yang memanggil saya?” Joyo Dento memutar pandanganya, suara itu seakan‐akan datang<br>dari segala arah. “Bukankah aku ini sedang berada di depan pintu pagar padepokan?” gumamnnya.<br>“Benar,”<br>“Baiklah.” Joyo Dento membuka pintu pagar, seraya berdiri di depan pintu padepokan dan mendorongnya pelan.<br>“Kenapa didalam tidak ada orang? Lantas Syekh Siti Jenar memanggil saya dari mana?”<br>“Bukalah mata hati andika, Dento!”<br>“Ki Agengkah itu?” Joyo Dento membelalakan matanya, menelisik ruang kosong, di depannya hanya terdapat<br>hamparan tikar.<br>“Benar, ini saya.”<br>“Namun Ki Ageng tidak saya temukan, begitu juga Syekh Siti Jenar? Padahal suaranya seperti berada didepan<br>saya.” Joyo Dento memijit‐mijit dahinya.<br>“Tataplah dengan mata terbuka, jangan dengan mata tertutup.”<br>“Tapi saya sudah menatapnnya dengan mata terbuka, Ki Ageng Pengging. Namun saya tidak bisa menemukan<br>keberadaan andika selain suara. Dan ruangan ini kosong, hampa, tidak ada orang?” Joyo Dento semakin<br>kebingungan. Namun matanya merayap dan tertuju pada dua hamparan tikar yang berada dihadapannya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bukankah saya ada dihadapan andika, Dento?” ujar Kebo Kenongo, seiring dengan bergeraknya hamparan<br>terusik angin sepoi tikar. Pelan‐pelan wujud keduanya yang sedang duduk bersila mulai tampak.<br>“Ki Ageng, terimalah sembah hormat hamba!” Joyo Dento langsung saja menekuk lututnya seraya mengacungkan<br>kedua tangannya menyembah. “Begitu juga pada Syekh Siti Jenar, seorang wali yang memiliki kesaktian tinggi.<br>Ijinkanlah hamba pada saat ini menghadap!”<br>“Saya ijinkan, Dento.” Kebo Kenongo tersenyum.<br>“Terimakasih, Ki Ageng.” lalu melirik ke arah Syekh Siti Jenar, wajahnya tampak memancarkan cahaya yang<br>menyilaukan matanya, hingga tidak sanggup menatapnya. Joyo Dento pun menunduk. “Saya mohon maaf Syekh<br>Siti Jenar karena telah lancang datang ke padepokan yang indah dan asri ini. Karena hamba punya maksud dan<br>tujuan….”<br>“Saya memaklumi, dan tahu akan tujuan dari kehadiran andika ke padepokan ini. Bukankah untuk meminta restu<br>serta bantuan kami berdua atas upaya ambisi menggulingkan kekuasaan Raden Patah.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Duh, mohon maaf Syekh. Ternyata andika memiliki ilmu sangat tinggi. Pantas saja Kebo Benowo dan kawankawannya<br>sakti.” Joyo Dento semakin merunduk dan tercengang, atas kehebatan Syekh Siti Jenar yang tahu akan<br>maksud kedatangannya. “Namun tidakah Syekh….”<br>“Tidak, karena saya mengajarkan ilmu pada siapa saja yang mengingkannya. Kebo Benowo dan kawan‐kawan<br>mantan rampok yang memiliki ambisi untuk menggulingkan kekuasaan Raden Patah serta bermimipi ingin<br>menjadi penguasa negeri Demak Bintoro adalah sebuah taqdir.” Syekh Siti Jenar seakan‐akan sudah mengetahui<br>setiap rencana, bahkan yang belum terujar masih tersimpan di dalam hati pun bisa diketahuinya. Lebih dari itu dia<br>pun seakan‐akan tahu masa depan yang akan terjadi. “Baik saya atau pun Ki Ageng Pengging tidak akan melarang<br>tindakan andika, merestui pun tidak. Merestui atau pun tidak saya dan Ki Ageng Pengging adalah bagian dari<br>taqdir andika semua.”<br>“Lantas?” Joyo Dento bergumam, sudah kehabisan kata‐kata. Sebab semua yang akan diucapkannya sudah<br>mereka ketahui. “Jika saya sudah tahu seperti ini mungkin tidak akan berkunjung ke padepokan ini. Cukup dari<br>kejauhan saya minta restu.”<br>“Andika tidak perlu menyesal datang ke padepokan ini. Karena ini adalah perjalanan lahiriyah andika selaku<br>manusia.” Syekh Siti Jenar menatap. “Sedangkan keinginan andika untuk membangkitkan kembali kekuatan<br>Majapahit yang telah runtuh itu pun hak andika. Ki Ageng Pengging junjungan andika tidak mau terlibat bahkan<br>memilih sebagai petani dan hidup di pedesaan itu pun bagian dari taqdir. Ki Ageng dan saya berbuat seperti ini<br>karena sudah tahu apa yang akan terjadi dan teralami berikutnya.”<br>“Saya tidak paham, Syekh.” Joyo Dento Semakin menunduk. “Namun meski pun kurang paham akan semuanya.<br>Saya tidak akan surut untuk terus berjuang bersama yang lainnya demi kembalinya kekuasaan Majapahit. Tetapi<br>bolehkah saya mengetahui apa yang akan terjadi pada saya dan lainnya?”<br>“Tidak hanya andika yang terbunuh. Saya dan Ki Ageng Pengging pun akan mengalami hukuman mati.” jelas Syekh<br>Siti Jenar dengan wajah tenang.<br>“Kenapa? Benarkah itu? Tapi tidak mungkin saya menghentikan rencana ini, Syekh?” Joyo Dento garuk‐garuk<br>kepala, dalam benaknya muncul pemikiran antara percaya dan tidak terhadap ujaran Syekh Siti Jenar. “Bukankah<br>Syekh ini orang sakti? Tidak bisakah menghentikan taqdir itu?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Sudahlah! Andika tidak perlu bertanya lagi tentang taqdir. Jalani saja ambisi dan rencana semula. Jika ingin<br>berhenti silahkan!”<br>“Tapi tidak mungkin saya menghentikan rencana ini. Sebab kesempatan dan peluang baik seperti sekarang hanya<br>datang satukali, mengingat dukungan penuh Kebo Benowo juga para pejuang Majapahit yang tidak menyukai<br>bayang‐bayang kekuasaan Raden Patah.”<br>“Sudah terjawab bukan? Apa yang saya maksudkan tadi?”<br>“Terjawab?” Joyo Dento semakin mengkerutkan dahinya.<br>“Dento,” ujar Kebo Kenongo lirih.<br>“Ya, Ki Ageng.” tatapan Joyo Dento penuh pertanyaan ke arah Kebo Kenongo. “Saya mohon diri, juga Syekh Siti<br>Jenar. Niat dan rencana saya sudah bulat untuk meruntuhkan kekuasaan Raden Patah demi kembalinya kekuatan<br>Majapahit.” lalu perlahan bangkit dari duduknya.<br>Joyo Dento sudah meninggalkan padepokan Syekh Siti Jenar, langkahnya pelan mulai menginjak tangga paling<br>atas, lalu ujung kakinya yang tidak lepas dari tatapannya menurun, menginjak yang berikutnya. Hingga akhirnya<br>habis dan kembali ke sebuah pohon yang dijadikan tempat menambat kudanya.<br>Sejalan dengan itu benaknya terus berpikir, mencerna setiap perkataan Syekh Siti Jenar begitu pula Kebo<br>Kenongo. “Mereka berdua seakan‐akan sudah tidak peduli pada urusan duniawi dan kekuasaan. Padahal mereka<br>memiliki kemampuan dan ilmu yang cukup tinggi. Benar benar tidak habis pikir. Masih hidup malah berpikir<br>dihukum mati. Kenapa bisa bilang akan kena hukuman mati? Bukankah itu ucapan seorang pengecut? Belum<br>bertindak sudah takut pada hukuman mati yang dicap sebagai pemberontak dan mengganggu kesetabilan<br>pemerintahan. Dia juga menyebut bahwa aku akan bertemu dengan kematian artinya kegagalan. Tidak mungkin?<br>Bukankah aku suda memiliki strategi yang cukup hebat. Demak Bintoro sebentar lagi akan kacau dan goncang….”<br>Joyo Dento telah berada di atas punggung kuda, lalu tangannya memegang tali kekang. Kuda pun dicambuk<br>hingga berlari kencang meninggalkan padepokan Syekh Siti Jenar. Seiring dengan terbukanya sayap malam, yang<br>diawali senja teramat singkat, ditandai warna langit yang memerah laksana darah peperangan. Taubah angkara<br>yang mengundang banjir darah, hingga menciprat di atas lapisan awan putih.<br>***<br>“Para wali yang saya hormati, itulah alasannya kenapa pada hari ini ada persidangan.” ujar Sunan Giri.<br>“Haruskah kita melaporkan hal ini pada Sinuhun agar langsung mengirim prajurit ke Kademangan Bintoro untuk<br>menangkap mereka.” timpal Sunan Muria.<br>“Menurut hemat saya, sebaiknya kita selidiki dulu.” Sunan Kalijaga memutar pandanganya, lalu beradu tatap<br>dengan Sunan Bonang. ‘Kanjeng, terjadi juga hal yang akan menyulitkan Syekh Siti Jenar. Rasanya perjalan waktu<br>terlalu cepat untuk hal ini.’ batinnya.<br>‘Benar, Kanjeng.’ Sunan Bonang membalas tatapan Sunan Kalijaga, seraya bercakap dengan batin. ‘Cepat atau<br>lambat itulah taqdir Syekh Siti Jenar. Namun bukan hari ini…masih ada beberapa saat..’<br>“Ada apa Kanjeng Sunan Bonang dan Kanjeng Sunan Kalijaga?” tatap Sunan Giri.<br>“Maaf, Kanjeng Sunan Giri. Saya pun sependapat dengan Kanjeng Sunan Kalijaga, alangkah lebih baiknya sebelum<br>bertindak dan melakukan penangkapan diadakan penyelidikan terlebih dahulu.” ujar Sunan Bonang.<br>“Saya setuju, Kanjeng.” timpal Sunan Kudus. Ucapan itu diikuti oleh para wali yang sedang bersidang.<br>“Ki Demang,” Sunan Giri memutar pandanganya ke arah Demang Bintoro. “Itulah keputusan kami selaku para<br>wali. Semoga Ki Demang memaklumi.”<br>“Terimakasih, Kanjeng.” Demang Bintoro mengagukan kepala, seraya menunduk hormat. “Laporan saya telah<br>ditanggapi dan langsung dibawa ke mahkamah persidangan para wali. Serta kami sangat memaklumi sekali atas<br>segala putusan yang telah para wali ambil. Sehingga saya pun akan melakukan penyelidikan yang lebih mendalam,<br>mengenai ajaran Syekh Siti Jenar yang tersebar di Kademangan. Namun dalam hal ini kami bukanlah seorang<br>ulama dan tidak terlalu paham akan ajaran Islam. Semoga bersedia kiranya para wali mengutus seorang ulama<br>atau siapa saja yang paham betul akan ajaran Islam, sehingga dalam mengukur kesesatan ajaran yang<br>disebarluaskan Syekh Siti Jenar tahu batasannya.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah, Ki Demang.” ujar Sunan Giri, seraya memutar pandangannya pada para wali dan ulama yang berkumpul<br>dalam persidangan di dalam masjid Demak. “Mungkin tidak wali yang pergi ke kademangan. Siapakah di antara<br>ulama yang siap melakukan tugas ini, menyertai Ki Demang?”<br>Keadaan hening sejenak, para wali dan ulama saling tatap satu sama lain. Etah apa yang terbersit dalam benak<br>dan pikiran mereka masing‐masing, seraya mengelus dada dan menarik napas dalam‐dalam.<br>Sepertinya dalam hati mereka ada sesuatu yang mengganjal, seandainya Syekh Siti Jenar dan pengikutnya benarbenar<br>menyebarkan ajaran sesat dan menyesatkan, tentu saja akan mendapat hukuman yang sangat berat. Lantas<br>yang mereka pikirkan, tegakah berbuat seperti itu? Meski disisi lain mungkin harus juga kebenaran itu ditegakan.<br>Lalu barometer kesalahan dan kebenaran yang berlandaskan pada apa?<br>“Adakah yang sanggup?” suara Sunan Giri memecah keheningan.<br>“Saya kira para ulama merasa berat hati untuk menyampaikannya, Kanjeng.” Sunan Kalijaga menatap Sunan Giri.<br>“Bagaimana jika saya saja?”<br>“Jangan dulu, Kanjeng!” potong Sunan Giri. “Mengapa persoalan kecil ini mesti seorang yang berpangkat wali<br>turun tangan? Jika yang lain tidak ada yang mampu saya kira barulah wali turun tangan. Masa diantara para ulama<br>yang hadir disini tidak ada yang sanggup?”<br>“Mohon maaf, Kanjeng Sunan Giri.” ujar Demang Bintoro. “Mungkin saya telah merepotkan yang hadir disini.<br>Biarlah saya saja dan ahli agama yang ada di Kademangan melakukan penyelidikan ini. Semoga ilmu dia bisa saya<br>andalkan, sehingga kami tidak keliru memberikan laporan. Selanjutnya saya mohon diri.” tanpa menunggu<br>perkataan lebih lanjut dari Sunan Giri Demang Bintoro bangkit dari duduknya, setelah mengucapkan salam<br>menghilanglah dibalik pintu masjid Demak Bintoro.<br>‘Bukankah tidak hari ini, Kanjeng?’ batin Sunan Bonang, matanya beradu dengan tatapan Sunan Kalijaga.<br>‘Ya, itulah sebuah kenyataan. Itu juga ada rentang waktu dan perjalanan bagi semuanya…..’ balas batin Sunan<br>Kalijaga.<br>‘Bukankah Syekh Siti Jenar juga….’<br>‘Ya, saya sangat paham akan dia…’<br>“Baiklah, para wali yang saya hormati. Mungkin untuk tindakan selanjutnya kita menunggu penyelidikan Ki<br>Demang Bintoro.” Sunan Giri menutup persidangan.<br>***<br>“Ki Benowo,” Joyo Dento duduk di atas kursi yang berada di samping Loro Gempol, tatapan matanya menyapu<br>wajah Kebo Benowo. “Seperti yang saya duga, ternyata benar.”<br>“Heran?” Kebo Benowo memijit keningnya. “Mengapa Syekh Siti Jenar dan Ki Ageng Pengging tidak tertarik pada<br>kekuasaan. Padahal kalau seandainnya kita berhasil meruntuhkan kekuasaan Raden Patah, sudah barang tentu<br>mereka berdua akan mendapat kedudukan yang pantas. Disamping dukungan mereka yang sangat kita butuhkan<br>dalam lingkaran perjuangan ini.”<br>“Jangankan andika, Ki Benowo. Saya sendiri sangat kaget akan prilaku junjungan saya sendiri Ki Ageng Pengging.”<br>ujar Joyo Dento. “Dia seakan‐akan tidak peduli lagi pada tanah leluhurnya yang telah dikuasai Raden Patah, meski<br>hampir ada keterkaitan darah. Namun Ki Ageng sendiri punya wewenang untuk menjadi penguasa, mengapa<br>beliau rela berada dibawah bayang‐bayang kekuasaan Raden Patah, yang seharusnnya kebalikannya.”<br>“Mungkinkah Junjunganmu itu terpengaruh oleh ilmu Syekh Siti Jenar, sehingga dia tunduk dan setia sebagai<br>pengikutnya?” timpal Loro Gempol.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Janganlah andika berkata demikian, Gempol!” tatap Kebo Benowo. “Bukankah Syekh Siti Jenar juga guru kita dan<br>telah mengajarkan ilmu yang kita pinta, sehingga memiliki kesaktian tak terbatas.”<br>“Namun menurut hemat saya, mereka itu telah benar‐benar mempelajari ilmu yang di anut Syekh Siti Jenar?”<br>kerut Joyo Dento.<br>“Bukankah kita juga mempelajari ilmu beliau?” tukas Loro Gempol, “Tapi kita tidak berlaku seperti mereka?”<br>“Karena jiwa kita belum sempurna, Gempol.”<br>“Maksud, Ki Benowo?”<br>“Yang kita pelajari dari Syekh Siti Jenar bukanlah ilmu kebhatinan menuju jalan ma’rifat. Tetapi yang kita pelajari<br>dari beliau adalah ilmu kesaktian dan keduniawian, bagaimana kita menjadi perkasa dan penguasa.” terang Kebo<br>Benowo.<br>“Ya, benar itu, Ki Benowo.” Joyo Dento menganggukan kepala. “Meskipun saya hanya sebentar berada di<br>padepokan Syekh Siti Jenar, sudah paham betul keadaan di sana. Mereka tidak memiliki ambisi untuk menjadi apa<br>pun di dunia ini. Saya yakin mereka punya anggapan bahwa dunia ini tidak berarti apa‐apa jika dibandingkan<br>dengan kebahagiaan jiwa yang sedang mereka rasakan pada saat ini.”<br>“Tidak masuk akal!” Loro Gempol garuk‐garuk kepal. “Bukankah orang menjadi sakti dan menuntut ilmu itu demi<br>kekuasan, harta berlimpah, dan mendapatkan perempuan‐perempuan cantik?”<br>“Sudahlah, Gempol! Kita tidak perlu ambil pusing dengan mereka. Karena kita bukan mereka, mereka bukan kita.<br>Tujuannya pun berbeda, mereka mendapatkan ilmu demi tercapainnya ma’rifat dan kemanunggalan dengan<br>Gusti. Sedangkan bagi kita itu semua tidak mendapatkan tempat dihati, yang harus kita dapat adalah kekuasaan<br>negeri Demak Bintoro.” tandas Kebo Benowo.<br>“Benar, sangat jernih pemikiran andika, Ki Benowo.” Joyo Dento mengacungkan jempolnya.<br>***<br>Matahari senja di langit sebelah barat tampak menyipratkan warna merah, mengubah putihnya awan menjadi<br>jingga. Seakan‐akan cipratan darah di atas serpihan kain putih.<br>Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo, Ki Pringgoboyo, Ki Ageng Tingkir dan para murid lainnya menyaksikan<br>peristiwa itu dari ketinggian tangga yang menuju padepokan Syekh Siti Jenar.<br>“Seperti suatu pertanda, Ki Bisono?” tatap Ki Donoboyo pada rekannya.<br>“Namun pertanda apakah gerangan jika memang itu sebuah pertanda?” Ki Bisono mengerutkan dahinya.<br>“Saya kira itu hal biasa, Ki.” Ki Pringgoboyo seakan tidak tertarik dengan fenomena alam tersebut.<br>“Benar,” Ki Ageng Tingkir menimpali, namun sejenak dahinya mengkerut. “Meskipun ini sebuah kejadian biasa,<br>bahwa setiap senja matahari akan menyipratkan warna jingga? Tetapi ada hal yang aneh….”<br>“Maksud, Ki Ageng Tingkir?” Ki Bisono menatap.<br>“Seperti sebuah pertanda.”<br>“Pertanda?” para murid Syekh Siti Jenar serempak bertanya, jiwa dan pikirannya terhanyut oleh perkataan Ki<br>Ageng Tingkir.<br>“Tafsirkanlah dengan batin, sahabatku.” Ki Ageng Tingkir kembali menatap langit jingga.<br>Sejenak tidak lagi ada yang berbicara, lalu semuanya mengangkat kepala mendongak ke langit. Mata dan batinnya<br>mulai terusik untuk menoba mentafsirkan fenomena alam yang sedang terjadi.<br>Raga mereka seakan‐akan tidak merasakan hembusan angin senja itu, semuanya berdiri laksana patung. Jasad<br>mereka sama sekali tidak bergeming dari tempatnnya berdiri, namun jiwa dan rasa menyatu bersama batin,<br>seraya berusaha keras membuka tabir dan membaca alam. Mereka memiliki satu tujuan mencoba menafsirkan<br>dan menterjemah ilmu hamamayu hayuning bawana, setelah berupaya memakmurkan bumi, maka jiwa menyatu<br>dengan bumi. Sukma meresap dengan alam, batin menembus setiap serpih dan gerak, yang ada di alam raya.<br>Pertautan antara alam raya dan ruh.<br>“Ya, rasanya ini benar, Ki Ageng Tingkir.” Ki Bisono memecah keheningan.<br>“Begitu juga yang saya rasakan, Ki Bisono.” Ki Ageng Tingkir menarik napas dalam‐dalam, jasadnya mulai<br>merasakan lagi semilir angin pegunungan. Pertautan jiwa dengan alam telah kembali pada raganya masingmasing.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Meskipun kita bisa merasakan belumlah bisa mentafsirkan tentang pesan yang alam sampaikan.” tambah Ki<br>Ageng Tingkir.<br>“Benar, Ki Ageng Tingkir.” Ki Chantulo menarik napas dalam‐dalam. “Meski sukma kita sanggup berkomunikasi<br>dengan alam, bertaut, dan bergumul. Rasanya sulit untuk meterjemah dan menafsirkan sabda alam?”<br>“Padahal kita tahu maksud alam dengan kabaran dan berita yang dibawanya?” tambah Ki Donoboyo, “…itu<br>sebuah pertanda buruk. Namun dalam hal ini kita sangat kesulitan untuk mengurai pesan tadi.”<br>“Meski kita tidak bisa mengurai pesan yang disampaikan alam, yang penting kita paham pada pesan yang<br>disampaikannya.” tukas Ki Bisono, “Disamping kita pun sudah sanggup mengamalkan ilmu hamamayuning<br>bawana yang diajarkan Syekh Siti Jenar. Kekurangan kita kembali pada diri kita sendiri, karena tahapan kita<br>belumlah bisa menyamai guru kita Syekh Siti Jenar.”<br>“Ya, walau pun beliau sangat murah hati untuk memberikan ilmu apa saja yang kita pinta.” tambah Ki Ageng<br>Tingkir, mulai melangkahkan kaki pelan, disampingnya Ki Bisono dan Ki Chantulo, yang lainnya mengikuti<br>dibelakang. “Hanya kita yang menerimanya ternyata berat untuk mengamalkan dan menguasainya, meski pun kita<br>secara bertahap dan berangsur‐angsur sanggup menggenggamnya.”<br>“Tidak ada salah, Ki Ageng Tingkir. Jika sekalian dalam pertemuan hari ini di aula padepokan fenomena alam yang<br>kita lihat tadi, juga pesannya kita kemukakan kepada Syekh Siti Jenar.” ujar Ki Donoboyo.<br>“Saya setuju, Ki.” Ki Chantulo mengangguk seraya mengacungkan ibu jarinya.<br>“Saya juga.” begitu pun Ki Pringgoboyo dan yang lainnya menyetujui, seiring dengan langkah kakinya yang<br>dipercepat menuju aula padepokan.<br>Matahari semakin merendah, perlahan menyelinap di balik punggung gunung dengan warnanya yang semakin<br>memerah.<br>Para murid Syekh Siti Jenar satu persatu mulai memasuki aula padepokan, dan mengambil tempat duduk masingmasing<br>bersila di atas tikar pandan yang terhampar.<br>“Sebentar lagi senja berganti malam.” ujar Syekh Siti Jenar, matanya menyapu setiap wajah yang duduk bersila<br>memenuhi aula padepokan. “…warna jingga, merah darah yang menciprat di antara serpihan awan pun akan<br>hilang…semuanya ditelan gelap malam. Tanpa cahaya, tanpa ada redup, tanpa ada remang, sama sekali dalam<br>gelap tidak akan pernah ada yang terlihat setitik bentuk pun. Kecuali hanya warna pekat yang disebut gelap<br>gulita.”<br>“Sungguh hebat beliau, Ki Ageng Tingkir?” Ki Bisono berbisik pada Ki Ageng Tingkir yang duduk disampingnya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Benar, Ki Bisono. Baru saja kita akan bertanya tentang sabda alam dan pesannya, beliau sudah mengawali<br>kalimat dengan yang akan kita tanyakan.” bisik Ki Ageng Tingkir, “Syekh Siti Jenar benar‐benar waspada permana<br>tinggal.” berdecak kagum.<br>“Hamamayu hayuning bawana, yang telah andika amalkan belumlah cukup. Sehingga alam pun tidak utuh<br>memberikan sabdanya, namun meskipun demikian andika telah sanggup menyatu dengan alam meski belum<br>sempurna.” Syekh Siti Jenar memutar tasbih dengan tangan kirinya sambil duduk bersila, sorot matanya yang<br>penuh wibawa seakan‐akan sanggup menembus relung hati para muridnya. Bibirnya selalu meluncurkan dzikir,<br>istigfar, dan takbir pada setiap sela‐sela perhentian bicara. “Namun tidaklah terlalu jauh, hanya tinggal satu<br>tingkat lagi. Akhirnya andika pun akan sampai pada tingkat penyatuan dengan alam. Ketika ingin menyatu dengan<br>setiap heningnya malam, tetesnya embun, semilirnya angin, jingganya matahari, bukan soal yang berat. Andika<br>semua akan bisa mencapai tahapan tadi, hanya tinggal selangkah.”<br>“Benar, Syekh.” Ki Bisono menganggukan kepala. “Namun sesungguhnya kami telah berada pada tahap rahmatan<br>lil alaminkah atau belum, Syekh?”<br>“Andika sebetulnya tidak harus mendapat penilaian dariku.” tatapan Syekh Siti Jenar menyapu wajah Ki Bisono<br>yang langsung menunduk, tidak sanggup beradu tatap. “Biarlah Allah SWT. yang memberikan penilaian. Namun<br>dalam hal ini saya hanya memberikan barometer bagi andika tentang rahmatan lil alamin atau hamamayu<br>hayuning bawana.”<br>“Saya pun berpikir, Syekh. Sudahkah saya ini menjadi manusia yang telah memberikan rahmat bagi alam.” Ki<br>Bisono mengerutkan dahinya, “…atau mungkin sebaliknya hanya menjadi laknatan lil alamin. Padahal banyak<br>orang bilang jika dirinya sedang menebarkan rahmatan lil alamin, tetapi dalam kenyataannya mereka malah<br>menciptakan sebuah keruksakan dan kehancuran.”<br>“Benar, Syekh. Seperti yang dikatakan Ki Bisono, kebanyakan orang seperti itu, antara ucapan dan perbuatannya<br>kontroversi.” tambah Ki Chantulo.<br>“Andika tidak harus membicarakan orang lain.” Syekh Siti Jenar menghela napas dalam‐dalam, “Biarlah mereka<br>seperti itu, karena mereka berbuat demikian maka hasilnya pun akan mereka tuai pula. Namun sebaliknya, meski<br>pun kita berusaha mengamalkan hamamayu hayuning bawana, tidaklah selalu menuai hasil baik….”<br>“Maksud, Syekh?” para murid Syekh Siti Jenar serempak bertanya dan terkejut.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Tidakkah andika melihat sabda alam tadi?” Syekh Siti Jenar membelokkan tatapannya melalui jendela padepokan<br>ke arah mentari yang hampir menghilang di balik punggung gunung. “Alam memberikan pesan berdarah?”<br>“Saya belum paham?” Ki Chantulo garuk‐garuk kepala.<br>“Artinya berujung pada kematian. Namun andika jangan takut akan kematian, sebab cepat atau pun lambat pasti<br>akan datang.” Syekh Siti Jenar menyapu wajah murid‐muridnya dengan tatapan mata tenang dan penuh wibawa,<br>“Makanya saya ajarkan hamamayu hayuning bawana, agar memudahkan jiwa ini menyatu dengan alam dan<br>kembali padanya. Orang takut akan kematian karena mereka menduga bahwa mati itu sangat sakit dan<br>mengerikan. Padahal itu semua tidak benar, mereka yang merasakan sakit akan mati karena sebuah ketakutan<br>dan ketidaksiapan. Padahal kapan pun dan dimana pun kita bisa menemuinya. Tidak harus sakit atau menyakiti.<br>Hal mati itu sangatlah nikmat dan menyenangkan. Karena kematian itu sesungguhnya menyatunya kembali jiwa<br>kita pada dzat sebelumnya. Bukankah ketika kita belum lahir ke dunia ini, apalagi belum beranjak menjadi<br>manusia dewasa yang mengerti baik dan buruk, ilmu dan akal, miskin dan kaya, senang dan duka, bukankah hal<br>itu tidak pernah kita rasakan sebelumnya? Itulah karena kita berada dalam dzatnya, yang teramat tentram dan<br>tidak terusik oleh sesuatu dan apa pun.” urainya.<br>“Bukankah kematian itu banyak orang yang tidak mengharapkannya?” ujar Ki Pringgoboyo.<br>“Ya,” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak, “Karena mereka tidak paham dan mengerti akan kematian.”<br>“Mungkin mereka takut mati karena terlalu sayang pada istri, anak‐anak, dan jabatannya?” Ki Bisono angkat<br>bicara, “Sehingga dirinya diliputi rasa takut akan meninggalkan orang‐orang yang dicintainya, serta harta benda<br>dan kedudukannya. Akhirnya mati itu dibuatnya menjadi sesuatu yang menakutkan dan menyakitkan, Syekh.”<br>“Andika tidak salah, Ki Bisono.” Syekh Siti Jenar menyapa wajah Ki Bisono dengan sorot matanya yang teduh dan<br>tenang. “Terlalu mencintai kehidupan duniawi, yang bersifat fana dan sejenak. Lalu mereka lupa pada kehidupan<br>hakiki, kehidupan yang sesungguhnya, setelah melewati pintu mati. Padahal kematian itu hanyalah sebuah pintu<br>menuju keabadian yang didalamnya bisa berbalut dengan kenikmatan, penderitaan, kesedihan, tawa, duka,<br>nestapa, itu semua tergantung kita menanamnya pada kehidupan sebelumnya, yaitu di dunia ini. Hasil pekerjaan<br>apa pun yang pernah kita perbuat di dunia fana ini akan kembali kita tuai dan nikmati di alam sana. Bisa<br>bermacam‐macam. Namun bagi kita yang mempelajari hamamayu hayuning bawana tidaklah seperti itu. Apalagi<br>kematian itu bukanlah suatu hal yang menakutkan apalagi menyakitkan, tetapi kematian itu sesuatu yang teramat<br>indah dan menyenangkan. Jika mereka tidak bisa menemui ajal kapan pun dan dimana pun, tetapi kita<br>sebaliknya.”<br>“Bisakah kita menentukan ajal sendiri? Setidaknya mengetahui datangnya ajal?” tanya Ki Bisono.<br>“Tentu saja. Karena kita berbeda dengan orang kebanyakan yang tidak mengetahui sama sekali akan ilmu<br>hamamayu hayuning bawana.” Syekh Siti Jenar menghela napas sejenak, “Bukankah telah saya katakan bahwa<br>ketika kita berada pada tahapan ma’rifat semuanya menjadi tampak. Lalu kita berada dalam akrab. Setelah itu<br>barulah manunggaling kawula gusti.”<br>“Ya, saya telah merasakannya pada tahapan ma’rifat. Semuanya jadi tampak, tetapi saya kesulitan menuju<br>tahapan akrab dan manunggaling kawula gusti.” Kebo Kenongo berucap, “Meski pun demikian saya sedang<br>berupaya menuju ke tahap yang ingin saya capai.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Itu pasti akan tercapai, Ki Ageng Pengging. Selama kita tidak berhenti berusaha.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Syekh, saya ingin kembali menanyakan tentang sabda alam tadi.”<br>“Silahkan, Ki Chantulo!”<br>“Maksud dari berita kematian itu seperti apa? Bukankah kita semua pasti akan mati?”"Benar, Ki Chantulo. Namun<br>maksudnya disini ada keterkaitan dengan Kerajaan Demak. Kematian yang dimaksud disini terkait dengan para<br>penguasa negeri Demak Bintoro.” Syekh Siti Jenar menghentikan bicaranya, seraya jari‐jemari tangannya<br>memainkan untaian mata tasbih, dari mulutnya meluncur dzikir, istigfar, tahmid, tahlil dan tasbih. “Terkait pula<br>dengan persoalan keyakinan, terkait pula dengan kekacauan yang mengancam keamanan dan ketentraman<br>negara, terkait pula dengan banyak persoalan.”<br>“Kenapa mesti beritanya sampai kepada kita? Seakan‐akan itu semua akan kita alami?”<br>“Ya,”<br>“Jadi?”<br>“Tidak perlu takut, bukankah saya sudah membekali andika semua dengan ilmu sehingga tidak menjadikannya<br>aneh dan menakutkan. Sebaliknya kenikmatanlah yang akan kita sambut.”<br>“Mengapa hal itu mesti harus menimpa kita, Syekh? Bukankah kita tidak melakukan kesalahan?”<br>“Lupakah andika pada uraian saya tadi. Disini tidak lagi berbicara siapa yang benar dan salah? Karena ini semua<br>sudah menjadi kehendak alam, sunatullah. Karena kehendak alam, makanya ilmu hamamayu hayuning bawana<br>sebagai penyempurnanya.”<br>“Saya kurang paham?” Ki Biosono memijit keningnya yang dikerutkan, lalu menatap tikar pandan yang<br>didudukinya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Rasanya, tidak perlu dipahami untuk saat ini. Pemahaman tentang hal tadi akan andika genggam menjelang<br>peristiwa itu mendekat.” terang Syekh Siti Jenar tenang. “Meski andika tahu akan hal tadi, amalkanlah hamamayu<br>hayuning bawana. Bertebaranlah seperti sebelumnya andika di atas tanah jawa dwipa ini untuk menyebarluaskan<br>ajaran agama Islam.”<br>“Baiklah, Syekh. Saya tetap akan menebar rahmat bagi sekalian alam. Rahmatan lil alamin, hamamayu hayuning<br>bawana.” ujar Ki Bisono. “Karena apa pun yang saya lakukan dalam penyebaran agama Islam ini bukan untuk<br>mencari popularitas, bayaran, apalagi jabatan atau kekuasaan, serta pengaruh, namun itu semua saya dasari<br>dengan keikhlasan dan keridlaannya. Semoga pula Allah SWT. meridloinya.”<br>“Amin.”<br>***<br>“Malam ini cuaca cerah. Lihatlah bintang‐gemintang berkedap‐kedip di langit!” Joyo Dento mengangkat kepalanya<br>mendongak ke langit, ” Persiapkanlah diri kalian, senjata, kuda, dan akal.” lalu menatap pasukan berpakaian serba<br>hitam yang berbaris rapih.<br>Mereka sejumlah pasukan pemberontak yang telah mendapat gemblengan olah kanuragan dari para pendekar<br>berlatar rampok, Kebo Benowo dan kawan‐kawan. Disamping ilmu keprajuritan dari Joyo Dento.<br>“Bagaimana kesiapan andika semua?” Kebo Benowo keluar dari sebuah pendopo yang dijadikan markas. Tempat<br>yang mereka diami terpencil dari penduduk, karena berada tepat di pinggiran hutan.<br>“Saya kira mereka suda siap, Ki Benowo.” ujar Joyo Dento mendekat.<br>“Baguslah jika telah siap.” Kebo Benowo mengangguk‐angukan kepala. “Sasaran pertama?”<br>“Tentu saja sesuai dengan rencana.” Joyo Dento setengah berbisik, “Malam ini kita harus bisa melumpuhkan<br>Kademangan Bintoro. Jika sudah berhasil, langsung kita duduki dan kuasai. Disanalah selanjutnya pusatkan<br>sebagian kekuatan kita, lalu perlebar sayap.”<br>“Hahaha….andika memang cerdas, Dento.” raut wajah Kebo Benowo berseri, “Namun sudah memungkinkankah<br>kita menggempur Kademangan Bintoro?”<br>“Saya kira mungkin, Ki Benowo. Sebab kekuatan Kademangan Bintoro sudah melemah. Daya pikir rakyatnya sudah<br>terpengaruh dengan ajaran hidup untuk mati. Yang andika ajarkan dari Syekh Siti Jenar itu, sehingga mereka<br>banyak yang bunuh diri dan tidak semangat hidup.” terang Joyo Dento, “Apalagi membela negerinya dari<br>serangan kita, memikirkan diri sendiri pun sudah tidak tenang.”<br>“Benar, Dento.” seringai Kebo Benowo, “Hebat juga pengaruh ilmu Syekh Siti Jenar jika demikian…terutama untuk<br>membuat kekacauan.”<br>“Kapan kita akan berangkat?” Loro Gempol menyilangkan golok di dadanya, “Rasanya saya sudah tidak sabar ingin<br>memenggal leher penguasa Kademangan Bintoro!”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Kita akan melakukan penyerangan jelang tengah malam.” jawab Joyo Dento. “Ketika mereka lengah dan baru<br>saja menuju tempat tidur untuk bercengkrama dengan mimpi‐mimpinya.”<br>“Ya, saya setuju!” ujar Loro Gempol diiringi tawanya yang berderai. “Hai, para pasukan gelap sewu! Andika dalam<br>penyerangan nanti jangan ragu‐ragu untuk membunuh. Tidak perlu kalian mengasihani musuh sebelum mereka<br>bertekuk lutut!”<br>“Siap!” jawab pasukan gelap sewu serempak.<br>“Hahaha…bagus jika andika semua sudah siap! Kita akan bergerak dan bertindak sesuai rencana yang telah<br>disusun Joyo Dento.” terang Loro Gempol. Mereka percaya sepenuhnya pada setiap nasehat Joyo Dento.<br>Malam semakin larut, udara terasa semakin dingin, mengusik pori‐pori kulit meski berpakaian tebal tetap terasa.<br>Meski berada dalam ruangan tetap angin malam menyelinap melalui lubang‐lubang angin yang membentengi<br>pendopo Kademangan Bintoro.<br>Di ruang pendopo Kademangan Bintoro tampak Ki Demang, Ki Sakawarki, ulama yang dianggap berilmu paling<br>tinggi di Kademangan, juga beberapa santrinya, dan ditambah beberapa prajurit senior.<br>“Itulah hasil perundingan saya dengan para wali dan ulama di masjid Demak, Ki Sakawarki.” ujar Ki Demang<br>Bintoro.<br>“Jika memang demikian keputusan sidang para wali, insya Allah saya mulai besok akan melakukan penyelidikan<br>yang lebih mendalam tentang ajaran Syekh Siti Jenar.” ujar Ki Sakawarki.<br>“Mohon maaf, Guru.” ujar Santri penuh hormat, “Menurut yang saya ketahui, sesungguhnya bukan hanya rumor.<br>Namun benar bahwa ajaran Syekh Siti Jenar yang menyesatkan telah tersebar di Kademangan Bintoro.”<br>“Benarkah?”<br>“Benar, Guru. Kemarin saya melewati pasar, di sana banyak orang miskin yang berbicara ngelantur. Serta dari<br>mulutnya komat‐kamit menyebut nama syekh Siti Jenar.”<br>“Apa yang dibicarakannya?” Ki Sakarwaki menyapu wajah santri dengan tatapan matanya, “Ngelanturnya seperti<br>apa sehingga andika menyimpulkan sesat?”<br>“Mereka berbicara bahwa hidup itu lebih indah dari pada mati. Tidak ada artinya kita hidup jika hak kita dirampas<br>oleh penguasa Demak. Hidup untuk mati, mati itu indah, hidup Syekh Siti Jenar!” ki santri berhenti sejenak, “Itulah<br>yang saya dengar dan lihat, Guru.”<br>“Mati itu indah? Celaka!” Ki Sakawarki terperanjat.<br>“Yang paling celaka, mereka telah berani mengatakan bahwa hak hidup mereka dirampas oleh penguasa Demak.”<br>Ki Demang tersentak, mukanya berubah angker, “Beraninya Syekh Siti Jenar mengajari rakyat Kademangan<br>Bintoro untuk berkata lancang! Jelas selain menyesatkan juga punya tujuan makar terhadap pemerintahan yang<br>syah.”<br>“Benar pendapat, Ki Demang!” Ki Sakawarki menganggukkan kepala, tangannya terkepal giginya gemeretak.<br>“Sudah sepantasnya kita mengadakan tindakan dengan segera!”<br>“Ya, Ki Sakawarki. Saya kira alasan seperti itu sudah cukup untuk melakukan penangkapan terhadap Syekh Siti<br>Jenar dan pengikutnya.” Ki Demang Bintoro bangkit dari duduknya, tangannya dikepalkan sekuat tenaga. “Karena<br>mereka telah melakukan dua kesalahan. Pertama menyampaikan ajaran sesat, kedua telah berani mempengaruhi<br>rakyat untuk berbuat makar.”<br>“Apakah kita akan langsung menangkap Syekh Siti Jenar? Atau segera melaporkan hal ini pada Para Wali dan<br>Raden Patah?”<br>“Sebelum melaporkan ke kerajan Demak dan para Wali sebaiknya kita melakukan penangkapan terlebih dahulu<br>pada pengikutnya. Agar pelaporan kita disertai oleh bukti yang meyakinkan.” ujar Ki Demang. “Besok pagi saya<br>akan memerintahkan beberapa orang prajurit untuk melakukan penangkapan! Saya minta agar Ki Sakawarki<br>beserta para santri menyertainya!”<br>“Baiklah, Ki Demang. Besok pagi akan saya kerahkan para santri menyertai para prajurit kademangan untuk<br>melakukan penangkapan.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bagus.”<br>“Serbuuuuuuu!!!!” tiba‐tiba terdengar teriakan di halaman kademangan, dibarengi suara benturan senjata.<br>“Ada apa diluar sana?” Ki Demang Bintora tersentak kaget, belum juga mulutnya terkatup sudah diusik oleh suara<br>yang menganggetkan.<br>“Sepertinya ada peretempuran, Ki Demang?” Ki Sakawarki bangkitdari duduknya seraya menghunus keris, begitu<br>juga para santrinya.<br>“Ke….” belum juga Ki Demang melanjutkan perkataannya, dengan tergesa masuklah seorang prajurit penjaga.<br>Langsung merunduk di hadapan Ki Demang seraya menghaturkan sembah.<br>“Mohon ampun, Ki Demang.”<br>“Apa yang terjadi diluar sana?”<br>“Celaka, Ki Demang. Kademangn kita telah diserbu para murid Syekh Siti Jenar….”<br>“Murid Siti Jenar?” Ki Sakawarki tercengang.<br>“Itulah yang mereka sebut‐sebut ketika melakukan penyerangan di luar sana.” terang prajurit.<br>“Berarti itu bukan hanya dugaan, Ki Sakawarki. Tetapi benar yang kita simpulkan tadi. Mau tidak mau sekarang<br>juga harus bertindak dan mengadakan perlawanan.” Ki Demang segera memasuki kamarnya, seraya kembali<br>menghunus pedang dan mengenakan pakaian perang. “Seluruh prajurit harus berperang dan menumpas antekantek<br>Syekh Siti Jenar. Jangan segan‐segan untuk bertindak tegas!” selanjutnya keluar dari ruangan, diikuti Ki<br>Sakawarki beserta para santrinya dan pasukan prajurit.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Dalam keremangan malam yang diterangi kerlap‐kerlipnya bintang di langit. Bulan belum lagi menjadi purnama, di<br>pelataran kademangan Bintoro tampak berkelebatannya bayangan prajurit dan pasukan Gelap Sewu yang sedang<br>bertarung.<br>“Hahaha…..jangan sisakan yang tidak mau menyerah. Ilmu Syekh Siti Jenar menyertai kita!” teriak Loro Gempol<br>yang berada di atas punggung kuda, menerobos pasukan lawan sambil membabatkan goloknya.<br>“Tobaattttt….!” teriak seorang prajurit yang terkena sabetan golok Loro Gempol, terhuyung dan roboh dengan<br>luka parah di lambungnya.<br>“Hahaha….perlihatkanlah kehebatan kalian para prajurit dan petinggi negeri Demak! Saya yakin ilmu para wali<br>tidak akan bisa mengalahkan ilmu guru kita, Syekh Siti Jenar yang agung.” Loro Gempol terus mengamuk,<br>menerjang gelombang pasukan prajurit Kademangan Bintoro yang berlapis‐lapis.<br>“Ki Demang, dengarlah teriakan lelaki yang sedang mengamuk dan berusaha menerobos lapisan prajurit kita!”<br>bisik Ki Sakawarki.<br>“Benar, ternyata dia murid Syekh Siti Jenar.” Ki Demang Bintoro menggeleng‐gelengkan kepala. “Betapa<br>angkuhnya dengan kesaktian yang dimilikinya, Ki Sakawarki?”<br>“Mengagunggkan Syekh Siti Jenar dan merendahkan para wali terhormat, Ki Demang.”<br>“Sanggupkah kiranya kita mengalahkan mereka?”<br>“Tidak perlu ragu, Ki Demang. Saya punya keyakinan Allah SWT. akan melindungi kita. Lihatlah jumlah pasukan<br>kita lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan pasukan musuh yang berpakaian serba hitam.”<br>“Saya kira pasukan mereka harus ditutup ruang geraknya. Lalu robohkan pimpinannya yang sedang mencoba<br>menembus lapisan pertahanan para prajurit. Jika pimpinannya roboh mereka akan mundur.” ujar Ki Demang<br>Bintoro.<br>“Biar saya yang akan loncat dan merobohkannya!” ujar Ki Sakawarki seraya bersiap‐siap untuk loncat.<br>“Kelihatannya dia bukanlah orang yang mudah dikalahkan. Karena tebasan senjata para prajurit seakan‐akan tidak<br>bisa melukai tubuhnya.”<br>“Ki Demang, saya kira di dunia ini tidak ada orang yang hebat kecuali Allah. Tidak ada salahnya jika saya mencoba<br>menghadapinya demi mempertahankan tanah tercinta dari kedzaliman. Maka jihadlah jalan keluarnya.” Ki<br>Sakawarki tanpa menunggu ucapan Ki Demang berikutnya, seraya dirinya menghunus keris dan melesat ke<br>angkasa melewati barisan prajurit yang berlapis‐lapis. “Hiaaaaattttt…….!!!!”<br>“Pasukan pemanah bersiaplah kalian di belakangku! Jika pasukan terdesak, bertindaklah kalian!”<br>“Siap, Ki Demang!” pasukan pemanah bersiap, untuk melepas anak panah. Busurnya sudah dipegang dengan kuat,<br>talinya ditarik, anak panahnya dipasangkan, tinggal melepas sesuai perintah.<br>Tubuh Ki Sakawarki yang melayang di angkasa terlihat sangat enteng dan ringan, bagaikan burung elang dengan<br>sorot matanya yang tajam. Lalu menukik ke bawah, berbarengan dengan tendangan kaki kanannya yang<br>menghantam dada Loro Gempol.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Aduhhhh….!!!” betapa terperanjatnya Loro Gempol, ketika ada lelaki berjubah putih yang turun dari langit dan<br>mengirimkan tendangan keras ke arah dadanya, hingga dirinya terpental dan jatuh dari punggung kuda. “Makhluk<br>apakah yang menendang dadaku hingga terasa sesak dan panas….membakar sekujur tubuhku….”<br>“Bukankah andika murid Syekh Siti Jenar yang sakti?” Ki Sakawarki melayang dan berdiri dihadapan Loro Gempol<br>yang terhuyung, seraya tangan kirinya memegang dada.<br>“Siapa andika? Mengapa bisa terbang seperti Syekh Siti Jenar guru saya?”<br>“Saya Sakawarki, muridnya Sunan Kalijaga. Andika mengaku muridnya Syekh Siti Jenar dan menganggap remeh<br>para wali. Ternyata ilmu yang andika pelajari dari Syekh Siti Jenar tidak seberapa?” Ki Sakawarki mendekat,<br>“Andika harus ditangkap karena telah berani melakukan pemberontakan dan……”<br>Hiatttt….belum juga Ki Sakawarki selesai berbicara, Kebo Benowo dengan cepat menyambar tubuh Loro Gempol<br>yang terhunyung‐huyung. Dinaikan ke atas kuda dan melarikan diri dari pertempuran.<br>“Mundurrrrrrr!!!!” teriak Kebo Benowo, seraya memacu kudanya dengan cepat.<br>“Jangan lari keparat!” Ki Sakawarki bersiap untuk mengejar, namun Lego Benongo menghadangnya.<br>“Kematian itu indah, kehidupan ini adalah penderitaan. Karena kematian lebih baik dari hidup miskin dan terjajah,<br>hamamayu hayuning bawana.” ujar Lego Benongo, seraya menyilangkan golok di dadanya.<br>“Tidak salah yang andika ucapkan, Ki Sanak?” Ki Sakawarki mengurungkan gerakan silatnya, sejenak berdiri dan<br>mencerna ucapan Lego Benongo. “Mungkin inikah yang dinamakan sesat?”<br>“Siapa yang sesat? Andikalah dan para wali, juga penguasa negeri Demak Bintoro yang sesat?” lalu Lego Benongo<br>menyelinap di antara lautan prajurit yang merangsek, setelah itu melarikan diri.<br>“Aku jadi kehilangan kejaran.” Ki Sakawarki mengincar salah seorang pasukan gelap sewu untuk ditangkap.<br>Mereka terlihat berlarian dari medan tempur setelah pimpinannya menghilang ditelan gelapnya malam. “Sulit<br>juga menangkapnya. Mereka pintar menyelinap!”<br>“Kademangan Bintoro telah terbebas dari pemberontak!” teriak para prajurit. Sebagian berjaga‐jaga, yang lainnya<br>menolong yang terluka, serta mengangkut korban tewas.<br>“Ki Sakawarki, benar bukan mereka muridnya Syekh Siti Jenar?” Ki Demang Bintoro berdiri di samping Ki<br>Sakawarki.<br>“Ya, namun mungkinkah beliau mengajarkan ajaran seperti ini?”<br>“Mengapa tidak mungkin?” ujar Ki Demang, “Bukankah kita sudah berhasil menangkap hidup‐hidup salah seorang<br>muridnya yang mengaku anggota pasukan gelap sewu. Orang ini kita bawa ke pusat kota Demak untuk memasuki<br>persidangan para wali sebagai saksi dan bukti.”<br>“Dimana dia?”<br>“Dia berada dalam penjagaan para prajurit.” Ki Demang menunjuk ke utara, seraya kakinya melangkah pelan.<br>“Mari kita tanyai!”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah, mudah‐mudahan bisa memperkuat dugaan kita dalam persidangan di majelis para wali.” Ki Sakawarki<br>melangkah pelan disamping Ki Demang Bintoro. Ketika langkah keduanya hampir mendekat, para prajurit penjaga<br>berteriak. Menyampaikan kabar bahwa, murid Syekh Siti Jenar bunuh diri dengan membenturkan kepalanya ke<br>dinding hingga kepalanya pecah.<br>Mendengar kabar demikian, Ki Sakawarki dan Ki Demang terkejut. Keduanya saling tatap seraya mengurut dada<br>dan menarik napas dalam‐dalam.<br>“Sangat kuat pengaruh ajaran Syekh Siti Jenar, Ki Sakawarki.” Ki Demang Bintoro menggeleng‐gelengkan kepala<br>saat melihat jasad anggota pasukan Gelap Sewu yang terbujur kaku dengan kepala pecah, berlumuran darah.<br>“Ajaran hidup mati, mati hidup.”<br>“Ki Demang, kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa benar ajaran Syekh Siti Jenar itu sesat dan<br>menyesatkan.” Ki Sakawarki berjongkok disamping jasad.<br>“Cukup bukti kita untuk kembali melaporkan hal ini ke hadapan para wali, Ki Sakawarki.”<br>“Benar, kita harus segera melapor ke pusat kota Demak!” Demang Bintoro menganggukan kepala. “Sebagai bukti<br>tidak ada salahnya jika jasad ini dibawa.”<br>“Menurut hemat saya sebaiknya jasad ini kuburkan saja di sini selayaknya. Kasihan jika harus dibawa ke Demak,<br>sebab perjalanan kita memakan waktu hampir seharian. Setelah itu baru keesokan harinya kita bisa menguburkan<br>setelah diperiksa para wali.” terang Ki Sakawarki. “Tidak ada salahnya jika jasad ini dikuburkan berbarengan<br>dengan korban lainnya.”<br>“Tapi dia beraliran sesat, Guru?” ujar seorang santri yang berjongkok disampingnya.<br>“Ajarannya yang kita anggap sesat. Bukankah jasadnya tetap perlu kita hormati dengan penguburan yang<br>selayaknnya.” terang Ki Sakawarki.<br>“Saya setuju,” Demang Bintoro menganggukan kepala, “Prajurit kuburkanlah mereka dengan layak, begitu juga<br>para korban tewas lainnya.” lalu memerintah.<br>***<br>Padepokan Syekh Siti Jenar yang berada di kaki bukit Desa Khendarsawa, tampak hening. Matahari pagi mulai<br>meninggi, kirimkan sinar terang dan kehangatannya. Cahayanya menerobos setiap celah dan ruang yang berada di<br>atas bumi, tidak ada kecuali, tidak pula membeda‐bedakan, seluruhnya terbagi sesuai dengan ketinggian matahari<br>berada.<br>Nun jauh di atas jalan yang terbentang panjang dan penuh kelokan, dua orang penunggang kuda bergerak cepat.<br>Jalan yang membelah Desa Khendarsawa akan melintas ke arah padepokan Syekh Siti Jenar.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Penunggang kuda yang berada disampingkanannya tampak tegap dan kuat, tangan kirinya menuntun kuda<br>disebelahnya, tampak terhuyung. Meringis kesakitan, tangannya berkali‐kali memijit dadanya.<br>“Aduhhhhh…..sakit…sesak….” keluhnya.<br>“Tenang, Gempol. Padepokan Syekh Siti Jenar telah dekat.” ujar Kebo Benowo, mempercepat langkah kuda yang<br>ditungganginya.<br>“Saya sudah tidak kuat lagi, Ki Benowo.” keluh Loro Gempol, “Punya ajian apa sesungguhnya Kiai Kademangan<br>Demak itu?”<br>“Saya juga tidak tahu, Gempol.” terang Kebo Benowo, “Kita tanyakan semua ini pada guru kita di padepokan<br>nanti. Hussss…hiahhh!”<br>Kuda yang ditunggangi Kebo Benowo dan Loro Gempol, berhenti di kaki bukit, persis di depan jalan menanjak.<br>Tanah bukit yang dipapas menyerupai anak tangga bertingkat itu tepat berada di bawah padepokan Syekh Siti<br>Jenar.<br>Kebo Benowo loncat dari atas kuda, perlahan menurunkan Loro gempol yang terhuyung. Keduanya menaiki<br>tangga dengan berat, setelah mengikat kedua kuda tunggangannya di bawah pohon rindang.<br>“Keparat!” geram Loro Gempol, “Keterlaluan Syekh Siti Jenar ini, tinggal di dataran tinggi…..” keningnya<br>meneteskan keringat dingin, tangannya memijat dada, langkahpun tidak seimbang.<br>“Tidak perlu bicara seperti itu, Gempol.” bisik Kebo Benowo. “Adikan masih tidak menyadari juga kalau guru kita<br>ini memiliki kesaktian tinggi? Apa pun yang kita bicarakan meskipun jauh beliau bisa mendengarnya.”<br>“Omong kosong! Jika memang demikian tentu dia tahu ketika kita berada dalam kesulitan….” gerutu Loro Gempol.<br>“Sssssssttttttt…” Kebo Benowo meletakan telunjuk dimulutnya.<br>“Andika belum paham juga dengan ajaran hamamayu hayuning bawana.” terdengar suara Syekh Siti Jenar tepat<br>ditelinga keduanya, “….bukankah kalian tidak boleh menebar kerusakan dimuka bumi ini, justru harus sebaliknya.”<br>“Syekh?” Kebo Benowo terperanjat, begitu juga Loro Gempol. “Tuh, benar yang saya katakan, Gempol?”<br>“Ya,…..” wajah Loro Gempol mendadak pucat dan cemas. “Maafkan saya, Syekh. Tidak ada maksud untuk<br>menjelekan…” lalu memutar kepalanya, mencari wujud yang memiliki suara.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Andika tidak akan bisa melihat saya di sana. Karena wujud saya tidak di sana.” suara Syekh Siti Jenar semakin<br>menempel di dalam gendang telinga keduanya.<br>“Dimanakah, Syekh?” teriak Kebo Benowo, tidak menghentikan langkahnya. Hingga keduanya telah berada di atas<br>tangga terakhir, dalam jarak beberapa depa dari gerbang padepokan. “Itu beliau, sedang berbincang‐bincang<br>dengan Ki Ageng Pengging.” matanya terbelalak.<br>“Lalu suara tadi?” Loro Gempol menggeleng‐gelengkan kepala. “Bukankah yang berada di halaman padepokan itu<br>Syekh Siti Jenar dan Ki Ageng pengging? Sedang bercakap‐cakap. Mengapa suaranya…..”<br>“Syekh, ketika saya sudah berada dalam tahapan ma’rifat, sangatlah sulit untuk mengungkapkannya dengan<br>kalimat.” Kebo Kenongo berdiri dihadapan Syekh Siti Jenar. “Tadinya saya ragu, tidak bisa mencapainya.”<br>“Ya, itulah ma’rifat.” Syekh Siti Jenar menganggukan kepala, “Terasa lebih nikmat dibanding berada pada tahapan<br>thariqat.”<br>“Benar, Syekh.” Kebo Kenongo menganggukan kepala, “Kenikmatan dalam ma’rifat sepertinya sangat indah.<br>Dunia ini terasa sangatlah kecil dan tidak berarti….”<br>“Ma’rifat itu berada dalam alam jiwa, Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar mengibaskan jubah hitam yang berlapis<br>kain merah di dalamnya. “Sedangkan kita sekarang berada dalam alam jiwa dan jasad. Jasad tetap harus<br>terbungkus pakaian dan jubah, meski bukan kepuasan, tetapi hanyalah syarat yang dinamakan kehidupan bagi<br>orang kebanyakan. Satukanlah jiwa dan jasad itu, maka disitulah ma’rifat seutuhnya akan terwujud.”<br>“Jadi ma’rifat yang saya alami belum utuh, Syekh?”<br>“Tentu.” Syekh Siti Jenar menganggukan kepala. “Kita sebelum mengenal Gusti dan menuju akrab, hendaklah<br>mengenali dulu diri sendiri. Ki Ageng Pengging, saat ini sudah masuk pada tahapan yang saya maksud.”<br>“Jadi saya baru mengenal diri?”<br>“Setelah itu kenalilah Gustimu, barulah akrab. Sebelum akrab ma’rifatlah seutuhnya.” terang Syekh Siti Jenar,<br>“Satukanlah yang tercabik, genapkanlah yang ganjil, dekatkanlah yang jauh, rapatkanlah yang renggang. Hingga<br>manunggaling kawula wujud.”<br>“Manunggaling kawula wujud?”<br>“Maunggaling kawula wujud, ma’rifat seutuhnya. Tahapan orang yang mengenal dirinya, hingga berikutnya<br>manunggaling kawula gusti. Wujud adalah jiwa, jiwa adalah jasad, jasad maujud jiwa, jiwa maujud jasad.” Syekh<br>Siti Jenar berhenti sejenak, perlahan tubuhnya menembus pohon, lalu mengeluarkan sebelah tanganya dari<br>dalam. “Saya berada dalam pohon, setelah itu kembali.”<br>“Ya, Allah.” Kebo Kenongo terkagum‐kagum, matanya seakan‐akan tidak bisa berkedip, menyaksikan Syekh Siti<br>Jenar yang telah keluar dari dalam batang pohon. “Betapa hebatnya ilmu yang Syekh miliki.”<br>“Ilmu itu milik Allah. Saya adalah manusia biasa, itu hanya menjelaskan manunggaling kawula wujud. Hingga<br>wujud ini bisa menjadi halus seperti jiwa, jiwa pun bisa keras seperti wujud.” lalu Syekh Siti Jenar duduk bersila di<br>atas rumput hijau, tidak bergerak. Perlahan keluar satu sosok Syekh Siti Jenar lain, lalu melangkah mengitari yang<br>sedang bersila. “Inilah jiwa, inilah jasad, maka menyatu, manunggaling kawula wujud.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Subhanallah…..” Kebo Kenongo terbelalak untuk kesekian kalinya, kedipun seakan‐akan hilang dari kelopak<br>matanya.<br>“Itulah manunggaling kawula wujud. Dalam tahapan ma’rifat seutuhnya manusia bisa memisahkan jiwa dengan<br>jasad, menyatukannya kembali. Namun itu bukanlah mati, sebab jasad yang saya lepas dalam keadaan hangat.<br>Hanya gerak dan geriknya berada di luar.”<br>“Lantas orang yang bisa meringankan tubuh dan mengeluarkan tenaga dalam, membuat musuh terpental, berada<br>pada tahapan apa?”<br>“Dalam tahapan syariat.” Syekh Siti Jenar lalu memukul batu padas seukuran kelapa, diremasnya hingga<br>bertebaran laksana debu. Jasadiah yang dilatih akan menghasilkan kanuragan, dipadukan dengan batin keluar<br>tenaga dalam.” lalu membuka telapak tangan dan dihentakan pada batang pohon.<br>Krak, patah, dan jatuh di samping Kebo Kenongo. Kebo Benowo dan Loro Gempol sama sekali tertahan<br>menyaksikan Syekh Siti Jenar dengan ilmunya yang tinggi sangat sulit mencari bandingannya.<br>“Harus selalukah mengeluarkan tenaga dalam dengan batin?”<br>“Maksud batin disini bukanlah ada pada tingkatan ma’rifat, tetapi pikiran dan hati yang terfokuskan. Konsentrasi.”<br>terang Syekh Siti Jenar, “Untuk mencapai ilmu kanuragan dan sebangsanya yang meliputi kekuatan jasadyah, tidak<br>perlu mencapai ma’rifat.”<br>“Termasuk hakikat dan thariqatnya?”<br>“Benar, karena kanuragan masih berada dalam lingkar jasadyah, keangkuhan, kesombongan, emosional,<br>semangat untuk mencari lawan, memukul, dan amarah.”<br>“Saya paham, Syekh.” Kebo Kenongo mengangguk‐anggukan kepalanya, “Meskipun sangat hebat dan sakti orang<br>yang berada dalam tahapan ma’rifat tidak akan sewenang‐wenang mempertontonkan kesaktiannya,<br>karena segala hal dalam dirinya telah terkendali termasuk nafsunya.”<br>“Ki Ageng Pengging, jangan melupakan kebutuhan jasad! Meski kita berasa pada tahap ma’rifat seutuhnya.” ujar<br>Syekh Siti Jenar, “Kebutuhan jasad adalah syarat hidup, meski sebetulnya tidak makan pun tidak akan merasa<br>lapar. Namun kita makluk yang memiliki jasad, janganlah menyiksa dan memenjarakan kebutuhannya.”<br>“Saya paham, Syekh.” Kebo Kenongo mengangguk. “Ma’rifat itu seakan kita berada di atas ketinggian dan bisa<br>mencapai ke segala arah, menyentuhnya, merubahnya, menikmatinya, merasakannya….”<br>“Lanjutkanlah, sempurnakanlah ma’rifat itu…..” Syekh Siti Jenar melangkah pelan.<br>“Syekh,” rintih Loro Gempol, baru berani mendekat. “Sembuhkanlah dada saya yang terasa sakit dan sesak.”<br>“Andika mendapat tendangan petir geni dari Ki Sakawarki. Tentu saja akan terasa sesak dan panas….” Syekh Siti<br>Jenar hanya dengan tatapan matanya, mengobati rasa sakit yang di derita Loro Gempol.<br>“Terimakasih, Syekh.” Loro Gempol dengan penuh hormat mencium kaki Syekh Siti Jenar. “Saya sudah kembali<br>pulih. Syekh, benar‐benar sakti. Bisakah semua ilmu yang Syekh miliki diturunkan pada saya?”<br>“Jika andika mau,” Syekh Siti Jenar mengangkat bahu Loro Gempol agar tidak lagi mencium kakinya. “….dan<br>sanggup menjalaninya.”<br>“Tidak bisakah jika ilmu kesaktian Syekh langsung diturunkan pada saya?”<br>“Ilmu kanuragan sangat mudah diturunkan! Namun untuk mencapai tahapan ma’rifat perdalamlah sendiri, saya<br>hanya memberi petunjuk.”<br>“Baiklah, kalau ilmu ma’rifat lain kali saja. Sekarang turunkanlah ilmu menendang yang lebih hebat dari Ki<br>Sakawarki.”<br>“Pulanglah! Ilmu itu sudah andika miliki.”<br>“Benarkah itu, Syekh?”<br>“Tendanglah batu padas itu!” Syekh Siti Jenar mengarahkan telunjuknya pada batu padas yang seukuran tubuh<br>kerbau. Terletak di halaman padepokan.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Hiattttt!” Loro Gempol loncat, tendangannya menghantam batu. Tidak pelak lagi, hancurlah berkeping‐keping.<br>“Terimaksih, Syekh. Akhirnya saya bisa mebalas Ki Sakawarki. Sekarang juga saya mohon pamit.”<br>“Gempol….Gempol…” Kebo Kenongo hanya menggelengkan kepala menyaksikan Loro Gempol dan Kebo Benowo,<br>yang sudah turun dari padepokan Syekh Siti Jenar. Hingga lenyap ditelan ketinggian. “Masih ada orang seperti<br>dia? Kenapa pula Syekh memberikan ilmu dengan mudah kepada mereka?”<br>“Tidak sepantasnya kita sebagai makhluk Allah menyembunyikan ilmu.” Syekh Siti Jenar menyapu wajah Kebo<br>Kenongo dengan tatapan matanya. “Jika itu dilakukan maka kita bertentangan dengan sipat Allah yang Maha<br>Pemurah, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Kikir itu adalah sipat Syetan, menyembunyikan pun demikian.<br>Bergerak luruslah dengan sipat‐sipat Allah, menyatulah didalamnya. Karena sipat‐sipat Allah itu bukan untuk<br>dibicarakan dan dibahas secara panjang lebar, tetapi harus diamalkan.”<br>“Mengamalkan itulah yang berat, Syekh.” ujar Kebo Kenongo. “Kebanyakan manusia terkadang sangat keberatan<br>jika orang lain menginginkan ilmu yang dimilikinya?”<br>“Tentu saja. Karena masih menyatu dengan kebalikan sipat‐sipat Allah, yang saya ungkap tadi.” Syekh Siti Jenar<br>berhenti sejenak, “Terkadang manusia berpikir, betapa susah untuk meraih ilmu, betapa berat untuk<br>mendapatkannya, betapa harus berkorban tenaga dan harta untuk meraihnya, maka jika demikian haruskah<br>diberikandengan cuma‐cuma?”<br>“Syekh sendiri?”<br>“Itulah saya seperti Ki Ageng Pengging lihat. Mengapa lagi harus menentang sipat‐sipat Allah jika kita sudah<br>berada dalam lingkarnya, bukankah kita berada dalam manunggalnya.”ujar Syekh Siti Jenar. “Apalagi yang saya<br>inginkan?”<br>“Meski saya kurang begitu paham maksudnya, sedikit‐demi sedikit akan berusaha mencernanya.”Kebo Kenongo<br>menempelkan telunjuk dikeningnya. “Pantas saja sangat jarang orang pemurah semacam, Syekh. Karena mereka<br>masih berada dalam tahap syariat, kebutuhan jasadyahlah yang paling utama. Hingga saya berpendapat apalagi<br>yang tidak bisa Syekh dapatkan? Semuanya berada dalam genggaman.”<br>“Nafsu duniawi itu akan sirna, seperti saya uraikan sebelumnya.”<br>“Kenapa Sunan Kalijaga dan para wali yang setarap ilmunya dengan Syekh lebih menyukai berada dalam lingkar<br>kekuasaan?”<br>“Itu bukan tujuan mereka untuk meraih kekuasaan. Terutama Sunan Kalijaga, jika dia ingin berkuasa tentu sudah<br>menjadi raja. Karena dia seperti halnya Ki Ageng Pengging keturuan darah biru.” terang Syekh Siti Jenar, “Sunan<br>Kalijaga setelah memperdalam ajaran Islam, melepas kekuasaan dan keduniawian, terutama sekali setelah berada<br>dalam tahapan seperti saya. Dia berada dalam lingkar kekuasaan Demak, semata untuk menyebarluaskan syariat<br>Islam. Bukan berarti gila kekuasaan atau membuntuti penguasa untuk mendapatkan keuntungan. Dia lebih<br>cenderung untuk menterjemahkan, menyampaikan, mengamalkan, ajaran tadi dalam tahapan syariat, juga ilmu<br>politik, sosial, dan budaya.”<br>“Apakah dia mengajarkan pula ilmu ma’rifat?”<br>“Tentu saja.” terang Syekh Siti Jenar, “Namun Sunan Kalijaga tidak seperti saya cara mengajarkannya. Lihatlah<br>tentang gamelan dan wayangnya, lihatlah tentang shalat yang lima waktu…..”<br>“Saya paham, Syekh.” Kebo Kenongo mengangguk‐anggukan kepala. “Dia tidak mudah memberikan ilmu yang<br>lebih tinggi tahapannya….”<br>“Lihatlah tangga yang menuju padepokan saya, Ki Ageng Pengging!”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bertahap?” gumam Kebo Kenongo, “Mengapa Syekh memberikan apa saja yang diminta orang tanpa melalui<br>tahapan?”<br>“Bukankah tadi telah saya uraikan? Kenapa tidak jika saya telah berada dalam lingkar dzat Maha Pemurah, Maha<br>Pengasih, dan Maha Penyayang. Manunggaling Kawula Gusti.”<br>“Hhhhhmmmmmm….” Kebo Kenongo menarik napas dalam‐dalam, pikirannya mencoba mencerna segala uraian<br>yang telah disampaikan Syekh Siti Jenar. Terkadang gampang dicerna, kadang pula sangat berat untuk dipahami.<br>“Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya. Namun yang dimaksud Manunggaling Kawula Gusti<br>menurut Syekh?”<br>“Manunggaling Kawula Gusti?” Syekh Siti Jenar lantas berdiri di atas satu kaki, “Saya berikan dua arti; pertama<br>manunggaling sifat, kedua manunggaling dzat.”<br>“Maksudnya?”<br>“Manunggaling sifat,” Syekh Siti Jenar kembali berdiri di atas dua kakinya, lalu melangkah perlahan. “Sebelumnya<br>saya akan bertanya pada, Ki Ageng Pengging. Apa rasanya gula? Apa pula rasanya garam?”<br>“Tentu saja gula manis, dan garam asin.”<br>“Berikan pula gula dan garam ini pada seratus orang. Biarkan mereka mengecap dengan lidahnya, lalu tanya oleh<br>Ki Ageng Pengging.”<br>“Semuanya akan mengatakan sama, Syekh. Manis dan Asin. Meski dikasihkan pada seribu orang.”<br>“Itulah yang dikatakan manunggaling sifat.”<br>“O…ya…” Kebo Kenongo mengangguk‐anggukan kepalanya.<br>***<br>“Selamat datang di Masjid Demak, Pangeran Bayat.” ujar Sunan Giri, lalu duduk bersila di samping Sunan Kudus,<br>Sunan Muria, tidak ketinggalan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. “Saya kembali kedatangan Ki Sakawarki dan Ki<br>Demang Bintoro.” tatapan matanya menyapu wajah kedua orang yang disebutnya, duduk berhadapan.<br>“Terimakasih, saya mendengar kabar burung tentang ajaran sesat yang disebarluaskan Syekh Siti Jenar.” Pangeran<br>Bayat menatap Demang Bintoro, “Ajaran sesat macam apa?”<br>“Sampaikanlah kabar terbaru tentang ajaran Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, Ki Demang!” ujar Sunan Giri.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Gusti Pangeran, juga Kanjeng Sunan yang saya hormati, ajaran itu benar‐benar menyesatkan. Hidup itu untuk<br>mati, mati itu untuk hidup, akhirnya banyak rakyat Kademangan Bintoro yang bunuh diri.” Ki Demang berhenti<br>sejenak, “Saya selanjutnya melakukan penyelidikan bersama Ki Sakawarki. Ternyata bukan hanya isapan<br>jempol belaka tentang kesesatan ajaran Syekh Siti Jenar itu.”<br>“Saya semula tidak percaya tentang ajaran sesat Syekh Siti Jenar.” tambah Ki Sakawarki, “Tapi ketika mendengar<br>langsung dan menyaksikan barulah percaya.”<br>“Adakah penyimpangan lain dari ajaran Islam yang berkaitan dengan aqidah?” tanya Sunan Giri.<br>“Tentu saja, Kanjeng.” Ki Sakawarki menganggukan kepala, “Mereka tidak mesyariatkan shalat lima waktu, begitu<br>pula kewajiban lainnya.”<br>“Menyimpang dan sesat secara aqidah!” Sunan Giri geram.<br>“Benarkah mereka juga melakukan tindakan makar? Selain menyebarluaskan ajaran sesatnya?” tanya Pangeran<br>Bayat.<br>“Itulah yang kami saksikan.” jawab Demang Bintoro. “Dengan bukti melakukan penyerangan terhadap<br>Kademangan.”<br>“Keparat!” muka Pangeran Bayat merah padam, “Saya kira dibelakang semua ini Ki Ageng Pengging juga punya<br>kepentingan?”<br>“Mungkin? Karena merasa masih keturunan Majapahit, Gusti?” tambah Demang Bintoro. “Yang paling mencolok<br>mereka menyebut nama pimpinan pemberontak Kebo Ben….”<br>“Jika itu Kebo Kenongo, maka dugaan saya benar.” potong Pangeran Bayat. “Karena Kebo Kenongo nama lain dari<br>Ki Ageng Pengging….”<br>“Disini telah berbaur antara aqidah islam dan politik…..”<br>“Benar, Kanjeng Sunan Kalijaga!” potong Pangeran Bayat, “Untuk itu kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi.<br>Sebab jika dibiarkan akan mengancam keutuhan negeri Demak Bintoro.”<br>‘Padahal maksud saya tidak seperti itu, Kanjeng?’ Sunan Kalijaga beradu tatap dengan Sunan Bonang, memulai<br>percakapan dengan batinnya.<br>‘Saya kira tidak perlu mencampuri persoalan ini terlalu jauh, Kanjeng.’ tatap Sunan Bonang. ‘Jika itu dilakukan<br>sangatlah berlebihan, seakan‐akan kitalah yang memiliki ilmu terlalu tinggi. Sehingga tanpa beranjak dari tempat<br>duduk mengetahui yang sesungguhnya telah terjadi.’<br>‘Betapa sombong dan angkuhnya kita, Kanjeng.’ Sunan Kalijaga mengaggukan kepala. ‘Namun tidak ada salahnya<br>jika kita dimintai pendapat…’<br>“Politik macam apa yang terjadi dibalik tersebarnya ajaran sesat ini?” tanya Demang Bintoro.<br>“Mereka akan menciptakan dulu keresahan dikalangan umat beragama, Ki Demang. Dalam keadaan umat resah<br>dan bingung, politik untuk melakukan makar pun berjalan.” terang Pangeran Bayat.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Itulah yang terjadi di Kademangan Bintoro, Gusti Pangeran.” Demang Bintoro menganggukan kepala, “Pantas<br>mereka mempengaruhi rakyat kademangan dengan ajaran yang menyesatkan, hingga pada suatu malam terjadi<br>penyerbuan. Namun yang paling aneh, ketika salah satu diantara mereka tertangkap, membenturkan kepalanya<br>pada batu hingga tewas.”<br>“Itulah yang mereka anggap jihad!” ujar Pangeran Bayat, “Tentu saja mereka akan memilih mati ketimbang<br>tertangkap, karena mati telah memenuhi panggilan jihad.” berusaha menyimpulkan.<br>“Pantas saja?” Demang Bintoro menggeleng‐gelengkan kepala.<br>“Jika demikian kesimpulannya sudahlah jelas persoalan ini, Gusti Pangeran.” Ki Sakawarki penuh hormat, “Syekh<br>Siti Jenar beserta pengikutnya harus ditangkap. Mereka telah berani merusak ajaran Islam yang sesungguhnya.<br>Selain telah berani‐berani mencampurbaurkan kepentingan politik dengan agama. Sehingga agama dijadikan alat<br>politik dan kekuasaan.”<br>“Itulah yang terjadi Ki Sakawarki, jika boleh saya berksimpulan.” Pangeran Bayat mengaggukan kepala. “Namun<br>sebelum bertindak saya akan meminta dulu pendapat para wali agung tentang batasan sesat yang disebarluaskan<br>Syekh Siti Jenar. Bagaimana menurut pendapat, Kanjeng Sunan?” tatapan mata Pangeran Bayat menyapu wajah<br>para wali, berhenti pada Sunan Giri, selaku ketua Dewan Wali.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Pengertian sesat?” Sunan Giri memutar tatapannya, “Saya menyimpulkan, jika Syekh Siti Jenar sudah<br>menganggap shalat lima waktu tidak wajib, puasa bulan ramadan tidak wajib. Hidup untuk mati, mati untuk hidup.<br>Jelas sesat! Sudah keluar dari esensi Islam yang sesungguhnya.”<br>“Tidakah kita menelisiknya terlebih dahulu, Kanjeng Sunan Giri?” Sunan Kalijaga beradu tatap.<br>“Apa lagi yang mesti kita selidiki, Kanjeng Sunan Kalijaga?” ujar Sunan Giri, “Penyebaran ajaran sesat harus segera<br>dihentikan. Jika tidak maka umat akan resah, kesetabilan negeri Demak Bintoro akan terancam.”<br>“Tidakkah kita ingin memastikan sekali lagi tentang sesatnya ajaran Syekh Siti Jenar dengan mengutus seorang<br>wali?” tatap Sunan Kalijaga.<br>“Bukankha Ki Sakawarki saja sudah cukup sebagai seorang Kiai membuktikan kesesatan tadi?”<br>“Apakah Ki Sakawarki sudah secara langsung mendengar dan melihat jika ajaran Syekh Siti Jenat itu sesat?”<br>“Maafkan Kanjeng Sunan Kalijaga, saya belum bertemu dengan Syekh Siti Jenar. Namun saya hanya melihat dan<br>mendengar dari para muridnya, ketika beberapa malam lalu melakukan pemberontakan.”<br>“Bisakah itu dijadikan sebagai bukti?” Sunan Kalijaga memutar tatapannya ke arah Pangeran Bayat dan Sunan Giri.<br>“Dari Segi politik, yakin tujuan utamanya ingin makar. Bukan semata menyebarkan ajaran sesat, Kanjeng.”<br>Pangeran Bayat mengerutkan dahinya, “Yang memperkuat tuduhan saya dengan adanya nama Kebo Kenongo.<br>Jelas‐jelas dia masih keturunan Majapahit dan memiliki pengaruh sama dengan Gusti Raden Patah. Hanya dia<br>tidak seberuntung junjungan kita.”<br>“Pangeran, bagaimana jika kita pisahkan dulu masalah politik dan agama?”<br>“Maaf, Kanjeng. Saya rasa persoalan politik dan agama dalam hal ini sudah menyatu.” tukas Pangeran Bayat.<br>“Saya menduga jika kepentingan politik yang ditebarkan Kebo Kenongo dibungkus rapih dengan agama. Dengan<br>tujuan orang terfokus pada persoalan agama, padahal politis.”<br>“Makanya saya tadi berpendapat, untuk menjernihkan persoalan ini dan menangkap makna yang sesungguhnya,<br>kita pisahkan dulu…”<br>“Kanjeng Sunan Kalijaga, sebaiknya perdebatan ini dihentikan. Saya takut di antara para wali terjadi perbedaan<br>paham yang runcing, begitu pula dengan kalangan pemerintah.” potong Sunan Giri. “Selanjutnya kita renungkan<br>sejenak sebelum mengambil keputusan. Bagaimana jika kita memperbincangkannya dengan Raden Patah, semoga<br>dari hasil persidangan nanti ada keputusan. Jika Syekh Siti Jenar perlu ditangkap, kita tangkap!”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Saya setuju!” ujar Pangeran Bayat. “Apa pun yang terjadi jika itu keputusan raja, sudah semestinya kita taati.”<br>“Baiklah.” Sunan Kalijaga menganggukan kepala, tatapan matanya tertuju pada Sunan Bonang, mata hatinya<br>mulai bersentuhan dan bercakap‐cakap. ‘Kanjeng Sunan Bonang, saya secara syariat tidak bisa melawan kehendak<br>Allah.’<br>‘Ya, karena itu sudah menjadi sebuah taqdir dan ketentuan yang mesti dijalani. Kita lihat dan ikuti saja…meski<br>secara lahiryah tetap harus berikhtiar. Saya kira Syekh Siti Jenar juga paham perjalanan hidupnya…’ batin Sunan<br>Bonang, tatapan matanya menerbar sinar kemerah‐merahan beradu dengan sorot mata pancaran jingga Sunan<br>Kalijaga.<br>“Ada apa?” Sunan Drajat tersentak dari duduknya, “Mengapa ada pancaran sinar dari…”<br>“Disini tidak ada yang aneh, Kanjeng Sunan Drajat.” tegur Sunan Giri, “Kenapa Kanjeng tersentak?” tatapan<br>matanya mengikuti sudut pandang Sunan Drajat, tetapi tidak menemukan hal yang perlu dikejutkan.<br>“Tidakkah Kanjeng me…”<br>“Benar, Kanjeng Sunan Drajat.” tatap Sunan Bonang. Seakan‐akan menembus batin hingga tidak berdaya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Kanjeng Sunan Bonang?” Sunan Drajat mengangukan kepala, meski tidak mengerti. Hatinya seakan‐akan<br>disusupi nasihat yang sebelumnya tidak pernah diketahui. “Saya harus menafsirkannya…”<br>“Apa yang telah terjadi? Kenapa saling memberi isyarah?” Pangeran Bayat kebingungan. “Kanjeng Sunan Giri?”<br>“Saya juga tidak terlalu paham, Pangeran.” bisiknya, lalu menatap Sunan Bonang. “Kanjeng Sunan Bonang?”<br>“Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, Kanjeng Sunan Giri.” ujar Sunan Bonang, “Putusan terbaik dalam<br>menyikapi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, kita mesti menunggu keputusan Raden Patah, sesuai dengan<br>pendapat Kanjeng. Kami berisyarah setuju pada perkataan Kanjeng Sunan Giri tadi.”<br>“Baiklah jika demikian. Kita bersidang dengan pihak pemerintahan demi mengambil keputusan.” Sunan Giri<br>mengaggukan kepala, lalu perlahan bangkit dari duduknya.<br>“Kanjeng, jika demikian saya mohon pamit.” ujar Demang Bintoro. “Karena tugas saya sudah selesai, sedangkan<br>persidangan merupakan wewenang para wali dan pemerintah.”<br>“Baiklah, Ki Demang.” Sunan Giri menerima kedua telapak tangan Demang Bintoro yang mengajak bersalaman.<br>“Semoga kalian selamat diperjalanan. Persoalan tadi akan kami tindaklanjuti, agar tidak terlanjur dan terluntalunta<br>hingga mengakibatkan kesesatan bagi umat.”<br>***<br>Matahari mulai merayap, perlahan meredup seakan‐akan terlihat lelah dan ngantuk. Seharian memelototi bumi<br>beserta isinya, menatap setiap tingkah dan laku manusia yang beragam. Matahari sudah waktunya kembali dan<br>beristirahat di peraduannya, seiring dengan datangnya gelap malam.<br>Namun penghuni jagat raya seakan tidak peduli meski matahari tidak lagi memelototi dan menerangi, biar kerlip<br>gemintang sebagai pengganti, saksi mereka bertingkahlaku. Malam hanya perpindahan dari terang pada gelap,<br>dari benderang pada kremangan. Hingga tidak pernah menghalangi dan menyurutkan niat dan langkah manusia<br>dengan segenap tekad dan keinginannya untuk berbuat.<br>Pinggir hutan di halaman pendopo milik Kebo Benowo dan pengikutnya, berkelebatan bayangan tubuh yang<br>sedang berlatih silat. Joyo Dento dan Kebo Benongo bergantian mengajarkan setiap jurus dan strategi perang.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Tidak lama berselang terdengar suara kuda yang bergerak ke arah mereka. Dua ekor kuda yang ditunggangi Kebo<br>Benowo dan Loro Gembol telah berada di tengah‐tengah pengikutnya.<br>“Ki Gempol,” ujar Joyo Dento mendekat, “Terlihat segar malam ini….”<br>“Benar, Dento.” Loro Gempol turun dari punggung kuda, “Syekh Siti Jenar benar‐benar hebat. Hanya dengan<br>tatapan mata beliau menyembuhkan luka dalam akibat tendangan Ki Sakawarki.”<br>“Hebat!” Joyo Dento menggelengkan kepala. “Artinya Ki Gempol sudah siap memimpin kembali pemberontakan?”<br>“Tentu saja, Dento.” Loro Gempol menepuk‐nepuk dadanya, “Bahkan ilmuku sudah mulai bertambah meski dalam<br>waktu sangat singkat. Saya sudah memiliki tendangan yang lebih hebat dari Ki Sakawarki.” lalu memutar lehernya<br>mengikuti sudut pandangnya yang tertuju pada sebongkah batu.<br>“Seperti apa tendangan itu, Ki?” tanya Kebo Benongo.<br>“Lihatlah! Saya akan menghancurkan batu sebesar perut kerbau itu hanya dengan satu kali tendangan.” Loro<br>Gempol lalu mengambil ancang‐ancang, seraya loncat dan mengarahkan tendangannya pada batu.<br>Dragkkkk….tendangan kaki Loro Gempol menghantam sasaran, tidak pelak lagi hancur lebur berkeping‐keping.<br>Prilakunya disambut dengan tepukan pasukan gelap sewu, serta Joyo Dento dan Kebo Benongo.<br>“Bisa seperti itu Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu kanuragan, Ki Gempol?” Joyo Dento mengerutkan keningnya.<br>“Bukankah dia orang sakti, Dento?” Loro Gempol tersenyum.<br>“Sayang, Ki Gempol?”<br>“Kenapa, Dento?”<br>“Seandainya beliau bersedia mendukung perjuangan kita dengan kesaktiannya, sudah barang tentu sangat<br>mudahlah menghancurkan Kademangan Bintoro.” ujar Joyo Dento, seraya duduk di atas bangku yang terbuat dari<br>kayu. “Sungguh sayang, begitu juga Ki Ageng Pengging, sangatlah sulit untuk diajak serta.”<br>“Jangankan Kademangan, Demak pun jika beliau mau tentu bisa dihancur leburkan!” timpal Loro Gempol.<br>“Sangat aneh?” Joyo Dento menggelengkan kepala, “Semakin tinggi ilmunya, semakin digjaya kesaktiannya, malah<br>semakin tidak tertarik pada kekuasaan?” lalu menghela napas dalam‐dalam.<br>“Itulah keanehan mereka, Dento.” Kebo Benowo ikut nimbrung, “Bukankah menurut andika tidak perlu lagi<br>memikirkan mereka yang sudah tidak memiliki keinginan untuk berkuasa.”<br>“Ya, lupakan saja semuanya!” Joyo Dento bangkit dari duduknya, “Sebaiknya kita tidak terpengaruh….”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bagus,” ujar Loro Gempol, “Sekarang kesaktian saya telah bertambah. Mengapa tidak digunakan untuk kembali<br>mengadakan penyerangan terhadap Kademangan Bintoro?”<br>“Haruskah malam ini?” tanya Kebo Benongo. “Tidakah merasa lelah sepulang dari padepokan?”<br>“Tidak!”<br>“Gempol, bukannya saya tidak percaya pada tendangan maut yang baru saja andika miliki.” Kebo Benowo<br>mendekat, “Cukupkah jumlah prajurit kita untuk menggempur Kademangan Bintoro?”<br>“Benar!” Joyo Dento meletakan kedua tangannya di belakang, “Meski pun Ki Gempol bisa mengalahkan Ki<br>Sakawarki, tidak ada salahnya kmemperhitungkan jumlah kekuatan yang kita miliki. Sebenarnya ada taktik perang<br>gelap…”<br>“Maksud andika?” Loro Gempol menatap tajam.<br>“Harus menghindari perang terbuka. Mengingat jumlah pasukan kita lebih sedikit di banding musuh.” dahinya<br>dikerutkan, “Serangan kita harus bersifat memecah konsentrasi musuh, lantas menyerang, lalu menghilang.”<br>terang Joyo Dento.<br>“Berhasilkah dengan cara demikian?” tanya Kebo Benowo, “Tidak lebih baikah jika kita menambah jumlah<br>pasukan?”<br>“Bisa saja, menambah pasukan. Artinya untuk sementara kita menghentikan penyerangan….”<br>“Jadi saya tidak bisa mencoba ilmu baru dalam waktu dekat?” Loro Gempol garuk‐garuk kepala.<br>***<br>Dewan wali yang di pimpin Sunan Giri mulai memasuki istana kerajaan Demak Bintoro. Mereka menginjakan<br>kakinya di atas karpet berwarna hijau, kiriman dari Bagdad. Di setiap sudut istana berdiri para prajurit dengan<br>tombak dan tameng di tangannya.<br>Raden Patah sudah berada di atas singgasananya, perlahan bangkit menyambut kedatangan para wali. Pangeran<br>Bayat, serta para abdi kerajaan lainnya berdiri, menyalami.<br>Hari itu tampaknya ada pertemuan penting antara Raden Patah dan Walisongo.<br>“Selamat datang di keraton, Kanjeng Sunan.” Raden Patah menyalami dan memeluk Sunan Giri, lalu yang lainnya.<br>“Silahkan…”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Terimakasih atas sambutannya, Raden.” Sunan Giri lalu duduk di atas kursi yang telah disediakan. Diikuti para<br>wali lain menempati kursi yang telah disediakan.<br>“Rasanya sangat bahagia hati ini, batin pun terasa tentram jika sudah bertemu dengan para wali yang terhormat.”<br>Raden Patah perlahan duduk kembali di atas singgasana kerajaannya, para abdi pun mengikuti. “Sudah sekian<br>lama Kanjeng Sunan tidak menyempatkan diri memasuki istana yang megah ini.”<br>“Tidaklah harus terlena dengan kemegahan istana, Raden.” ujar Sunan Giri tersenyum tipis, “Singgasana berlapis<br>emas, serta empuk, terkadang menyebabkan kita untuk bermalas‐malas. Saking nikmatnya kita dalam sehat dan<br>istirahat, terkadang lupa pada tugas yang sesungguhnya. Bukankah kita mendapatkan kepercayaan dari rakyat<br>demi kesejahteraannya, demi ketentramannya, demi ketenangannya, demi melayaninya?”<br>“Alhamdulillah, Kanjeng.” Raden Patah sekilas menyapu wajah Sunan Giri dengan tatapan matanya, “Saya sudah<br>berupaya menjalankannya sesuai dengan amanah dan ajaran Islam. Namun saya sebagai manusia terkadang<br>terlena dibuatnya…..”<br>“Jika Raden terlena dengan kekuasaan dan kemegahan, hendaklah istigfar.” Sunan Giri mengacungkan<br>telunjuknya, “Karena singgasana ini tidak abadi, kekuasaan akan berakhir dengan ketidakuasaan, kenikmatan dan<br>kemewahan hanya bisa dikecap dalam sekejap. Semua itu diingatkan ketika diri kita tidak sempat untuk istirahat<br>dan menikmati, bahkan saat sakit mengusik kita. Disitu tidak ada nikmat yang bisa dirasakan meski sekejap. Itu<br>semua mengingatkan pada diri kita, semua yang kita miliki akan ditinggalkan, semua yang kita kuasai pada suatu<br>saat akan menjauh. Bukankah kehidupan di dunia ini telah ditentukan batasnya? Seindah apa pun dunia tetaplah<br>fana, semegah apa pun dunia akan berkesudahan. Tidak ada bedanya saat kita merasakan lapar bergegas mencari<br>makanan, setelah rasa lapar tergantikan dengan kekenyaang nikmat pun tidak ada lagi.”<br>“Jika perut sudah terlalu kenyang tidak mungkin meneruskan makan, meski masih terhidang beraneka kelezatan<br>di atas meja.” Raden Patah mengangguk‐anggukan kepala, “Hanya sekejap….dan ada akhirnya…bukankah<br>datangnya rasa nikmat ketika kita merasakan lapar?”<br>“Andai lapar itu berada pada tahapan Raden. Tentu akan terobati, tinggal memanggil pelayan kerajaan. Tetapi jika<br>rasa lapar menimpa rakyat miskin, bisakah terobati dalam sekejap?” tatap Sunan Giri.<br>“Ya, saya paham, Kanjeng.” Raden Patah menundukan kepalanya, “Dimas Bayat, masihkah di negeri ini ada rakyat<br>yang kelaparan?” lalu tatapan matanya tertuju pada Pangeran Bayat.<br>“Menurut hamba negeri ini sangatlah makmur, Gusti.” Pangeran Bayat mengacungkan sembahnya, “Sangat tidak<br>mungkin di negeri semakmur Demak Bintoro ada rakyat yang kelaparan?”<br>“Benarkah, Dimas?”<br>“Hamba yakin, Gusti.”<br>“Baguslah jika tidak ada yang kelaparan,” Raden Patah menundukan kepala dihadapan Sunan Giri.<br>“Seandainya masih ada rakyat yang miskin dan kelaparan? Sementara kita serba berkecukupan? Tidakah di akhirat<br>nanti akan menuai kecaman dari Allah SWT.? Mungkin rakyat negeri Demak Bintoro, meski pun lapar tidak akan<br>banyak berbuat selain mengganjal perutnya dengan kesedihan, bisa juga menangis?” desak Sunan Giri.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Maafkan saya, Kanjeng.” Raden Patah perlahan mengangkat kepalanya, “Jika itu terjadi dan menimpa rakyat<br>negeri Demak Bintoro, mungkin saya sebagai pemimpin akan menerima hukumannya di akhirat. Mudah‐mudahan<br>yang dilaporkan Dimas Bayat benar. Hal itu tidak terjadi di negeri ini….”<br>“Yakinkah, Raden?”<br>“Saya percaya pada Dimas Bayat, Kanjeng Sunan.”<br>“Hamba melaporkan dengan sesungguhnya. Berdasarkan pendengaran dan penglihatan hamba.” ujar Pangeran<br>Bayat.<br>“Baguslah jika yakin sebatas laporan, Raden.” Sunan Giri perlahan bangkit dari duduknya, lalu mengitari<br>singgasana Raden Patah. “Tahukah Raden tujuan utama kedatangan kami, dewan wali ke istana ini?”<br>“Tentu saja, Kanjeng.” Raden Patah perlahan memicingkan sudut matanya, menatap langkah kaki Sunan Giri.<br>“Bukankah di negeri ini telah muncul persoalan yang terkait dengan Syekh Siti Jenar dan pengikutnya, Kanjeng?”<br>“Benar,” Sunan Giri menghentikan langkahnya, lalu kembali duduk di atas kursinya. “Ada kabar jika Syekh Siti<br>Jenar menyebarkan ajaran sesat. Pengikutnya terutama rakyat miskin dan kelaparan banyak yang mengakhiri<br>hidupnya.”<br>“Mereka bunuh diri, Kanjeng?” ujar Raden Patah, “Mereka mengaggap bahwa mati lebih nikmat dari pada hidup<br>dalam kemiskinan. Syekh Siti Jenar pada pengikutnya menghembuskan ajaran hidup untuk mati, mati untuk<br>hidup.”<br>“Pisahkan dulu persoalan mati untuk hidup, hidup untuk mati, tentang ajaran Syekh Siti Jenar!”<br>“Kenapa, Kanjeng?”<br>“Lihat dan perhatikan, jika yang bunuh diri itu si miskin dan menderita…”<br>“Mengapa harus dipisahkan persoalan ini? Rakyat Demak Bintoro yang miskin tentu saja mudah dihasut akhirnya<br>nekat bunuh diri. Apalagi mendengar ajaran yang menyesatkan ini.”<br>“Persoalannya karena miskin, Raden. Bukankah tadi dikatakan, jika di negeri makmur ini sudah tidak ada lagi yang<br>miskin dan kelaparan?”<br>“Astagfirullah!” Raden Patah lalu mengusapkan kedua telapak tangannya pada wajah, “Ya, Allah maafkan<br>hambamu ini. Hamba telah berbuat hilap….” dari sela‐sela jemarinya menetes buliran air mata, semakin lama<br>semakin banyak.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Suasana istana yang hening terusik dengan isak tangisnya Raden Patah, seakan‐akan mengubah dan memecah<br>suasana. Pangeran Bayat semakin menundukan kepalanya, dagunya seakan‐akan menyentuh lutut, hatinya mulai<br>ketar‐ketir, jika seandainya Raden Patah marah.<br>Sunan Giri hanya berbagi tatap dengan para wali, termasuk Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan<br>Kudus, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Mereka memahami setiap maksud perkataan Sunan Giri, namun<br>tidak ada yang mengusik isak tangis Raden Patah meski hanya sepatah kata penghibur.<br>“Mereka mudah dihasut karena miskin…” isak Raden Patah, “…bukankah menurut laporan yang saya dengar tidak<br>ada lagi rakyat miskin dan menderita…seandainya itu masih ada artinya…telah berdosa dan menyia‐nyiakan<br>amanah…”<br>***<br>Matahari mulai menyelinap di balik bukit Desa Kendharsawa, awan tipis berlapis‐lapis laksana serpihan sutra<br>merah. Angin senja bertiup sepoi‐sepoi mengusik setiap daun dan ranting kering, selanjutnya jatuh di atas tanah,<br>tanpa daya.<br>Sorot mata Ki Chantulo tidak beranjak dari jatuhnya daun dan ranting kering di hadapannya. Lalu duduk dan<br>memungutnya.<br>“Ranting dan daun kering, rupanya usiamu telah berakhir senja ini.” perlahan bangkit, seraya mengangkat<br>kepalanya, tatapan mata menyapu awan jingga berlapis dan berarak laksana kereta kencana. “Betapa indah,<br>taqdir kepergianmu diiringi warna keemasan….”<br>“Ya, sangat indah kematian daun dan ranting kering ini…” bisik Ki Donoboyo yang berdiri disampingnya. Tatapan<br>matanya tidak beranjak dari tingkah laku teman seperguruannya. “Mungkin itulah yang dikatakan menyatunya<br>kembali dengan dzat yang maha kuasa?”<br>“Mungkin?” tatap Ki Chantulo. Lalu melangkah pelan menuju padepokan Syekh Siti Jenar, Ki Donoboyo<br>mengiringi.<br>Di halaman padepokan Syekh Siti Jenar sedang bercakap‐cakap dengan Kebo Kenongo. Kebo Kenongo seakanakan<br>larut pada setiap perkataan dan nasehat gurunya, terkadang berkali‐kali mengangguk‐anggukan kepalanya.<br>“Syekh, manunggaling sifat Allah ternyata bisa dibuktikan. Hingga saya mengerti dan memahami…” ujar Kebo<br>Kenongo, “…bahkan ma’rifat pun kini mulai bisa saya capai. Ternyata dalam pencapaian ini tidak harus melalui<br>tahapan yang dulu pernah Syekh ungkapkan.”<br>“Bukankah saya pernah mengatakan, menuju ma’rifat tidak perlu melalui tahapan syariat, hakikat, thariqat, lantas<br>ma’rifat. Jika demikian berarti hanya orang yang beragama Islam saja yang bisa. Mungkin dalam agama hindu atau<br>budha yang sebelumnya Ki Ageng Pengging ketahui tidak akan menemukan tahapan itu. Bisa saja namanya<br>berbeda, tetapi tujuannya sama.” Syekh Siti Jenar menyapu wajah Kebo Kenongo dengan tatapan matanya. “Saya<br>kira semua agama memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai dan menggapai dzat Yang Maha Kuasa. Yang<br>membedakan semuanya hanyalah tata caranya, jalan, dan nama‐nama proses pencapainya.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Ya,” Kebo Kenongo tersenyum, “Pencapaian itulah yang memerlukan proses yang cukup lama dan panjang.<br>Hingga terkadang orang merasa putus asa…”<br>“Putus asa, penyebab petaka. Itu tidak perlu terjadi,” terang Syekh Siti Jenar, “Untuk menghindari keputusasaan<br>dalam hal pencapaian diperlukannya guru yang selalu membimbing dan mengarahkan.”<br>“Benar, supaya tidak kesasar dan gila?”<br>“Ya, mungkin kata lain sesat. Orang akan menyatakan sesat atau kesasar pada orang lain, karena menurut ilmu<br>dan pengetahuan yang dia milki bahwa jalan menuju Desa Kendharsawa hanya satu. Jalan yang biasa Ki Ageng<br>Pengging lalui beserta orang kebanyakan. Padahal setahu saya ada banyak jalan menuju Desa Kendharsawa, bisa<br>memutar dulu ke Utara, bisa berbelok dulu ke Selatan, bisa juga mengambil jalan pintas.” urai Syekh Siti Jenar,<br>“Salahkah jika orang yang berpendapat harus berlok ke Utara atau ke Selatan, bahkan mengambil jalan pintas?<br>Jelasnya tidak pernah mengambil jalan yang biasa dan diketahui umum. Salahkah?”<br>“Saya kira tidak,”<br>“Mengapa?”<br>“Karena sudah tentu semuanya akan sampai ke Desa Kendharsawa. Hanya waktu sampainya yang berbeda, ada<br>yang cepat, lambat, dan alon‐alon.”<br>“Itulah maksud saya, Ki Ageng Pengging.” ujar Syekh Siti Jenar. “Nah, yang diributkan orang kebanyakan soal<br>perbedaan jalan itulah. Sehingga memicu pertengkaran, demi mempertahankan ilmu dan pengetahuan yang<br>dimilikinya agar diikuti orang lain. Padahal setiap orang memiliki pemahaman dan pendalaman, juga maksud yang<br>berbeda, meski sebenarnya punya tujuan sama.”<br>“Maksudnya?”<br>“Bukan tidak tahu jalan umum menuju Desa Kendharsawa, tetapi berbelok ke Selatan karena punya maksud<br>menemui dulu kerabat. Jalan yang di tempuh lewat Utara, karena ingin membeli dulu hadiah untuk teman di<br>Kendharsawa. Sampaikah mereka semua pada tujuan? Desa Kendharsawa?”<br>“Sampai?”<br>“Mengapa harus bertengkar dan saling menyalahkan?”<br>“Karena jalannya tidak diketahui umum,”<br>“Haruskah umum selalu tahu? Haruskah umum memberikan kesimpulan bahwa jalan Utara dan Selatan sesat?”<br>“Tidak,”<br>“Mengapa?”<br>“Karena pasti sampai.”<br>“Kenapa pula dipertengkarkan?”<br>“Bertengkar karena tidak saling memahami akan persoalan yang sesungguhnya.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Nah, itulah Ki Ageng Pengging.” Syekh Siti Jenar melangkah pelan, “Makanya Islam mengajarkan jika di antara<br>kita terjadi perbedaan paham sebaiknya dikembalikan pada alquran dan assunnah. Semua perbedaan pendapat<br>dan pemahaman bisa diselesaikan dengan cara musyawarah. Tidak semestinya melakukan tindakan yang tidak<br>diridhoi Allah, apalagi menciptakan laknat. Bukankah Islam mengajarkan bahwa kita harus selalu menebar<br>rakhmat, hamamayu hayuning bawanna? Seandainya orang tadi belum mengenal Desa Kendharsawa, maka bisa<br>dikatakan tersesat. Salah jalan. Jika salah jalan karena ketidaktahuan itulah yang sesat.” urainya.<br>“Ya, karena tidak akan mungkin sampai pada tujuan.” Kebo Kenongo mengangguk‐anggukan kepala, “Jadi makna<br>“sesat” disini bisa diartikan berbeda?”<br>“Tentu,” Syekh Siti Jenar mengiyakan, “Bisa saja kita yang salah karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Bisa<br>juga orang yang kita anggap sesat benar‐benar sesat. Atau bahkan sebaliknya.”<br>“Syekh,” Ki Chantulo mendekat, dibelakangnya berdiri Ki Donoboyo. “Kita telah jauh memperdalam ilmu<br>hamamayu hayuning bawanna, ma’rifat mungkin hampir saya capai. Namun saya khawatir ada akibat….lihatlah<br>daun dan ranting kering ini, sangat mudah terlepas dari batang pohon meski hanya tertiup angin sepoi‐sepoi.”<br>“Jika kita sebagai manusia tentu saja harus punya rasa khawatir.” Syekh Siti Jenar membalikan tubuhnya, tatapan<br>matanya menyapu wajah Ki Chantulo. “Kekhawatiran muncul karena keterbatasan ilmu dan ketidaktahuan<br>perjalanan hidup. Ketidaktahuan akan ketidakjelasan kabar.”<br>“Maksudnya?”<br>“Saat orang bilang, awas jangan lewat jalan Kendharsawa karena ada rampok kejam, apa yang akan andika<br>lakukan?”<br>“Saya akan menertawakan orang tadi, karena setahu saya jalan menuju Desa Kendharsawa aman.”<br>“Karena andika tahu betul.” ujar Syekh Siti Jenar, “Tapi sebaliknya bagi orang yang belum mengenal Kendharsawa<br>tentu akan merasa khawatir. Mengenai kabar yang tidak jelas tadi, bahkan akan menimbulkan rasa was‐was.”<br>“Ya,” Ki Chantulo mengangguk, “Mungkin karena keterbatasan ilmu saya yang menyebabkan khawatir dan takut.”<br>“Sebenarnya apa yang menjadi kekhawatiran andika, Ki Chantulo?” tanya Kebo Kenongo.<br>“Saya mendengar kabar ditangkapinya orang‐orang yang menganut ajaran Syekh Siti Jenar. Jika tidak salah dewan<br>wali menganggap ajaran kita sesat.” Ki Chantulo menundukan kepala.<br>“Syekh?” Kebo Kenongo menatap Syekh Siti Jenar, belum juga kering mulutnya ketika berbincang tentang sesat.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Tidak perlu khawatir, Ki Angeng Pengging.” lalu Syekh Siti Jenar memutar tatapan matanya, “Lihatlah, daun<br>kering dan ranting yang Ki Chantulo genggam. Jasad manusia tak ubahnya ranting dan daun kering, jika sampai<br>pada waktunya akan jatuh di atas tanah. Penyebabnya bisa karena tertiup angin sepoi‐sepoi, mungkin saja ditebas<br>pemilik kebun, bisa juga dimakan ulat atau binatang ternak lainnya. Itulah sebuah taqdir. Kekhawatiran akan<br>muncul, karena tadi itu.” sejenak menghentikan perbincangannya.<br>Senja hening di padepokan Syekh Siti Jenar, para muridnya seakan‐akan tenggelam dan hanyut dalam keadaan.<br>Angin semilir mengusik dedaunan dan jubah yang dikenakan Syekh Siti Jenar, berkelebat.<br>“Saya ingat sabda alam yang pernah Syekh sampaikan.” Ki Donoboyo mengerutkan dahinya, “Mungkinkah pesan<br>yang disampaikannya berlaku pada kita…..”<br>“Jika ya? Meskikah kita mengambil tindakan?” tatap Ki Chantulo.<br>“Tentu saja, Ki Chantulo.” Ki Donoboyo mendekat, “Bukankah kita harus berusaha membela diri. Mungkin caranya<br>berbeda dengan orang kebanyakan. Bukankah kita tidak mungkin menyerahkan diri pada hukuman sebelum<br>melakukan pembelaan?”<br>“Begitukah, Syekh?” Ki Chantulo menyapu wajah Syekh Siti Jenar dengan tatapan matanya.<br>“Saya tidak mengharuskan melawan taqdir.” ujar Syekh Siti Jenar, “Berlakulah andika sebagai manusia dengan<br>keterbatasan ilmu dan ketidaktahuan.”<br>“Maksudnya?” Ki Chantulo, Ki Donoboyo, dan Kebo Kenongo mengerutkan dahinya.<br>“Sejauhmana andika paham pada kejadian yang akan datang? Sebatas mana rasa khawatir yang muncul dalam<br>jiwa? Berlakulah dalam keterbatasan dan yang membatasi semuanya.” sejenak berhenti, “Bukankah tidak semua<br>manusia memahami perjalanan hidupnya? Apa yang akan terjadi hari ini? Lantas hal apa besok hari yang akan<br>menimpa kita? Akan bersedihkah? Bahagiakah? Manusia tidak bisa mempercepat, memperlambat, bahkan<br>mundur dari kehendakNya. Hanya orang tertentu saja yang memahami akan perjalanan hidup, mengenai hal yang<br>sebelumnya atau akan didapati.” urai Syekh Siti Jenar.<br>“Saya belum terlalu paham maksudnya?” Ki Donoboyo memijit‐mijit keningnya.<br>***<br>“Saya menyadari akan keteledoran dan ketidaktahuan, Kanjeng.” Raden Patah menyeka air mata, “Sehingga<br>timbul penyesalan yang teramat dalam….”<br>“Tidak cukup dengan sebuah kata dan kalimat penyesalan, Raden.” ujar Sunan Giri, “Seandainya itu berdosa<br>kepada Allah, maka bisa ditebus dengan taubatan nashuha. Setelah itu memperbaiki diri dan tidak berbuat<br>kembali. Tetapi bersalah pada rakyat, meminta maaf pun harus pada mereka…”<br>“Bukankah rakyat negri Demak Bintoro ini sangat banyak, Kanjeng?”<br>“Meminta maaf pada rakyat tidak cukup dengan perkataan dan ucapan, berkeliling menemui penduduk negeri.”<br>Sunan Giri berhenti sejenak, “…rubahlah keadaan negara hingga tidak ada lagi rakyat kelaparan. Meski miskin itu<br>ada, karena sunnatullah. Berupayalah Raden sebagai seorang pemimpin mengubah keadaan negara. Seorang<br>pemimpin tidak saja bertanggungjawab di dunia, tetapi di akhirat juga. Di dunia bisa jumawa, di dunia bisa<br>sewenang‐wenang, di dunia bisa teledor, khilaf. Sudah menjadi kewajiban kami para wali mengingatkan umara<br>agar tidak terjerumus di dunia dan akhirat.”<br>“Saya sangat menyadari semuanya, Kanjeng.” Raden Patah semakin menunduk, “Haruskah saya mundur untuk<br>menebus semua kesalahan ini?”<br>“Mana mungkin bisa merubah keadaan jika mundur? Balikan telapak tangan, berbuatlah yang terbaik untuk<br>rakyat.” terang Sunan Giri, “Berbuat untuk rakyat, berati berbuat untuk diri sendiri, negara, agama, dan keluarga.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah, Kanjeng. Saya akan berupaya sekuat tenaga seperti yang Kanjeng Sunan Giri sarankan. Meski saya harus<br>jatuh miskin, itu hanyalah ukuran dunia dan bentuk tanggungjawab pada rakyat.” Raden Patah menatap Pangeran<br>Bayat, “Dimas bantulah mereka yang kelaparan. Berbuatlah untuk mensejahterakan rakyat, tebuslah kesalahan<br>kita. Kakang tidak ingin mendengar kabar ada rakyat yang masih kelaparan, bunuh diri karena miskin. Berbuatlah!<br>Kakang pun akan berbuat dengan tangan ini yang telah berlumur dosa karena bodoh dan khilaf.”<br>***<br>“Raden,” Sunan Giri perlahan duduk di atas kursi. “Ada persoalan yang lebih penting ketimbang rasa lapar dan<br>kemiskinan.”<br>“Persoalan apa, Kanjeng?” tatap Raden Patah, “Bukankah miskin dan lapar yang bisa memicu orang berbuat<br>nekad? Merampas hak orang lain? Merampok? Mungkin juga bunuh diri?”<br>“Benar Raden, seakan‐akan persoalan perutlah yang terpenting dalam kehidupan ini.” Sunan Giri tersenyum,<br>“Jarang sekali orang melakukan penyelidikan lebih mendalam.”<br>“Maksud, Kanjeng?”<br>“Mengapa orang miskin bunuh diri, mengapa yang kelaparan nekad?” Sunan Giri berhenti sejenak, tatapan<br>matanya menyapu wajah Raden Patah, terkadang Pangeran Bayat.<br>“Karena hanya jalan itulah yang dianggap penyelesaian, Kanjeng.” ujar Pangeran Bayat, “Bayangkan seandainya<br>mereka kenyang dan serba berkecukupan. Tidak akan mungkin berbuat demikian.”<br>“Orang miskin merampok hanya butuh makan untuk satu hari, Pangeran. Sedangkan yang kaya disebabkan sifat<br>serakah.” tukas Sunan Drajat, “Bukankah hartanya sudah melimpah ruah, tetapi masih saja ingin menumpuk<br>kekayaan. Menghalalkan segala cara.”<br>“Ya, saya mengerti, Kanjeng.” Raden Patah tersenyum, “Terlepas dari urusan miskin dan kaya, yang jelas<br>penyelesaian dari sebuah perbuatan buruk tadi. Mereka hanya menyantap makanan jasmani, sedangkan<br>rohaninya kosong.”<br>“Terkait dengan hal itulah kami para wali ingin berbincang.” ujar Sunan Giri, “Bukankah para sahabat nabi juga<br>menafkahkan seluruh hartanya demi agama. Lihatlah khalifah Umar bin Khatab, jubah dan pakaiannya penuh<br>dengan tambalan. Meski secara lahiryah terlihat miskin namun hatinya sangat kaya, jiwanya tersisi penuh. Tidak<br>pernah berkhianat, selalu bertaqwa pada Allah.”<br>“Benar, Kanjeng.”<br>“Kemiskinan dan kelaparan yang melanda negeri Demak Bintoro dimanfaatkan pengikut ajaran Syekh Siti Jenar,<br>untuk menyimpang dari agama. Sehingga memicu persoalan baru.” Sunan Giri menghela napas, “Banyak rakyat<br>miskin dan kelaparan bunuh diri, keadaan dibuat kalangkabut dan kacau balau. Selain aqidah mereka masih<br>lemah, pengaruh ajaran sesat dan menyesatkan semakin kuat. Sehingga mereka dengan ajarannya telah mencoba<br>menodai perjuangan para wali.”<br>“Gusti, menurut hemat hamba. Tersebarnya ajaran sesat Syekh Siti Jenar terkait pula dengan persoalan politik.”<br>timpal Pangeran Bayat, “Bukankah Ki Ageng Pengging selain murid, juga sangat dekat dengan Syekh Siti Jenar,<br>disamping masih keturunan Majapahit. Mungkin dia punya anggapan memiliki hak yang sama untuk meraih<br>tahta.”<br>“Tidakkah sebaiknya persoalan politik dipisahkan dulu…”<br>“Maaf Kanjeng Sunan Kalijaga, rasanya ini telah sulit untuk dipilah. Ditebarnya kekacauan dengan isu agama,<br>sangat sarat dengan muatan politik.”<br>“Dimas Bayat, untuk menjernihkan persoalan ini saya sependapat dengan Kanjeng Sunan Kalijaga.” tatap Raden<br>Patah, “Tetapi seandainya belum atau tidak pernah terjadi pemberontakan di Kademangan Bintoro?”<br>“Bukankah dugaan saya telah terjadi, Gusti?”<br>“Dalam hal ini tetap harus ada keputusan, Raden, terkait dengan ajaran sesat Syekh Siti Jenar.” ujar Sunan Giri,<br>“Pemerintah harus segera mengambil tindakan. Sebelum pengaruh ajaran sesat ini semakin meluas….”<br>“Keputusan?” Raden Patah menundukan kepala, pikirannya berputar, sejenak mulutnya terkatup.<br>“Haruskah saya seret Syekh Siti Jenar dan pengikutnya ke hadapan, Gusti?” ujar Pangeran Bayat.<br>“Mudah saja menyeret orang, Pangeran.” timpal Sunan Kalijaga, “Apakah tidak alangkah lebih baiknya mengutus<br>orang dulu ke padepokan Syekh Siti Jenar di Desa Kendharsawa?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Untuk apa, Kanjeng?” tanya Sunan Giri.<br>“Membenarkan apa yang kita tuduhkan pada mereka.” jawab Sunan Kalijaga.<br>“Bukankah sudah terbukti? Jika Syekh Siti Jenar mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran sesat dan<br>menyesatkan?”<br>“Maaf, Kanjeng Sunan Giri. Saya setuju dengan pendapat Kanjeng Sunan Kalijaga.” Raden Patah perlahan bangkit,<br>“Dimas Bayat dan Pangeran Modang, saya utus untuk menemui Syekh Siti Jenar. Itu dari pihak pemerintah,<br>Kanjeng. Alangkah lebih baiknya Kanjeng Sunan Giri pun mengutus beberapa orang wali. Saya yakin dengan<br>hadirnya para wali dalam rombongan akan sanggup menilai sesat atau tidaknya ajaran Syekh Siti Jenar.”<br>“Baiklah, Raden. Jika itu harus dilakukan.” tatapan mata Sunan Giri menyapu para wali yang duduk dibelakangnya,<br>“Saya akan mengutus Kanjeng Sunan Kudus, Kanjeng Sunan Muria, Kanjeng Sunan Drajat, dan Kanjeng Sunan<br>Geseng.”<br>“Gusti, tindakan apa yang harus dilakukan seandainya dugaan tadi benar?” tanya Pangeran Bayat.<br>“Kanjeng Sunan Giri?” Raden Patah melirik ke arah Sunan Giri.<br>“Hukuman yang pantas dan setimpal bagi penyebar ajaran sesat. Bentuknya hanya raja yang berhak<br>menentukan.” ujar Sunan Giri.<br>“Baiklah,” Raden Patah mengerutkan keningnya.<br>“Hamba kira hukuman mati sangat pantas….” timpal Pangeran Bayat.<br>“Hukuman apa pun layak diberikan pada orang yang bersalah, sesuai dengan kadar kesalahannya.” sela Sunan<br>Kalijaga, “Saya kira belumlah saatnya kali ini untuk membahas dan memutuskan sebuah bentuk hukuman,<br>sebelum ada kejelasan serta pembuktian.”<br>“Ya, Kanjeng.” Raden Patah menganggukan kepala, “Datangilah dulu! Jika terbukti bawa ke Pusat Kota Demak<br>Bintoro. Barulah kita menjatuhkan hukuman.” lalu menatap pada para utusan yang ditugaskan ke Desa<br>Khendarsawa.<br>***<br>Sore itu matahari tertutup mega hitam, berlapis‐lapis. Seakan‐akan tatapan matanya yang bersinar sengaja<br>dihalangi untuk menatap padepokan Syekh Siti Jenar. Angin bertiup sangat kencang, mega pekat membumbung<br>dan berputar‐putar, semakin cepat.<br>“Lihat, pertanda alam?” Ki Donoboyo yang berada di halaman padepokan bangkit dari duduknya, kepalanya<br>mendongak ke atas.<br>“Apa yang akan terjadi?” Ki Ageng Tingkir mengerutkan keningnya, “Angin puting beliungkah, Syekh?” matanya<br>tertuju pada Syekh Siti Jenar yang berdiri di samping Kebo Kenongo.<br>“Pernahkah kita merusak alam? Menebang pohon sembarangan, membabad batu padas seenaknya?” tatap Syekh<br>Siti Jenar.<br>“Tidak,”<br>“Bahkan sebaliknya kita memakmurkan bumi, Syekh?” tatap Ki Donoboyo, “Sesuai dengan ajaran hamamayu<br>hayuning bawanna…”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Jika demikian kita tidak perlu takut dimurkai alam…” Syekh Siti Jenar tersenyum, “Puting beliung biasanya<br>menghancurleburkan rumah, dan bangunan. Mungkin saja padepokan yang kita diami….”<br>“Saya kurang paham?” tanya Ki Chantulo, “Apa kaitannya dengan memakmurkan bumi?”<br>“Bukankah beberapa waktu lalu saya pernah menjelaskan hamamayu hayuning bawana?”<br>“Yang kita bicarakan pada waktu itu pertautan jiwa dengan alam, Syekh.” kerut Ki Chantulo, “Sabda alam. Tetapi<br>tadi Syekh mengatakan mungkin saja puting beliung bisa menghancurkan padepokan kita? Mengapa?”<br>“Mungkin disini, bukan berarti akan terjadi, atau tidak sama sekali, bahkan bisa saja terjadi.” ujar Syekh Siti Jenar,<br>“Namun mungkin disini saya tegaskan, kemarahan alam sedahsyat apa pun tidak akan pernah menyentuh<br>padepokan kita.”<br>“Termasuk puting beliung?” tanya Ki Chantulo. “Meskipun rumah penduduk disekitar Desa Khendarsawa porakporanda?”<br>“Benar, justru akan saya usahakan agar enyah dari Desa Khendarsawa.”<br>“Mengapa, Syekh?”<br>“Bukankah saya sedang menjelaskan hal yang terkait dengan ilmu hamamayu hayuning bawana….”<br>“….” Ki Chantulo dan yang lainnya hanya mengerutkan kening, “Rasanya saya belum paham…”<br>“Memakmurkan bumi?” Kebo Kenongo berujar pelan, “Saya kira bencana akan datang jika bumi dirusak.<br>Penduduk Desa Khendarsawa akan kekeringan dan kekurangan air pada musim panas, seandainya pohon‐pohon<br>besar yang berada disekitar hutannya ditebang habis. Mungkin saja akan terjadi longsor, bahkan bencana<br>lainnya.” lalu menatap gurunya.<br>“Ya, itu sebuah contoh kecil.” ujar Syekh Siti Jenar, “Seandainya kita telah mengamalkan ilmu hamamayu<br>hayuning bawanna, memakmurkan bumi. Tidak akan pernah kita dimurkai alam atau hidup dalam kesusahan.”<br>“Maksudnya?” Ki Donoboyo mengerutkan dahinya.<br>“Alam sebenarnya akan memberikan imbalan pada kita. Seandainya kita ikut memakmurkan dan<br>memeliharanya…” Syekh Siti Jenar perlahan melangkah, “Lihatlah pohon jambu batu yang di tanam Ki Chantulo<br>itu. Bukankah Ki Chantulo memelihara jambu ini sejak kecil, menanamnya, merawatnya, hingga menghasilkan<br>buah?”<br>“Ya, saya baru mengerti, Syekh.” Ki Chantulo mengagguk‐anggukan kepala, “Benar, sekali dengan perawatan dan<br>pemeliharaan saya hingga jambu ini memberikan imbalan pada saya berupa makanan, buah jambu. Saya bisa<br>menikmatinya dan memakannya, saya baru ingat ketika jambu ini berupa bibit. Ya, mengerti.”<br>“Itu salah satu contoh, dimana kita memakmurkan alam…maka alam akan memberi imbalan. Lihatlah para petani<br>dengan jerihpayah menamam padi, lihat pula para petani membuat pematang sawah, menciptakan saluran air<br>dengan teratur, dan memeliharanya. Sebaliknya rusaklah pohon jambu tadi, tebas dan biarkan merana, biarkan<br>pula padi disawah tidak harus dirawat dan diberi pupuk, biarkan pula saluran air dipenuhi sampah. Apa yang akan<br>terjadi? Memeliharakah pada kita? Murkakah mereka?”<br>“Tentu saja murka, Syekh. Saya paham,” Ki Chantulo mengagguk‐anggukan kepala. “Namun selain itu, tadi Syekh<br>bisa mengenyahkan angin puting beliung agar enyah dari Khendarswa?”<br>“Bukankah andika pernah mendengar Kanjeng Nabi Musa membelah lautan. Lantas menjinakkan air laut,<br>sehingga dengan sebilah tongkat kayunya bisa menyebrangi lautan yang terbelah. Lantas Kanjeng Nabi Sulaiman<br>menundukan angin kencang?”<br>“Bukankah itu mukjijat, Syekh?” tatap Ki Chantulo.<br>“Ya, tetapi manusia semacam kita apakah tidak berhak mendapatkannya seandainya Allah menghendaki. Hanya<br>namanya saja bukan mukjijat.”<br>“Tentu saja,”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Bersandarlah kita pada ke Maha Besaran, ke Maha Gagahan, ke Maha Kuasaannya, ke Maha<br>Perkasaannya….agar hal itu bisa terjadi.”<br>“Bukankah mukjijat tidak bisa kita pelajari?”<br>“Saya tidak mengajarkan untuk mempelajari mukjijat, karena bukan sunnah rassul. Tidak ada perintah untuk<br>mempelajarinya, karena bukan untuk dipelajari. Mukjijat hanya pertolongan Allah semata untuk para Nabi dan<br>Rassul. Mungkin bagi manusia semacam kita ada nama lain, ulama terkadang menyebutnya Kharamah?”<br>“Mengapa bisa muncul Kharamah?”<br>“Ya, karena kita telah aqrab. Juga telah berada dalam tahapan ma’rifat.”<br>“Jika tidak sampai pada tahapan tadi? Masih mungkinkah, Syekh?”<br>“Tentu, asalkan hati kita ikhlas dan berada dalam kasih sayangNya. Meskipun orang tadi tidak sepintar Ki<br>Chantulo. Membaca basmallah pun tidak terlalu lancar, tetapi karena hatinya bening, bisa terjadi pertolongan<br>Allah datang tanpa diduga. Sebab hancurnya setiap amalan dan hasil ibadah kita akibat tercemarinya hati.” urai<br>Syekh Siti Jenar.<br>“Maksudnya?” tanya Ki Donoboyo.<br>“Bukankah ketika kita telah berbuat baik, menjadi sebuah catatan amal. Lalu catatan amal tadi bisa tercoreng<br>karena dalam hati timbul ria dan ta’kabur?” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak, “Bukankah dalam hadistnya<br>Kanjeng Nabi menjelaskan, pada suatu ketika Islam itu hanya tinggal namanya, Alquran tinggal tulisannya……..”<br>“Keberkahannya yang lenyap, Syekh?” potong Kebo Kenongo, “Banyak orang memahami ajaran Islam bahkan<br>pasih membaca alquran, tetapi prilakunya menyimpang. Kadangkala Alquran dan agama hanya dijadikan alat…”<br>“Ya, dijadikan alat untuk berkuasa dan menguasai serta membodohi rakyat. Seperti halnya para penguasa negeri<br>Demak Bintoro…”<br>“Hentikan, Ki Chantulo! Saya tidak mengharuskan menuduh orang lain seperti yang diuraikan di atas. Jika<br>demikian berarti jiwa dan hati kita pun sudah tercemari dengan rasa benci dan berburuk sangka. Biarlah Allah<br>yang menilai baik dan buruknya seseorang. Bukankah dalam setiap diri manusia ada malaikat pencatat amal<br>kebaikan dan kejelekan?” tatap Syekh Siti Jenar, “Mana mungkin orang bisa menapaki ma’rifat, jika hati belumlah<br>bening.”<br>“O…” Ki Donoboyo mengangguk, “…pantas saya belumlah sampai pada tahapan ma’rifat. Jiwa saya terkadang<br>terusik keadaan dan situasi, yang menurut penilaian saya jelek. Padahal jelek itu bukan menurut pribadi, juga<br>berdasarkan aturan agama yang saya anut.”<br>“Menurunkan penilaian jelek pada orang lain, karena jiwa kita sedang disisipi perasaan merasa paling benar.” ujar<br>Syekh Siti Jenar, “Karena kita sedang merasa paling benar, akan selalu menganggap orang lain salah. Selalu saja<br>ingin mencela, mencercerca, memaki, dan melontarkan ejekan. Padahal kebenaran yang ada dalam diri manusia<br>bersipat nisbi. Kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Seandainya kita selalu menganggap diri paling benar, maka<br>akan lupa introspeksi diri, meski prilaku kita sudah jelas sangat salah menurut banyak orang.”<br>“Ya,” Ki Donoboyo mengangguk, begitu juga yang lainnya, “Justru yang sulit itu mengintrospeksi diri, Syekh?”<br>“Benar, sehingga hal itu jika diperturutkan akan membunuh kehormatan sendiri. Kita akan dibuatnya tidak<br>berdaya. Karena merasa selalu benar, saat orang lain meluruskan dan mengingatkan sangat sulit diterima.<br>Perlahan orang akan menjauh. Jika dia berkuasa dan memiliki pengaruh maka akan digunjingnya dibelakang, jadi<br>bahan obrolan.”<br>“Itulah para pejabat negeri Demak Bintoro….”<br>“Sssssssttttttt, ingat Ki Chantulo?” Syekh Siti Jenar menempelkan telunjuk dibirnya, “Bukankah andika ingin<br>mencapai ma’rifat?”<br>“Maafkan, Syekh.” Ki Chantulo merunduk, “Mengapa saya sulit menahan dan mengendalikan jiwa yang bergolak.<br>Ketika tidak setuju dan benci akan penyimpangan, terutama dari…..”<br>“Sudahlah, bukankah tadi saya telah mengurainya?”<br>“Jika andika berupaya, insya Allah akan sampai pada tujuan.” terang Syekh Siti Jenar.<br>“Sampurasun…” terdengar suara dari kaki bukit, menggema.<br>“Syekh, rupanya kita kedatangan tamu yang memiliki tenaga dalam hebat.” ujar Ki Donoboyo.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Tahukah andika siapa yang datang?” tanya Syekh Siti Jenar.<br>“Belum terlihat, sama sekali tidak tahu.” jawab Ki Donoboyo, meninggikan kakinya, matanya tertuju ke arah jalan<br>yang akan dilewati tamu.<br>“Tidaklah perlu meninggikan kaki, apalagi menajamkan penglihatan…”<br>“Siapakah dia, Syekh?” tanya Ki Donoboyo, begitu juga yang lainnya.<br>“Mereka utusan dari negeri Demak Bintoro.”<br>“Artinya mereka akan menangkapi kita?” Ki Chantulo menepi.<br>Belum juga Ki Chantulo meneruskan perkataannya, utusan Demak Bintoro telah terlihat menaiki anak tangga<br>padepokan Syekh Siti Jenar. Paling Depan Pangeran Bayat berdampingan dengan Sunan Kudus, diikuti Pangeran<br>Modang, Sunan Muria dan yang lainnya.<br>“Selamat datang para petinggi Demak Bintoro dan para Wali Agung di padepokan saya, Desa Khendarsawa.”<br>Syekh Siti Jenar dengan senyum ramah menyambut para tamunya, “Maafkan seandainya andika dipaksa harus<br>turun dari punggung kuda dan berjalan menaiki anak tangga padepokan yang tidak sedikit. Mungkin langkah<br>andika tersita dan melelahkan?”<br>“Alhamdulillah, Syekh.” ujar Sunan Kudus, “Meski pun kami dipaksa harus berjalan kaki bukanlah soal. Karena<br>sesulit apa pun menuju padepokan ini akan kami lakukan, yang jelas bisa menemui andika.”<br>“Bukankah setelah kesulitan ada kemudahan? Mungkin saja bagi andika semua belumlah bisa bertemu<br>kemudahan dengan segera. Bisa jadi kesulitan yang berikutnya….”<br>“Apa maksud andika, Syekh?” Pangeran Modang geram, lalu mendekat dengan sorot mata beringas, “Hargailah,<br>kami ini utusan Agung dari Kasultanan Demak Bintoro!”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Apakah sikap saya tidak ramah? Bukankah dari tadi sudah mempersilahkan? Butakah Pangeran pada tujuan<br>sesungguhnya bertemu kami di padepokan? Sehingga membentak saya yang berkata seadanya?” Syekh Siti Jenar<br>tetap tenang, selalu tersungging senyuman tipis dari bibirnya, serta air mukanya yang memancarkan cahaya.<br>“Perkataan andika tadi, Syekh!” Pangeran Modang semakin beringas, tangan kanannya menggenggam gagang<br>keris.<br>“Pangeran, tenanglah!” sela Sunan Kudus, “Izinkanlah saya dulu beramah‐tamah dengan Syekh Siti Jenar.” tatapan<br>matanya menyapu wajah Pangeran Modang yang geram.<br>“Maaf, Kanjeng.” Pangeran Modang mundur, kembali pada tempatnya. “Habis penghuni padepokan ini tidak tahu<br>ramah tamah. Bagaimana menyambut tamu terhormat, kami ini para pejabat.” gerutunya.<br>“Dimas Modang, sudahlah!” lirik Pangeran Bayat.<br>“Baiklah, Kakang.” lalu menundukan kepala, setelah beradu tatap dengan Pangeran Bayat dengan sorot mata<br>tajam.<br>Keadaan hening sejenak, tidak ada percakapan dalam beberapa saat. Angin kencang dan mega yang tadinya<br>bergulung‐gulung telah kembali tenang. Matahari sore yang tampak terhalang mega tipis mulai bisa menatap<br>padepokan milik Syekh Siti Jenar, seakan‐akan ingin menyaksikan sebuah peristiwa yang akan terjadi. Sehingga<br>dengan berani matahari mengusir penghalang dari pandangannya, untuk menyaksikan kejadian penting di Desa<br>Khendarsawa.<br>Mulailah Sunan Kudus beramah‐tamah setelah terganggu dan terusik bentakan Pangeran Modang. Meski<br>Pangeran Bayat dan yang lainnya tampak tegang, seperti halnya Ki Chantulo dan Ki Donoboyo, sangat berbeda<br>dengan Syekh Siti Jenar, yang selalu tenang dan menebar senyum.<br>Para murid Syekh Siti Jenar berdatangan dan berada dibelakang Kebo Kenongo, mereka menilai dan<br>memperhatikan pertemuan itu dengan tahapan ilmu yang berbeda. Tentu saja dalam mencerna dan<br>memahaminya pun akan beragam.<br>“Syekh, saya mendengar kabar jika andika dan pengikut telah menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan.”<br>tatap Sunan Kudus.<br>“Ajaran sesat dan menyesatkan?” Syekh Siti Jenar menyapu wajah Sunan Kudus dan para pengikutnya dengan<br>sorot mata tenang, “Jika seandainya telah melakukan hal tadi, artinya saya telah keluar dari ajaran Islam yang<br>sesungguhnya.”<br>“Nah, itulah, Syekh.” ujar Sunan Kudus, “Alangkah lebih baiknya andika bertobat dan kembali pada jalan lurus.<br>Ajaran Islam yang sesungguhnya, tidak lagi mengajarkan kesesatan. Mumpung masih diberi sisa umur oleh Allah<br>SWT….”<br>“Tapi meskipun andika telah menyadari bahwa itu ajaran sesat, tetap saja proses hukum harus dilalui!” sela<br>Pangeran Modang. “Meskipun andika sudah punya niat untuk bertobat…”<br>“Bicara apa andika, Pangeran?” tatap Syekh Siti Jenar.<br>“E..eeh..” Pangeran Modang melangkah, “Syekh, andika selalu saja membantah dan melawan pada pejabat<br>negara! Yang saya katakan aturan hukum dan negara!” geramnya seraya menghunus keris dan mendekat.<br>“Kenapa andika tidak bisa tenang, Pangeran?” Syekh Siti Jenar mengangkat tangannya ke atas, “Maafkan, Kanjeng<br>Sunan. Juga Pangeran Bayat haruskah saya mendiamkannya?”<br>“Keparat! Memang andika ini apa?” Pangeran Modang menorehkan keris ke dada Syekh Siti Jenar, yang<br>diserangnya tidak menghindar meski sejengkal tanah.<br>“Diamlah andika!” ujar Syekh Siti Jenar.<br>Langkah Pangeran Modang terhenti, berdiri sambil mengayunkan keris dihadapan Syekh Siti Jenar, bergeming<br>laksana patung. Meski seribu kali geram, namun tubuh tidak lagi memiliki daya dan upaya untuk bergerak.<br>“Kanjeng Sunan Kudus?” bisik Pangeran Bayat, “Apa yang dilakukannya terhadap Dimas Modang?”<br>“Jangan khawatir, Pangeran.” lirik Sunan Kudus, “Mungkin agar perbincangan saya tidak terusik dengan tindakan<br>Pangeran Modang, yang sebenarnya membahayakan dirinya sendiri.”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Ya, saya paham, Kanjeng.” Pangeran Bayat menganggukan kepala.<br>“Kabar, Kanjeng Sunan Kudus?” tatap Syekh Siti Jenar.<br>“Ya, Syekh.”<br>“Bukankah kabar itu sesuatu yang belum pasti?”<br>“Hari inilah saya datang ke padepokan andika untuk membuktikan kabar tadi.”<br>“Bahwa saya telah mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan?” Syekh Siti Jenar perlahan<br>mengangkat wajahnya ke langit, lalu kembali menatap Sunan Kudus.<br>“Bukankah andika tadi sudah menyadari, Syekh?” tatap Sunan Kudus, “Jika andika menyebarkan kesesatan artinya<br>telah keluar dari ajaran Islam yang sesungguhnya….”<br>“Benar, Kanjeng.” tampak tersenyum, “Seandainya saya melakukan kesesatan dan menyebarluaskannya. Artinya<br>saya telah murtad, kafir, mungkin juga musyrik. Tetapi benarkah tuduhan itu? Bahwa saya telah sesat dan<br>menyesatkan dengan ajaran yang saya sebarkan. Bukankah saya menyebarkan ajaran Islam? Meskipun kita hanya<br>memiliki satu ayat menurut Kanjeng Nabi, maka sampaikanlah. Tidak bolehkah menyampaikan sesuatu tentang<br>ajaran Islam yang saya anggap benar dan harus disebarluaskan?”<br>“Memang itu tidak salah! Sudah seharusnya karena mengajarkan dan menyebarluaskan agama merupakan<br>kewajiban kita sebagai umatnya.” Sunan Kudus berhati‐hati, “Tetapi andika sudah dianggap melenceng, bahkan<br>sesat.”<br>“Mengapa saya dianggap melenceng dan sesat? Karena saya bukan seorang wali seperti andika? Mungkinkah<br>karena saya hanya seorang rakyat jelata?”<br>“Tidak,”<br>“Lantas?”<br>“Ya, ajaran itulah yang mengkhawatirkan? Jika andika terus menyebarkan ajaran sesat saya khawatir rakyat yang<br>menerimanya keluar dari esensi Islam yang sesungguhnya.”<br>“Andika dari tadi menuduh saya telah menyebarkan kesesatan, Kanjeng.” Syekh Siti Jenar menyapu wajah Sunan<br>Kudus dengan tatapannya. “Dimanakah letak kesesatan ajaran Islam yang saya sebarkan?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah,” Sunan Kudus berhenti sejenak, lalu mengerutkan keningnya. Seakan‐akan ada sesuatu yang sedang<br>dicerna dalam pemikirannya. “Andika tidak mengajarkan syariat Islam?”<br>“Syariat Islam?”<br>“Andika tidak mewajibkan salat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan….seakan‐akan rukun Islam tiada…”<br>“Tidak,”<br>“Mengapa? Bukankah itu hukumnya wajib?”<br>“Tentu saja.”<br>“Disitulah salah satu kesesatan yang andika ajarkan, Syekh!”<br>“Kanjeng Sunan, mengapa hal tadi merupakan salah satu kesesatan yang saya ajarkan?”<br>“Dimana ukuran sesatnya?”<br>“Ya, itu tadi. Mestinya andika mewajibkan salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadhan!”<br>“Jika saya harus mewajibkan salat lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan, tidakkah salah?”<br>“Justru andika telah salah dan sesat, Syekh!”<br>“Maaf, andika keliru, Kanjeng. Bukankah saya sebagai manusia biasa tidak punya kewenangan untuk membuat<br>suatu hukum atau aturan, apalagi berkaitan dengan syariat.” Syekh Siti Jenar tersenyum, “Tidak seharusnya saya<br>memerintahkan wajib pada murid saya tentang salat lima waktu dan puasa di Bulan Ramadhan. Sebab hal itu<br>sudah menjadi ketetapan Allah dalam Alquran, haruskah saya menciptakan hukum baru?”<br>“Andika ini melantur, Syekh. Memutarbalikan kata?”<br>“Saya tidak sedang melantur, Kanjeng. Wajib itu menurut Allah dalam kalimat yang tersurat. Saya sebagai manusia<br>biasa tidak bisa menyebutkan bahwa itu wajib. Jika demikian artinya telah melebihi Allah….”<br>“Bagamaina andika ini, Syekh? Pembicaraan itu seperti anak kecil! Mengada‐ngada. Mereka‐reka kata, memutarmutar<br>kalimat!”<br>“Bukankah manusia dalam kehidupannya hanya memainkan kata dan kalimat? Tebaklah permainan kata dan<br>kalimat tadi. Telusurilah tuduhan pertama tentang hal tadi yang andika anggap sesat dan menyesatkan umat….”<br>“Apa yang mereka bicarakan?” gumam Pangeran Bayat mengerutkan keningnya.<br>“Islam itu agama syariat!” ujar Sunan Kudus, “Nampaknya seseorang menganut ajaran Islam karena ada syariat<br>yang dijalankan. Iman itu adanya didalam hati. Rukun Islam itu melibatkan fisik, lahiryah. Misalkan syahadat,<br>shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji, tentu terlihat dalam bentuk pengamalannya.”<br>“Tidak bolehkah di dalam Islam mempelajari hakikat, thariqat, dan ma’rifat?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Boleh saja. Sebelum mempelajari yang tiga tadi perlajari dulu ajaran syariatnya.” tukas Sunan Kudus, “Sehingga<br>tidak seharusnya andika mentidakwajibkan melaksanakan syariat. Jelas itu sesat!”<br>“Bukankah saya sebagai manusia, Kanjeng?” ujar Syekh Siti Jenar, “Secara syariat dan lahiryah, manusia tidak<br>punya keharusan, bahkan mewajibkan, tentang sebuah perintah terkait syariat…”<br>“Sudah, Syekh!” Sunan Kudus menghela napas dalam‐dalam, “Andika malah kembali memutar balikan kalimat.<br>Islam ini agama yang berdasarkan dalil dalam Alquran, bukan berdasarkan pemikiran, pentafsiran, dan hasil<br>proses penelaahan andika semata…”<br>“Baiklah jika ini tetap dianggap memutarbalikan kata menurut andika.” Syekh Siti Jenar berhenti sejenak, “Artinya<br>perbincangan ini telah selesai…”<br>“Tidak semudah itu, Syekh!” Sunan Kudus mendekat, “Andika tidak bisa menghindar dari hukum…”<br>“Hukum?”<br>“Ya, hukum negara Demak Bintoro. Andika telah dianggap sesat dan menyesatkan. Persoalan yang pertama tidak<br>menganggap salat lima waktu, puasa serta syariat lain wajib.” Sunan Kudus berhenti sejenak, “Kedua andika telah<br>mengajarkan manunggaling kawula gusti.”<br>“Salahkah ajaran manunggaling kawula gusti, Kanjeng?”<br>“Jelas, artinya andika telah menganggap manunggal dengan Gusti Allah. Musrik, sesat, serta menyamakan derajat<br>andika dengan Allah SWT….”<br>“O…demikiankah?” Syekh Siti Jenar, menggunakan tatapan batinnya menembus jiwa Sunan Kudus. “Rasanya tidak<br>tersentuh…”<br>“Apa?”<br>“Kanjeng, tidak perlu panjang lebar. Jika yang andika inginkan menangkap saya. Maka tangkaplah!” lalu menoleh<br>ke belakang, tampak para muridnya berdiri. “Menghilanglah kalian….”<br>“E..eeh…” Pangeran Bayat tercengang, “Murid Syekh Siti Jenar semuanya lenyap. Kemana mereka?”<br>“Tangkap dan bawalah saya ke pusat kota Demak Bintoro…..” tubuh Syekh Siti Jenar perlahan samar, tembus<br>pandang, menyerupai kabut, tertiup angin sepoi berhamburan.<br>“Kemana dia?” Pangeran Modang baru bisa bergerak, “E…ee..saya telah kembali, Kakang!” dengan girang serta<br>memegang kepala, dada, dan bahunya. “Hebat juga ilmu sihirnya. Bisa menyihir saya hingga tidak bisa beranjak<br>dari berdiri. Sekarang dia menghilang tertiup angin.”<br>“Kanjeng?” tatap Pangeran Bayat, “Bagaimana menurut pendapat, Kanjeng Sunan Kudus?”<br>“Kita kembali ke Demak!” Sunan Kudus membalikan tubuh.<br>“Bukankah kita harus membawanya, Kanjeng?” tatap Pangeran Modang.<br>“Seandainya Pangeran sanggup menangkapnya? Silahkan! Saya menunggu di sini.”<br>“Dia sangat sakti, Kanjeng.” Pangeran Modang mengerutkan keningnya serta menggeleng‐gelengkan kepala,<br>terkadang menatap Pangeran Bayat.<br>“Dimas Modang, kita kembali ke Demak!” ujar Pangeran Bayat, “Saya setuju dengan Kanjeng Sunan Kudus.”<br>“Lho…?” Pangeran Modang, menggerutu dalam hatinya, terkadang memijit‐mijit keningnya.<br>Sunan Kudus, Pangeran Bayat, dan yang lainnya beranjak dari padepokan Syekh Siti Jenar. Tidak ada satupun yang<br>berbicara, termasuk Pangeran Modang, semuanya seakan‐akan hanyut dan tenggelam dalam persoalan.<br>Meninggalkan Desa Kendharsawa menyisakan beragam pemikiran, penalaran, dengan analisis beragam sesuai<br>dengan kemapuan dan ilmu yang dimiliki mereka.<br>“Mereka kembali, Syekh.” ucap Ki Ageng Tingkir, “Padahal kita tidak kemana‐mana…”<br>“Ya, hanya tabir tipis saja yang menghalangi pandangan mata lahiryah mereka.” Syekh Siti Jenar melangkah pelan.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Mengapa mereka demikian, Syekh?” Ki Donoboyo mendekat, “Tidakkah mereka memiliki ilmu yang setarap<br>dengan, Syekh?”<br>“Jika andika bertanya tingkatan, artinya ada yang tinggi dan rendah.” Syekh Siti Jenar menghentikan langkahnya,<br>“Padahal tidak semestinya kita menilai manusia dengan tingkatan. Semua manusia dihadapan Allah sama. Yang<br>membedakan hanyalah cara mensyukuri segala hal yang diberikanNya.”<br>“Maksudnya?”<br>“Menggunakan sesuatu sesuai dengan yang seharusnya….”<br>“Masih bingung, Syekh?” Ki Donoboyo garuk‐garuk kepala.<br>“Sang Pencipta telah menciptakan tangan untuk apa? Kaki sesuai fungsinya, tentunya untuk berjalan…” Kebo<br>Kenongo mencoba menjelaskan, “Mata untuk melihat, akal untuk berpikir…”<br>“Itulah artinya mensyukuri nikmat, secara singkat.” tambah Syekh Siti Jenar. “Seandainya mereka mengasah mata<br>batin, tentu bisa memandang keberadaan kita. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi meski sebesar zarah, atom,<br>lebih kecil dari debu, seandainya mata hati kita telah terbuka.”<br>“Kenapa saya juga belum bisa?” tanya Ki Donoboyo.<br>“Sebetulnya mereka pun, atau ki Donoboyo sudah bisa, tetapi tidak secantik saya melakukannya.” Syekh Siti Jenar<br>tersenyum, “Orang lain akan mengatakan mungkin saya yang telah lebih dulu, dia belakangan.”<br>“O, Syekh tahapan lebih tinggi mereka lebih rendah. Pantas tingkat ketinggian pun bisa mempengaruhi sudut<br>pandang dan jangkauan mata kita.” ujar Ki Chantulo, “Di atas ketinggian apalagi dipuncak gunung semuanya akan<br>terlihat, berbeda dengan mereka yang masih di kaki gunung…”<br>“Hahahaha….” Ki Donoboyo tertawa jika demikian saya paham, “Pantas mereka cepat pergi karena merasa kalah<br>dan tidak mampu menangkap kita.”<br>“Tidaklah perlu terlalu gembira.” tatap Syekh Siti Jenar, “Mereka tidak akan berhenti sampai disitu. Suatu ketika<br>akan kembali dan menjemput saya…”<br>“Siapakah yang mampu mengalahkan kesaktian, Syekh?” tanya Ki Donoboyo.<br>“Rasanya saya tidak perlu mendahului kehendakNya. Di antara para wali tentu saja….” Syekh Siti Jenar mendadak<br>menghentikan kalimatnya, wajahnya mendongak ke langit. “Hampir gelap. Andika sebaiknya turunlah dari<br>padepokan ini, keluarlah dari Khendarsawa. Sebarluaskan ajaran kita! Meski jasad kita telah terkubur, ruh, dan<br>ajaran tidak akan pernah mati. Kecuali sebagian saja yang tinggal di padepokan ini….”<br>Tiba‐tiba kilat membelah langit, diikuti suara guntur menggelar memekakan gendang telinga. Perkataan Syekh Siti<br>Jenar seakan‐akan mendapat restu dan kesaksian dari langit.<br>“Hamamayu hayuning bawanna…” gumam Ki Chantulo ternganga.<br>***<br>“Gusti, maafkan kami tidak berhasil membawa serta Syekh Siti Jenar.” Pangeran Bayat merunduk di depan Raden<br>Patah.<br>Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gresik, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Ngudung, Sunan<br>Geseng, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Pangeran Modang dan para adipati telah lama berada di atas tempat<br>duduknya. Dalam batinnya masing‐masing memikirkan dan mencerna, sesuai dengan kadar ilmu yang dimilikinya,<br>tentang ketidakberhasilan memboyong Syekh Siti Jenar.<br>“Kami tidak sanggup melawan ilmu sihirnya, Gusti.” Pangeran Modang mengacungkan sembah.<br>“Haram! Islam tidak boleh menguasai ilmu sihir apalagi mengamalkannya….”<br>“Maaf, Kanjeng Sunan Giri.” Sunan Kudus angkat bicara, “Saya rasa Syekh Siti Jenar tidak memiliki ilmu sihir…”<br>“Tapi, Kanjeng. Bukankah dia bisa menghilang? Saya sendiri dibuatnya mematung bagaikan arca.” timpal<br>Pangeran Modang.<br>“Itu bukanlah ilmu sihir setahu saya…” Sunan Kalijaga menatap Raden Patah, “Merupakan salah satu ilmu yang<br>diajarkan pada murid‐muridnya, terkadang kita menganggapnya sesat. Mungkin karena tidak pernah ditemui<br>dalam syariat Islam. Umat Islam tidak disyariatkan untuk bisa menghilang…”<br>“Benar,” Sunan Kudus melirik, “…mungkin itulah ajaran thariqatnya.”<br>“Disitulah letak kesalahannya, Kanjeng.” Sunan Giri perlahan bangkit, “Islam itu seakan‐akan ilmu yang terkait<br>dengan hal‐hal mistis. Sehingga ajaran yang disebarluaskannya bisa menodai perjuangan kita. Padahal selama ini<br>kita berusaha membasmi ajaran‐ajaran yang berbau bid’ah, kharafat, tahayul, dan musrik. Toh…dia malah<br>mengajarkan hal‐hal aneh. Tidaklah sebaiknya mengajarkan bagaimana…cara shalat yang benar…”<br>“Ya, padahal keimanan rakyat Demak Bintoro pada saat ini masih rapuh.” ujar Raden Patah, “Belum juga<br>memahami bag‐bagan fikih…malah loncat ke hal‐hal yang berbau mistis.”<br>“Bagi orang awam sudah barang tentu, akan mengulang perbuatan menyimpang dari syariat Islam.” Sunan<br>Kalijaga berhenti sejenak, “Ya, mungkin inilah warna kehidupan. Saya kira sepenuhnya kebijakan milik negara dan<br>dewan wali…”<br>“Untuk itu tetap, Syekh Siti Jenar harus ditangkap!” ujar Sunan Giri, “Kali ini sebaiknya Sunan Kalijaga saja yang<br>berangkat?”<br>“Saya setuju,” ujar Raden Patah, “Namun tidaklah sendiri…”<br>“Seandainya ini tugas negara dan perintah dari ketua Dewan Wali…insya allah.” Sunan Kalijaga menatap Sunan<br>Bonang, mata hatinya mulai berbincang, ‘Kanjeng, meski bagaimanapun juga tetap hal ini akan terjadi.’<br>‘Saya kira guratan taqdir berkata demikian. Terpaksa atau tidak terpaksa Kanjeng Sunan Kalijaga harus<br>melakukannya.’ tatap Sunan Bonang.<br>“Ada apa Kanjeng Sunan Bonang, Kanjeng Sunan Kalijaga?” tatap Sunan Giri, “Adakah hal penting terkait dengan<br>persoalan ini perlu diperbincangkan?”<br>“Rasanya tidak ada, Kanjeng.” ujar Sunan Bonang, “Mungkin saya akan turut serta bersama Kanjeng Sunan<br>Kalijaga…dan beberapa wali lainnya.”<br>“Baiklah,” Sunan Giri Menganggukan kepala.<br>“Saya akan mengutus Dimas Bayat, Pangeran Modang, dan beberapa prajurit tangguh. Seandainya mereka sulit<br>ditangkap!” ujar Raden Patah.<br>“Saya rasa tidak perlu melibatkan banyak prajurit, Raden.” ujar Sunan Bonang, “Sebab kita tidak sedang<br>berperang melawan pasukan musuh. Tetapi kita hanya ingin menangkap sosok Syekh Siti Jenar yang dianggap<br>sesat dan memiliki ilmu cukup tinggi. Bukan lawan prajurit, dia tidak bisa dikalahkan dengan pasukan. Percayalah<br>pada Kanjeng Sunan Kalijaga…”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Mudah‐mudahan berhasil,” ujar Sunan Giri, “Kita harus segera menjatuhkan hukuman. Jika dibiarkan terlalu<br>lama, saya takut ajarannya semakin meluas. Sebab apa yang diajarkannya sangat kental dengan kehidupan<br>masyarakat Demak sebelumnya.”<br>“Mudah‐mudahan,” ujar Sunan Bonang.<br>“Pertama ajarannya benar‐benar sesat. Masa tuhan bisa manunggal dengan dirinya, manunggaling kawula gusti.”<br>ujar Pangeran Bayat, “Kedua saya melihat dengan mata kepala sendiri, hadirnya Ki Ageng Pengging alias Ki Kebo<br>Kenongo disampingnya. Jadi tuduhan makar dan isu politik melatar belakangi disebarnya ajaran sesat dan<br>menyesatkan. Jika hal ini dibiarkan, sangat jelas akan merongrong wibawa dan keutuhan negeri Demak Bintoro.<br>Padahal selama ini kita berusaha membangun, mempertahankan, dan membelanya.”<br>“Ya, saya pun meyakini hal itu, Gusti.” tambah Pangeran Modang, “Selain ingin menodai perjuangan para wali,<br>padahal tujuan utamanya politik. Ingin mendudukan Ki Ageng Pengging sebagai Raja Demak Bintoro. Ditebarnya<br>isu penyebaran ajaran sesat semata untuk mengalihkan perhatian pemerintah, dimana lengah gerakan makar pun<br>berjalan.”<br>“Sejauh itukah pengamatan, Pangeran?” tatap Sunan Geseng, “Padahal saya lebih sependapat dengan Kanjeng<br>Sunan Kalijaga. Hendaklah persoalan politik dipisahkan dulu dengan persoalan agama.”<br>“Maaf, Kanjeng. Justru agama lebih mudah ditunggangi kepentingan politik, mengingat masyarakat Demak<br>Bintoro mayoritas muslim.” ujar Pangeran Modang, “Saya berkesimpulan demikian berdasarkan hasil<br>penyelidikan, lihat pula latar belakang Ki Ageng Pengging?”<br>“Masuk akal juga,” Sunan Giri menyapu wajah Raden Patah dengan tatapan matanya.<br>“Jika itu terbukti, artinya Syekh Siti Jenar jelas memiliki dua kesalahan. Pertama mengajarkan ajaran sesat, kedua<br>mendukung Ki Ageng Pengging melakukan makar.” ujar Raden Patah.<br>“Untuk membuktikan semuanya, biarlah hari ini juga saya akan menjemput Syekh Siti Jenar.” tatap Sunan Kalijaga,<br>“Hingga kita tidak larut dalam bayang‐bayang dugaan…”<br>***<br>Langit mendung, awan hitam bergulung‐gulung bergerak cepat kerumuni angkasa. Petir berkilatan, diikuti guntur<br>menggelegar memekakan gendang telinga. Angin bertiup sangat kencang memisahkan daun dan ranting kering<br>dari cabang pepohonan.<br>Bergerak di atas langit Desa Khendarsawa. Petir menyabar batang pohon, terbakar serta jadi arang dalam sekejap.<br>Abunya berhamburan di halaman padepok Syekh Siti Jenar.<br>Para murid Syekh Siti Jenar tersentak, seraya bangkit dari duduknya, puluhan pasang mata tertuju pada batang<br>pohon yang berubah jadi abu dalam sekejap.<br>“Pertanda alam apa lagi?” gumam Ki Chantulo, tatapannya menyapu wajah Syekh Siti Jenar yang tampak tenang.<br>“Kematian…”<br>“Maksud, Syekh?”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Lihat saja nanti.” melangkah pelan keluar dari ruang padepokan, seakan‐akan menyambut tamu yang akan<br>datang.<br>Para muridnya yang berada di dalam ruangan belum juga keluar, mereka hanya mengantar langkah gurunya<br>dengan tatapan mata penuh pertanyaan.<br>Matahari semakin ketakutan, menyelinap di antara gelapnya mega yang bergulung‐gulung. Angin semakin<br>kencang dibarengi petir dan kilat, seakan menjadi‐jadi.<br>Utusan Negeri Demak Bintoro telah berada di gerbang Desa Khendarsawa. Sunan Kalijaga berdampingan dengan<br>Pangeran Bayat duduk di atas pelana kuda hitam, di belakangnya Pangeran Modang, Sunan Bonang, Sunan Kudus,<br>Sunan Gunung Jati, dan Sunan Geseng.<br>“Lihatlah, Kanjeng!” Pangeran Modang menunjuk langit, “Sihir Syekh Siti Jenar hebat sekali. Dia bisa menciptakan<br>petir, angin kencang, dan guntur. Padahal sebelum memasuki Desa Khendarsawa tidak ada.”<br>“Mungkinkah dia telah mengetahui kedatangan kita, Kanjeng?” lirik Pangeran Bayat.<br>“Ya,” jawab Sunan Kalijaga, matanya tertuju ke depan.<br>“Apakah gejala alam ini sengaja dia ciptakan untuk menyambut kedatangan kita?”<br>“Tidak, Pangeran.”<br>“Tapi…bukankah…”<br>“Pertanda alam ini lahir dengan sendirinya.” Sunan Kalijaga memperlambat langkah kudanya, “Ingatkah Pangeran<br>pada ilmu hamamayu hayuning bawanna yang dimilikinya?”<br>“Ya, namun saya kurang paham?”<br>“Inilah bukti kemanunggalan Syekh Siti Jenar dengan alam…”<br>“Maksudnya?” Pangeran Modang ikut bertanya, keningnya berkerut‐kerut.<br>“Jika kaki Pangeran terantuk batu, yang berteriak mengaduh kesakitan apakah kaki atau mulut?”<br>“Tentu saja mulut, Kanjeng. Mana mungkin kaki bisa berteriak kesakitan.” Pangeran Modang memijit‐mijit kening,<br>“Apa hubungannya ilmu sihir yang ditebarkan Syekh Siti Jenar dengan pertanyaan Kanjeng Sunan Kalijaga?”<br>“Rayi Modang itu ibaratnya?” timpal Pangeran Bayat.<br>“Ah…bingung saya kakang…” Pangeran Modang garuk‐garuk kepala.<br>“Kita telah sampai di wilayah Desa Khendarsawa.” Sunan Bonang mengangkat wajahnya ke atas, menatap langit<br>yang tiba‐tiba terang benderang. Tidak ada angin kencang, petir, bahkan guntur.<br>“Aneh?” Pangeran Modang memijit‐mijit keningnya, “Lihatlah Syekh Siti Jenar sudah tidak lagi menyihir Desa<br>Khendarsawa. Hebat juga!”<br>Matahari kembali bisa menunaikan sisa tugasnya menatap Desa Khendarsawa, tanpa terhalang mega tebal yang<br>menggumpal. Hanya lapisan, serta lembaran awan putih tipis menyertainya. Laksana lembaran kertas yang akan<br>ikut serta mencatat sejarah kehidupan manusia yang terjadi di bawah tatapan matahari.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>Utusan dari Demak Bintoro menambat kudanya di bawah pohon rindang. Sunan Kalijaga melangkah pelan dikuti<br>yang lainnya, matanya menyapu kaki bukit tempat Syekh Siti Jenar bersemayam. Anak tangga berbaris hingga<br>menyentuh ketinggian bukit, untuk mengantar siapa saja yang hendak menemui penghuninya.<br>“Kanjeng, itulah tangga susun menuju padepokannya.” lirik Pangeran Bayat.<br>“Sangat banyak anak tangganya!” gerutu Pangeran Modang, “Hampir tidak terhitung jumlahnya…saking<br>banyaknya…” tangannya menyeka keringat yang menetes dikeningnya.<br>“Ya, itulah tangga kehidupan….” terdengar suara Syekh Siti Jenar menggema.<br>“Lha, dimana orangnya?” Pangeran Modang memutar tatapan matanya, “Mulai lagi menggunakan ilmu sihir…”<br>“Saya kira Syekh Siti Jenar sudah tahu kedatangan kita, Kanjeng?” lirik Pangeran Bayat, “Padahal keberadaan kita<br>masih jauh dari padepokannya…”<br>“Bukan Syekh Siti Jenar jika gelap mata hatinya, Pangeran.” Sunan Kalijaga tersenyum.<br>“Kanjeng Sunan bisa saja…” gema suara Syekh Siti Jenar. “Selamat datang di padepokan saya saudaraku Kanjeng<br>Sunan Kalijaga, Kanjeng Sunan Bonang dan lainnya.”<br>“Terimakasih, Syekh.” Sunan Bonang beradu tatap dengan Sunan Kalijaga.<br>“Orangnya dimana?” Pangeran Modang berusaha mencari jejak Syekh Siti Jenar dengan tatapan matanya.<br>“Kanjeng, dimanakah dia?” tatapnya pada Sunan Bonang.<br>“Tentu saja di padepokannya, Pangeran.”<br>“Aneh….?” tangannya memijit‐mijit kening, “Padahal masih harus melewati beberapa tangga dan bentangan jalan.<br>Mengapa suaranya sangat dekat, seakan‐akan berada dihadapan kita? Tidakah sedang menghilang menggunakan<br>ilmu sihirnya?”<br>“Tidak,”<br>“Heran?” tatap Pangeran Modang pada Sunan Bonang, “Sangat tinggi ilmu sihirnya…”<br>Setahap demi setahap Sunan Kalijaga dan rombongan menginjak tangga yang terbuat dari pahatan batu padas.<br>Berkali‐kali Pangeran Modang menghela napas, seraya menyeka keringat. Seperti yang lainnya, terkecuali Sunan<br>Bonang dan Sunan Kalijaga tidak tampak lelah apalagi menyeka keringat, tubuhnya seakan‐akan tidak memiliki<br>bobot.<br>“Mengapa Kanjeng Sunan mesti menapaki tangga? Tidak sebaiknya langsung saja berdiri dihadapan saya?” gema<br>suara Syekh Siti Jenar.<br>“Tidak semestinya saya meninggalkan rombongan.” Sunan Kalijaga melirik ke arah Sunan Bonang yang tersenyum.<br>“Juga sangat tidak menghargai Syekh Siti Jenar yang telah susah payah menciptakan tangga, jika kaki saya tidak<br>menyentuhnya….”<br>“Kanjeng, apa maksud ucapan Syekh Siti Jenar?” Pangeran Modang melongo. “Aneh…kenapa Kanjeng berdua<br>tidak tampak lelah apa lagi berkeringat…kelihatannya enteng. Apakah Kanjeng juga punya ilmu sihir?”<br>“Mengapa pangeran bertanya demikian?” tatap Sunan Kalijaga, “Padahal kaki saya seperti halnya Pangeran<br>menyentuh tangga. Saya tidak merasa berat dan mungkin sering latihan….”<br>“O…pantas…” Pangeran Modang geleng‐gelengkan kepala. “Memang saya malas berolah raga…apalagi memanjat<br>gunung…”<br>Matahari semakin nampak, panasnya terik menguliti tubuh. Seakan‐akan ingin puas menyinari para penghuni<br>bumi. Itu semua terseka dengan tiupan angin sepoi‐sepoi, mengusir sengat dan keringat panas.<br>“Inilah padepokan saya, Kanjeng.” Syekh Siti Jenar menyambut Sunan Kalijaga beserta rombongan dari Negeri<br>Demak Bintoro. Dibelakangnya berdiri beberapa muridnya, dengan sorot mata tenang.<br>“Syekh, saya telah kembali!” Pangeran Modang geram, “Kali ini andika tidak akan bisa lolos…”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Tenang, Pangeran.” Sunan Kudus meletakan jari telunjuk dibibirnya.<br>“Saya akan berujar secara lahiryah…” tatap Sunan Kalijaga, “Kali ini saya datang selaku utusan dari negeri Demak<br>Bintoro.”<br>“Tentu saja harus secara lahiryah, Kanjeng.” Syekh Siti Jenar tersenyum, tatapan matanya menyapu wajah para<br>utusan dari negeri Demak Bintoro. “Jika hal itu merupakan keharusan, apalagi sebagai utusan. Hanya untuk<br>menghindari fitnah bagi andika, Kanjeng.”<br>“Ya, saya kira demikian.”<br>“Baiklah,”<br>“Saya kali ini ditunjuk sebagai pimpinan rombongan. Tentu saja agar tidak gagal memboyong Syekh ke negeri<br>Demak Bintoro. Itu kepercayaan Raden Patah dan Kanjeng Sunan Giri selaku ketua Dewan Wali yang<br>memutuskan.” Sunan Kalijaga berhenti sejenak, “Ada pun alasannya saya menangkap Syekh, karena diduga telah<br>menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan. Betulkan demikian?”<br>“Mengapa tuduhan seperti itu selalu datang bertubi‐tubi memojokan saya dan para pengikut? Padahal saya tidak<br>merasa sedang berada dalam kesesatan.”<br>“Tentu saja, sebab yang menilai orang lain sesat bukanlah diri si pelaku. Namun dalam hal ini orang kebanyakan<br>dan umum. Artinya andika dihadapan umum sudah berbuat sesuatu yang tidak lazim, serta tidak semestinya.”<br>Sunan Kalijaga perlahan melangkah, “Andika telah melanggar kesepakatan yang telah umum ketahui dan diakui<br>kebenaran, ketepatan, serta lelakunya. Bukankah ketika saya sedang berada di atas panggung dan mementaskan<br>gamelan, alat musik gong itu mestinya dipukul. Jika saya memperlakukan gong seperti gendang tentu saja akan<br>ditertawakan orang yang sudah tahu, namun sebaliknya bagi yang awam hal itu akan di anggap benar. Sehingga<br>lelaku itu benar menurut pengikut awam, padahal yang salah adalah yang mengajarkannya.”<br>“Seperti itukah lelaku saya saat ini?”<br>“Ya, dari sudut pandang umum.”<br>“Tidakkah disadari meski gendang pun bisa dipukul menggunakan batang kecil yang seukuran. Lihatlah bedug,<br>bukankah itu pun gendang besar yang menggunakan alat pukul seperti halnya gong?”<br>“Benar,”<br>“Seandainya benar mengapa saya dianggap bersalah dan sesat?”<br>“Karena saya memandang dari sudut pandang umum dan kepentingan negara.”<br>“Jika demikian Kanjeng telah terikat dengan kekuasaan dan melupakan esensi kebenaran, yang bersifat mutlak.”<br>“Mungkin menurut pandangan khusus demikian, Syekh.” Sunan Kalijaga berhenti sejenak. “Pada intinya<br>hendaklah Syekh menahan diri untuk menyebarkan ajaran yang dianggap sesat secara umum.” lalu mata batinnya<br>menembus jiwa Syekh Siti Jenar.<br>“Mengapa mereka saling adu tatap? Tidak terdengar lagi bicara?” gumam Pangeran Modang.<br>‘Saya sangat memahami tugas Kanjeng secara lahiryah dan kenegaraan. Bukankah esensi ajaran Islam yang<br>sesungguhnya berada dalam jiwa, ketika kita telah berada dalam tahapan ma’rifat, akrab, serta manunggaling<br>kawula gusti.’<br>‘Hanya sayang kesalahan Syekh menganggap sama setiap orang. Padahal tidak seharusnya mengajarkan ilmu yang<br>Syekh pahami pada orang yang bukan padanannya. Hingga menyeret orang untuk melukar syariat….’<br>“Kanjeng Sunan Bonang, mengapa mereka saling tatap?” Pangeran Modang mendekat, lalu berdiri disamping<br>Sunan Bonang.<br>“Mereka berbicara melalui mata hati. Orang kebanyakan menyebutnya batin atau kebatinan.”<br>“Apa yang dibicarakannya, Kanjeng?” tatap Pangeran Bayat.<br>“Ya, tidak jauh dari persoalan yang kita bawa, Pangeran.” lalu tatapan mata Sunan Bonang menyambangi batin<br>Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar. ‘Benar, Syekh. Hingga dengan ajaran tadi orang yang baru mengenal dan<br>belajar Islam menganggap syariat itu tidak penting. Mestinya manusia itu berjalan melewati tangga tahap<br>pertama, tidak semestinya loncat pada tangga yang lebih atas…’<br>“Lha, sekarang ketiga‐tiganya jadi saling tatap. Jadi bingung apa itu batin?” Pangeran Modang garuk‐garuk kepala,<br>“Lalu kita semua hanya menyaksikan orang yang meneng‐menengan…”<br>“Kanjeng Sunan Kudus?” tatap Pangeran Bayat.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Baiklah,” Sunan Kudus menyentuh tangan Sunan Bonang, “Kanjeng, alangkah lebih baiknya jika pembicaraan<br>andika bertiga terdengar secara lahiryah.”<br>“Hehhhhmmmm…” Sunan Bonang menarik napas dalam‐dalam, seraya mencerna permintaan Sunan Kudus. “Ya,<br>tentu harus terdengar. Kanjeng Sunan Kalijaga, Syekh, lahirkanlah pembicaraan andika berdua!”<br>Keduanya masih belum melahirkan setiap ucapannya, seakan‐akan sedang berdebat dengan tatapan matanya<br>masing‐masing. Tanpa ada gerak, bahkan komat‐kamit mulut yang meluncurkan setiap kalimat sanggahan dan<br>pernyataan. Yang terdengar hanyalah suara jubah mereka masing‐masing yang berkelebatan tertiup angin<br>pegunungan.<br>“Kanjeng Sunan,” ujar Pangeran Bayat, tatapan matanya tertuju pada Sunan Kalijaga.<br>“Saya paham, Pangeran.” Sunan Kalijaga tersenyum, kembali beradu tatap dengan Syekh Siti Jenar. ‘Syekh, tidak<br>setiap ajaran Islam yang andika tafsirkan dan pahami bisa disebarkan secara merata. Pemahaman dan pencernaan<br>tentang hal yang tidak tersirat dan tersurat dalam alquran, hendaklah pilih‐pilih, untuk siapa itu? Dimana? Lalu<br>tahapan aqidahnya? Sebab ilmu itu ada yang bisa disampaikan melalui dakwah secara umum, terbuka, juga ada<br>yang semestinya harus dikonsumsi dan ditelaah berdasarkan tingkatan tertentu.’<br>“Mengapa mereka masih saling tatap?” Pangeran Modang masih kebingungan.<br>“Baiklah, Kanjeng.” Syekh Siti Jenar menganggukan kepala, “Bagi saya setiap orang adalah sama. Sama sekali tidak<br>ada tingkatan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Masa mereka tidak sanggup mencerna dan menelaah setiap<br>pemikiran saya?”<br>“Sekarang sudah terdengar…” Pangeran Modang tersentak, “…tapi apa yang dibicarakannya…memekakan<br>gendang telinga dan tidak nyambung…” lalu menghela napas dalam‐dalam.<br>“Andika berkata demikian, Syekh. Karena pembicaraan ini terdengar oleh umum. Tidak semestinya mengharuskan<br>orang lain berada dalam tahapan yang sama dengan andika.”<br>“Bukan salah saya, merekalah yang tidak mau mengerti dan memahami. Sehingga muncul kalimat bodoh yang<br>menduga‐duga, serta merta memojokan dan menyudutkan semisal saya dan para murid.”<br>“Apa yang andika bicarakan, Syekh?” tanya Pangeran Modang, “Dari tadi saya perhatikan terus ngelantur. Tidakah<br>sadar jika andika ini telah menyebarluaskan ajaran sesat dan menyesatkan?”<br>“Perlukah saya bicara panjang lebar dengan andika, Pangeran?”<br>“Tidak perlu!” tatap Pangeran Modang, “Apa lagi yang mesti kita bicarakan? Kecuali menangkap dan<br>memenjarakannya, kalau perlu dihukum sekalian. Mesti berdebat pun tentu saja pembicaraan andika akan lebih<br>melantur kemana‐mana. Memutar balikan fakta, serta membolak‐balikan kalimat. Mana mungkin orang yang<br>sudah dituduh bersalah mengakui kesalahannya, selain mengelak dan berusaha mencari alasan agar terlepas dari<br>hal yang dituduhkan.”<br>“Baiklah, saya terima tantangan itu.” Syekh Siti Jenar tersenyum, “Meski saya seribu kali membuat penjelasan dan<br>pembelaan rasanya bukan itu yang andika semua tuju. Karena tujuan para utusan agung dari negeri Demak<br>Bintoro ingin menangkap saya dan menjatuhkan hukuman. Untuk itu tangkaplah saya!”<br>“Tentu!” Pangheran Modang maju, lantas mengikat lengan dan sekujur tubuh Syekh Siti Jenar, lalu disered.<br>“Selesai, Kanjeng! Kakang Bayat! Betapa mudahnya menangkap orang ini tidak seperti hari sebelumnya<br>menghilang segala. Mari kita kembali ke negeri Demak Bintoro.” tangannya menggenggam pesakitan seraya<br>memaksanya untuk turun dari padepokan.<br>“Lha, kenapa amat mudah?” gumam Sunan Geseng. Lalu membalikan tubuhnya mengikuti langkah Pangeran<br>Modang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Pangeran Bayat.<br>***<br>Awan berlayar rendah di atas bahu puncak Gunung Lawu. Matahari berbinar kemerah‐merahan, mungkin marah<br>atau terusik dengan suara bising di tepi hutan. Teriak lantang, dentingan senjata begitu nyaring.<br>Nun jauh dari keramaian rakyat negeri Demak Bintoro, berdiri pendopo megah terbuat dari kayu jati tidak<br>berukir. Halamnnya yang luas dipagari pepohonan sebesar tubuh kerbau, daun rimbunnya menutup langit, pagar<br>hidup dan tumbuh.<br>Loro Gempol berdiri di depan para lelaki telanjang dada, tubuh kekar serta berotot. Setiap tangan<br>menggenggam pedang, lalu berpasangan saling serang.<br>Di sudut lain Kebo Benowo berdampingan dengan Joyo Dento, dihadapannya berdiri pasukan berbaju serba<br>hitam. Tangannya menghunus keris, menggenggam tombak pasukan sebelahnya, paling samping dengan busur<br>di tangan dan anak panah.<br>“Inilah pasukan gelap sewu!” gumam Kebo Benowo.<br>“Hanya saja kita kekurang satu pasukan lagi?” dahi Joyo Dento mengkerut.<br>“Maksud andika?”<br>“Kita perlu pasukan berkuda.”<br>“Kenapa tidak?”<br>“Persoalannya kita harus mengeluarkan modal yang lebih besar? Selain membeli kuda juga merekrut lagi<br>warga Demak yang siap berjuang bersama kita.”<br>“Bukankah itu soal mudah, Dento?”<br>“Maksud aki?”<br>“Taklukan lagi para rampok dan paksa orang‐orang kampung, terutama para pemudanya agar mengikuti kita.<br>Perlu kuda kita melakukan perampasan…”<br>“Saya kurang setuju dengan cara demikian, Ki.” Joyo Dento meninggikan alisnya. “Meski dulu pernah melakukan<br>cara itu. Namun itu hanya berlaku bagi para perampok. Bagi penduduk kampung tidak lagi dengan cara kasar.”<br>“Takutkah andika, Dento?”<br>“Sama sekali tidak, Ki.”<br>“Lantas?”<br>“Tidakkah aki pikirkan seandainya kita menempuh cara lama dalam mengumpulkan orang tidak akan pernah<br>menumbuhkan rasa simpati. Apalagi mendukung langkah kita,”<br>“Haruskah membeli?” tatap Kebo Benowo, “Bukankah kita tidak cukup modal untuk biaya makan mereka saja<br>mengandalkan uang dan emas cipataan?”<br>“Tidak,”<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Lantas?” Kebo Benowo menggeleng. “Ide apa kali ini yang bersemayam di benak andika, Dento?”<br>“Doktrin!”<br>“Maksudnya?” dahi Kebo Benowo mengkerut.<br>“Bukankah siasat ini berhasil?” sungging Joyo Dento. ”Keadaan rakyat Demak Bintoro terpengaruh dan kacau…”<br>“Ajaran hidup untuk mati itukah?”<br>“Itulah!”<br>“Bukankah mereka sudah menganggap mati itu indah? Mana mungkin mereka menginkan kedudukan dan<br>memiliki niat bergabung dengan kita?”<br>“Hahahaha…Ki Benowo! Jangan khawatir, bukankah orang‐orang yang akan kita pengaruhi tidak lain hanyalah<br>masyarakat miskin dan bodoh?”<br>“Benar,”<br>“Mudah.”<br>***<br>“Syekh Siti Jenar yang memiliki ilmu sihir itu ternyata teramat mudah untuk saya seret ke hadapan Gusti<br>Sultan.” tawa renyah Pangeran Modang mengurai gemerisiknya dedaunan tertiup angin.<br>“Dimas, Modang!” kerut Pangeran Bayat. “Tidak mungkin ini terjadi teramat mudah?” matanya tidak beranjak<br>dari wujud Syekh Siti Jenar yang terikat dan disered‐sered Pangeran Modang.<br>“Tentu saja, Kakang. Mungkin ilmu sihirnya pada hilang gara‐gara berhadapan dengan Kanjeng Sunan Kalijaga<br>yang memiliki ilmu tinggi.”<br>“Bukankah tempo hari juga yang menghadapi Kanjeng Sunan Kudus?”<br>“Entahlah…bukankah ketika berhadapan dengan Kanjeng Sunan Kudus masih sempat menghilang dengan sihirnya<br>ketika akan ditangkap?”<br>“Benar juga?”<br>“Kenapa andika malah berdebat?” lirik Syekh Siti Jenar. “Bukankah tujuan andika berdua menangkap saya.<br>Setelah diberi kemudahan malah diperdebatkan. Bawalah saya dan hadapkanlah pada Gustimu!”<br>“Andika menantang!” geram Pangeran Modang.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Mengapa saya harus menantang? Andai benar itu tujuan andika?”<br>“Baiklah!” dorong Pangeran Modang, “Andika akan diadili, serta mendapatkan hukuman yang setimpal.”<br>“Saya kira tidak melalui pengadilan dulu?”<br>“Bicara apa?”<br>“Masa kisanak tidak dengar?”<br>“Itu penghinaan, Syekh!” geram Pangeran Modang, “Jangan sekali‐kali andika bicara ngelantur. Untung saja<br>belum berada dihadapan Gusti Sultan. Dosa dan kesalahan andika akan bertambah, akibat menghina<br>pengadilan. Hukuman pun akan lebih berat! Itu mesti andika pahami!”<br>“Apa artinya hukum manusia?”<br>“Tidak takutkah andika, Syekh?”<br>“Mengapa mesti takut, Pangeran. Tidakkah kehidupan manusia ini di dunia hanya sekejap.” desahnya pelan,<br>“Tidakkah kisanak perhatikan indahnya matahari di upuk senja? Jika hari sudah senja, artinya tiada lama lagi<br>malam akan tiba. Terpaksa atau tidak terpaksa indahnya senja akan terseret gelapnya malam. Bukankah<br>teramat singkat dan cepat. Begitu pula kehidupan kita di dunia ini.”<br>Pangeran Modang diam sejenak, Pangeran Modang, Sunan Geseng, dan yang lainnya hanya menghela napas<br>dalam‐dalam. Tiada salahnya yang diucapkan Syekh Siti Jenar. Meski demikian mereka tidak boleh hanyut<br>terbawa arus pembicaraannya. Apa pun yang terjadi, Syekh Siti Jenar tetap merupakan musuh Negara dan<br>Agama yang perlu mendapatkan hukuman.<br>“Cukup, Syekh!” sentak Pangeran Modang memecah keheningan sejenak.<br>“Andika diseret ke Demak bukan untuk berbicara tentang kehidupan. Semua orang tahu itu! Perlu andika ketahui!<br>Andika digiring ke Demak Bintoro tiada lain untuk dipenggal!”<br>“Pangeran?” sela Sunan Geseng pelan.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“O…” hela Syekh Siti Jenar, “…teramat mudah menghilangkan nyawa orang dengan jalan dipenggal. Mestikah<br>hukum penggal dilakukan demi menghilangkan nyawa orang?”<br>”Jangan salah arti, Syekh!” ujar Pangeran Modang, “Hukum penggal dilakukan bukan untuk menghilangkan<br>nyawa orang! Ingatlah, pemenggalan dilakukan demi tegaknya hukum!”<br>“Bukankah pada akhirnya tetap untuk menghilangkan nyawa orang? Yang kisanak anggap sebagai musuh<br>Negara?”<br>“…tidak…”<br>“Mengapa tidak? Bukankah setelah orang dipenggal dan lehernya putus akan mati? Itu sebuah pembunuhan,<br>yang tidak memiliki rasa kemanusian sama sekali. Apa bedanya kisanak dengan menghargai binatang ternak<br>yang disembelih?”<br>”Apa bedanya seorang penjahat seperti andika dengan hewan sembelihan? Bukankah tidak lebih rendah<br>perbuatan andika dari binatang sembelihan?”<br>“Kisanakkah yang menentukan rendah dan terhormatnya derajat manusia?”<br>“Ini sudah menjadi ketentuan hukum…” Pangeran Modang mengerutkan keningnya, lalu lengan bajunya<br>mengusap keringat yang mulai meleleh dari dahinya. “…hingga derajat andika dianggap setingkat dengan<br>binatang sembelihan. Maka hukum penggal sugah semestinya…”<br>“Pangeran,” desis Sunan Geseng. ”Tidakkah perkataan Pangeran terlalu berlebihan? Bukankah pengadilan<br>nanti yang akan menentukan di depan sidang para wali dan Gusti Sinuhun?”<br>”Ah, tapi…” Pangeran Modang tampak pucat. “Bukankah sepantasnya, Kanjeng Sunan. Jika Syekh Siti Jenar<br>diberi sedikit penjelasan…maksud saya supaya tersadar akan kesalahan dan dosa‐dosanya. Sebelum hukum<br>dijatuhkan dia mau bertobat…”<br>“Hahahaha….” Syekh Siti Jenar terkekeh, “….Pangeran perkataan kisanak berlebihan…”<br>“Diam, Syekh!” Pangeran Modang merah padam, lalu memukul pundak Syekh Siti Jenar hingga terhuyung.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>”E…eh,” Syekh Siti Jenar menjaga keseimbangan.<br>“Dimas, mengapa berlaku demikian padanya?” tatap Pangeran Bayat.<br>“Maaf, Kakang. Dia terlalu angkuh dan selalu mencela kita. Arti nya melawan Pejabat Negara. Tidak sepantasnya<br>bagi rakyat jelata melawan Pejabat.”<br>“Ternyata kisanak telah dilenakan dengan pakaian kebesaran, Pangeran.” sungging Syekh Siti Jenar. “Tidakkah<br>antara si miskin dan si kaya, pejabat atau pun rakyat semuanya sama di depan hukum?”<br>“Siapa bilang?” geram Pangeran Modang. “Andika selain penghianat Agama dan Negara juga berani mencela<br>setiap ucapan saya. Tidak sadarkah derajat andika dan saya berbeda. Andika hanya rakyat jelata, saya pejabat<br>Negara. Mestikah saya hormat terhadap andika?”<br>“Benar…benar kisanak telah dibutakan gemerlapnya pakaian kebesaran dan singgasana jabatan.” sungging Syekh<br>Siti Jenar, ”Kisanak telah lupa tentang asal muasal sendiri, apalagi hakikat hidup. Lantas tidakkah ingat<br>bahwa Allah menilai manusia bukan karena parasnya yang cantik, bukan karena jabatannya, bukan karena<br>miskinnya, tetapi orang yang paling mulia dihadapanNya hanyalah nilai ketakwaannya? Dunia, jabatan,<br>kekuasaan, serta segala yang kisanak miliki tidak akan pernah menolong dan membantu ketika kita ber…”<br>“Diam!” bungkam Pageran Modang, “Tidak..semestinya andika menggurui saya.” mukanya merah padam,<br>matanya menyala terbakar marah. Kepalan tangannya menghantam lambung.<br>“Akhhh…” jerit lirih Syek Siti Jenar, merunduk.<br>“Rupanya andika harus mendapat pelajaran!” ketusnya.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Dimas,” Pangeran Bayat menghentikan gerakan tangan Pangeran Modang berikutnya.<br>“Kenapa, Kakang?”<br>“Sadarlah, Dimas? Tidak semestinya kita memperlakukan Syekh Siti Jenar secara kasar. Bukankah dia juga punya<br>hak untuk mendapatkan keadilan yang wajar?”<br>“Tapi,”<br>“Hehe…andaikan pejabat negara seperti kisanak semua tidak mungkin keadilan akan tercapai. Tidak mampu<br>mengendalikan amarah…alamat berantakan sistem hukum di negara ini.”<br>“Diam, andika, pesakitan!” bentak Pangeran Modang. “Jika buka mulut sekali lagi akan ku sumpal mulut andika…”<br>“Pangeran, tindakan kisanak tidak mencerminkan sebagai seorang terpelajar dan sosok pejabat…”<br>“Mulai lagi andika! Bukannya diam dan merasa takut pada saya. Bukankah sudah tahu bahwa saya ini seorang<br>terpelajar, juga pejabat negara. Beraninya bersikap tidak diam, malah membantah terus…”<br>“Mengapa saya mesti takut pada kisanak selaku pejabat negara dan terpelajar, bukan sebaliknya sosok kisanak<br>mencerminkan prilaku yang sesuai dengan jabatan serta ilmu yang dimiliki?”<br>“Keparat!” Pangeran Modang semakin terpancing, hingga kembali mengayunkan kepalan tangannya ke perut.<br>“Aduhhh…” Syekh Siti Jenar terhuyung.<br>“Mau lagi?” memamerkan kepalannya, dengan tatap mata beringas. “Bukannya andika ini orang sakti Syekh<br>mengapa saya pukul sekali saja sudah nampak kesakitan?”<br>“Jika Pangeran masih mau memukul saya silahkan. Saya merasakan sakit saat dipukul kisanak hanyalah untuk<br>menghormati kesombongan dan keadigungan adiguna….”<br>“Brengsek! Menantang rupanya andika, Syekh?!” Pangeran Modang kembala mengayunkan kepalan tangannya ke<br>arah perut.<br>Drek, terasa kepalan tangannya menghantam baja.Mulutnya menyeringai menahan sakit. Tetapi yang dipukulnya<br>untuk kali ini tidak bergeming. Hati Pangeran Bayat mulai ciut.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>”Eeh…sihir apalagi yang andika gunakan, Syekh?”<br>”Pangeran, tidak semestinya seorang terpelajar dan memiliki jabatan menduga‐duga dan menuduh. Padahal<br>tuduhan tadi menunjukan ketidakpercayaan diri kisanak.”<br>“Andika yang menduga‐duga?”<br>”Katakanlah dengan nurani, Pangeran. Tidak sepantasnya memutarbalikan kata andai itu hanya untuk melipur<br>lara karna takut.” berdiri tegak, tatapan matanya yang tajam seakan‐akan menembus kelopak mata Pangeran<br>Modang dengan seringainya menahan sakit.<br>‘Keparat, benarkah dia itu bisa membaca isi hati saya? Ah…mana mungkin manusia sanggup menyelami hati orang<br>lain?’ sejenak termangu, telapak tanganya mengelus punggung tangan yang terasa sakit. ‘Jika tidak, mengapa dia<br>tahu saya merasa ciut…’<br>“Benarkan apa yang saya katakan, Pangeran?”<br>”Diam!” geramnya, jari‐jemarinya dengan kasar menjabak leher baju Syekh Siti Jenar.<br>“Mana mungkin orang sekasar kisanak bisa mendalami agama dengan baik. Apalagi mendakwahkannya pada<br>orang lain. Prilaku saja sudah tidak sanggup menarik simpati. Tidak salahkah para wali memungut kisanak sebagai<br>abdi negara? Bukankah rakyat semacam saya ini perlu diayomi…”<br>“Tidak, karna andika bukanlah rakyat Demak Kebanyakan. Andika tiada lain pesakitan yang sudah semestinya<br>mendapat perlakuan seperti ini.”<br>”Bukankah kesalahan saya ini belum terbukti, Pangeran?”<br>“Nanti akan kita buktikan dalam persidangan…”<br>”Haruskah yang belum jelas kesalahannya diperlakukan sebagai pesakitan?”<br>“Andika ini memang pesakitan!” bentaknya dengan muka memerah.<br>“Tidakkah kisanak dalam keadaan gusar? Setiap ujaran berbenturan dengan lainnya.”<br>”Diam!” Pangeran Modang merenung sejenak. Disisi lain rasa gengsi sangat kuat untuk memperlakukan Syekh Siti<br>Jenar dengan cara yang kurang hormat, dipihak lain membenarkan ucapan musuhnya. “Sudah!” lalu menyeret<br>lagi.<br>“Sebaiknya Pangeran istirahat dulu…”<br>“Diam!” lalu membalikan tubuh ke belakang ternyata Pangeran Bayat menjauhi dirinya seakan berlari kembali ke<br>Padepokan menghampiri para Sunan yang tidak mengikuti langkahnya. “Ada apa ini?” dahinya dikerutkan.<br>‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐<br>“Kenapa Kakang Bayat meninggalkan saya? Juga para Sunan tiada satu pun mengikuti, padahal tadi dibelakang.”<br>“Jika demikian kita hanya berdua Pangeran?” terdengar lembut dan menakutkan.<br>“Diam!.” kembali berbalik, “Eeh…kemana Syekh Siti Jenar? Mengapa ikut lenyap, lalu…” Pangeran Modang<br>mengerutkan keningnya, tangannya masih menggenggam kuat tambang pengikat pesakitannya. Yang diikatnya<br>kini bukanlah Syekh Siti Jenar tetapi sebongkah gedebog pisang.<br>”Keparat! Saya telah kembali ditipu dengan sihirnya…” giginya gemeretak, tinjunya dikepalkan, mukanya merah<br>padam. “Aneh, bukankah sedari tadi saya bicara dengan mereka…apa sebenarnya yang telah terjadi pada diriku?”<br>Berkali‐kali telapak tangnya menepuk dahi, terasa dirinya betapa dungu dalam menghadapi kejadian tersebut.<br>“Lalu, benarkah tadi yang saya ajak bicara Kakang Bayat? Juga Para Sunan? Jika benar tentu mereka tidak akan<br>meninggalkan saya begitu saja?”<br>”Haha…dasar bodoh! Andai mata hati kisanak tidak buta tentu tak seharusnya berbuat sebodoh itu….”<br>“Keparat! Siapa andika?” berputar‐putar mencari pemilik suara, terdengar seakan‐akan menusuk gendang<br>telinganya.<br>“Buanglah yang menyebabkan hati kisanak menjadi buta. Belalakkanlah mata hati kisanak!”<br>“Brengsek! Andika jangan mempermainkan saya! Ayo tampakan wujud Andika pengecut…”<br>“Bukankah tadi saya sudah menasihati kisanak?”<br>“Saya tidak perlu nasihat orang pengecut…”<br>“Kisanak masih belum paham juga…”</div>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-89096322767379722332012-09-15T04:45:00.000-07:002020-04-21T05:48:19.286-07:00Induk Uang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b></b><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjr9T7-frTrwStn93xzYWG3rr0Kli0bVRB0sU7CbE3VBpXVsJ-sv23LVcSlL6RZWSxTRX0lsybE7Z_3x5PghU3dKMcKNdZfNYQ8b2t3JmV57plCFG06UVOQhrR-MXf65isDpFJyBWrhaoSv/s1600/1587473295948115-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjr9T7-frTrwStn93xzYWG3rr0Kli0bVRB0sU7CbE3VBpXVsJ-sv23LVcSlL6RZWSxTRX0lsybE7Z_3x5PghU3dKMcKNdZfNYQ8b2t3JmV57plCFG06UVOQhrR-MXf65isDpFJyBWrhaoSv/s1600/1587473295948115-0.png" width="400">
</a>
</div><br>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="color: #00681c; font-family: "Georgia","serif"; font-size: 11.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rajaryzal kelayang</span></b><span style="color: #555555; font-family: "Georgia","serif"; font-size: 11.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
ra</span><span style="color: #555555; font-family: "Georgia","serif"; font-size: 11.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">jaryzalkelayang@gmail.com<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: large; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bismillahhirrahmannirrahim…..</span></i><br>
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Assallammualaikum
warahmatullahi wa barakatuh….memohon sayafaat penghulu ku Rasullallah SW yang
penuh pelita dan manfaat,momohon ruh bulan suci ramadhan ini ijinkan saya
menuliskan sedikit pengetahuan di blog tercinta kita ini agar paling tidak
sedikit pengetahuan ini tidak saya miliki sendiri,dapat pula saudara suadara
saya yang lain membacanya dan syukur syukur jika masuk dalam logika perpikir
saudara maka tidak ada salahnya di amalkan dan di manfaatkan untuk
memperjuangkan taraf strata hidup per ekonomian kita semua..</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sesuai dengan nama title
di atas yaitu induk uang atau uang berbunyi,aneh memang nama ilmu nya tetapi
memang itu nama yang di berikan oleh orang orang kaya di bumi Sumatra,ilmu ini
bersipat kaji semula jadi uang dengan tidak membawa bawa ayat ayat agama apapun
dengan makna lain ilmu ini adalah plural asli kaji tradisional ruh uang
sehingga saudara suadara yang apapun agamanya jika sudi bersungguh sungguh
menghidupkan kaji ini di batang tubuh dan kehidupan kerja nya sehari hari maka
sedikit banyak reaksi dari kaji ini akan terlihat nyata….sebelum saya buka kan
kaji semula jadi uang berbunyi ini izinkan saya menjelaskan dulu ujung pangkal
dari pengetahuan ini agar tidak terpeleset dan terjerembab kita pada arah
lamunan kaya mendadak/generasi sim salabim yang dulu pernah meruntuhkan sebuah
Negara besar uni soviet….</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kaji ini sangatlah
simple tampa bertele tele dan tampa menggunakan syarat syarat minyak dan
prasarana mistis lain,kita hanya harus mengetahui NAMA INDUKNYA UANG,NAMA
INDUKNYA BERLIAN (batu mulia) dan NAMA INDUKNYA EMAS..dalam makna
sederhana..panggil lah INDUKNYA UANG maka anak anaknya akan ikut
terpanggil,panggillah INDUKNYA INTAN BERLIAN maka anak anaknya akan
terpanggil…kita tidak memerlukan ritual pengangkatan emas terpendam di tempat
tempat keramat,cukup panggil saja induknya emas maka emas emas terpendam itu
akan terpanggil hadir tentu hal ini memenuhi segala kesiapan kita sendiri…</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kaji yang kedua
sesungguhnya uang itu ada ruh nya…tidaklah mungkin jika tidak memiliki ruh uang
tersebut kita tidak akan berbunuh bunuhan hanya karena selembar kertas atau
coin,yang kedua sesungguhnya kekayaan itu/uang itu adalah ghaib (prosesnya
datang nya maksud saya )saya telah berteman dengan puluhan manusia manusia kaya
di asia tenggara ini dan saya coba mengkaji bahwa dari aspek mana mereka bisa
berada pada titik kekayaan tersebut,intelegnsi nya sama dengan kita,school nya
juga sama dengan kita,yang dia makan juga nasi sama dengan kita terkecuali
makannya batter mungkinlah orang kaya itu berbeda dengan kita,gerak kerjanya
juga sama dgn kita bahkan jauh lebih keras kita bekerja lagi..siang malam
banting tulang sedangkan mereka bekerja hanya dalam 6 jam jadi ternyata jelas
lah bahwa yang membedakan mereka kaya dan kita papa adalah mereka memiliki
“kesempatan”nah kesempatan inilah yang ghaib,tidak bisa di akal akal apalgi di
paksa,saya memiliki kesempatan dulu nya memiliki sebuah tanah biasa saja,lalu
tampa di nyana tanah saya di beli CALTEX COMPANY (sekarang cevron) nah
kesempatan di beli oleh perusahaan minyak itulah saya mampu menjadi orag yang
ALLAH titipkan rezeki…kesempatan/peluang seperti inilah yang sungguh sungguh
ghaib,ia datang dari sang maha ghaib..di karenakan proses menjadi kaya itu
ghaib maka kita memerlukan formula formula ghaib untuk menarik kesempatan itu
menghampiri kita dengan tetap menjadikan gerak dan bekerja sebagai panglima
dalam membangun kekayaan tersebut.</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kaji berikutnya (ini
original tradisional nya ) kaji nama induk uang ini saya dapatkan pada tahun
1988 di kampong saya sendiri,pada waktu itu di daerah saya terdapat satu orang
yang sangat ahli dalam spiritual,saya pernah melihat beliau berjalan di atas
air menggunakan sajjadah sembahyangnya selesai berwuduk untuk sholat subuh di
sungai kampong saya (sungai inderagiri )namun yang membuat beliau sangat
terkenal bukanlah kesaktiannya tetapi kekayaannya,dan ahli sedekah,saking
kayanya beliau di beri julukan ORANG KAYA PUNGAI (ORANG KAYA TAMPA CELA
SEDIKITPUN) saking kayanya “maaf” jika kehabisan rokok beliau
menggulung/melinting tembakau dalam lembaran uang kertas lalu di buat
rokok..he.he.he…sekali lagi maaf bukan uhjub tp memang begitu adanya,bahkan
beliau lah yang membangun jalan lintas Sumatra dari kota padang ke pekan baru
Riau di saat riau belum di perhatikan oleh pemerintah pusat…nah saya
berkesempatan menjadi orang terdekat beliau karena beliau adalah guru mengaji
saya dari alif sampai khatam alquran,3 bulan sebelum beliau meninggal,beliau
menyuruh saya pergi ke Bengkulu”untuk mengambil kunci rumah pada salah satu
sahabatnya”pendek cerita kunci itu saya ambil dan berikan pada beliau..lalu
malam itu malam minggu sekitar jam 12 malam beliau mengajak saya untuk memasuki
sebuah pondok/gedung yang sangat besar yang mana gedung itu biasa tempat saya
dan kawan kawan mengaji dengan kunci yang td di ambil dari Bengkulu saya di
suruh membuka pintu sebuah terowongan bawah tanah gedung tersebut” subhanallah
di dalamnya terdapat tumpukan emas batangan bergambar bung karno,dan uang
rupiah serta ringgit Malaysia berkarung karung,insyaALLAH seingat saya ada 176
karung belum lagi yang dalam peti,beliau hanya mengatakan ini harta kita
repuplik Indonesia,nanti jika beliau sudah tidak ada lagi saya di wariskan
untuk memberikannya pada seorang murid beliau di Jakarta dgn nama (xxx)ternyata
orang tersebut saat itu adalah duta besar Indonesia untuk Malaysia (maaf saya
tidak memahami ada hubungan erat dan kerja sama apa Indonesia dgn Malaysia saat
itu )belakangan barulah saya tau bahwa dana itu di gunakan untuk membangun dan
mengirim orang orang kita Indonesia untuk mengisi kekosongan penduduk melayu
Malaysia (waktu itu partai umno/putra jaya,partainya pribumi Malaysia selalu
kalah dalam election/pilkada..nah Malaysia membutuhkan lebih banyak orang
melayu asia untuk menjadi penduduk asli dan pemilih tentunya dalam pilkada
berikutnya dan setelah itu sungguh sampai hari ini penduduk asli pribumi
menjadi penguasa di ibu pertiwinya sendiri)..kembali ke topic keasyikan cerita
ni..he.he.he..setelah itu beliau menyuruh saya untuk mangkhatamkan alquran
sebanyak 40 kali,merujuk pada alquran itu sebenrnya 40 juz…yang 30 tertulis di
kertas alquran,yang 10 lagi berada di tangan nabi,wali dan orang orang biasa
yang mendapatkan amanah,beliau berjanji jika saya sanggup khatam alquran 40 juz
maka akan beliau turunkan dan hidupkan langsung kaji induk uang/uang berbunyi
di batang tubuh saya….alhamdulillah berkat syafaat penghulu ku rasullallah
syarat itu dapat saya penuhi,setelah itu barulah saya di buka kan sebuah kitab
asli bertuliskan melayu tua (tp setelah saya teliti seperti tulisan pada jaman
nabi sulaiman ) lalu beliau bacakan SEBUAH KALIMAT PENDEK BERBAHASA ARAB
CAMPURAN MELAYU LALU DI HEMBUSKAN KE 3 TITIK PADA TUBUH SAYA,SETELAH ITU
BELIAU MENGAMBIL SELEMBAR UANG RUPIAH YANG PALING TINGGI NOMINALNYA (kalau saya
tidak silaf uang 500 rupiah warna biru jaman itu ) di lipat 2 dan di gosok
gosok kan pada 3 titik tadi (TITIK YANG BELIAU GOSOK KAN DI TUBUH SAYA PERTAMA:</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
</span></b><b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">1.OTAK DEPAN/KENING DEPAN</span></b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
</span><b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">2.KEDUA
TELAPAK TANGAN</span></b><b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
</span></b><b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">3.KEDUA TENGAH TENGAH KAKI</span></b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> </span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sambil membaca kan
kalimat campuran arab melayu tadi.sekitar sebatang rokok samsoe lah..setelah
beliau menjelaskan 3 titik itulah yang nanti akan membawa saya pada arah
banyaknya uang,tangan yang telah bangkit induk uangnya akan selalu mengarah
pada pekerjaan pekerjaan yang menghasilkan banyak kesempatan untuk membangun
kekayaan,otak akan selalu berpikir kea rah kerja menghasilkan uang,kaki akan
membawa langkah saya pada arah pekerjaan yang cocok dan akan pada pekerjaan itu
saja saya akan success(the right man in the right place,tidak ada yang sulit
selain kesempatan)tidak bertele tele dan menghabiskan banyak waktu karena
bekerja pada pekerjaan yang tidak cocok ( the right man in the wrong
place).setelah itu selesai barulah saya di suruh pergi ke pasar bacalah kalimat
pendek tadi di depan kedai yang sangat laris,tujuannya adalah saya harus
mendengarkan suara uang berbunyi dalam kotak uang kedai tersebut,agar saya bisa
mengetahui siapa nama induk uang tadi jika gagal maka ilmu tersebut tidak dapat
di pungsikan ( sungsang dari sugesti orang Sumatra ya..biasanya orang dagang di
sumtra selalu berucap “ uang tidak berbunyi” sebagai sindiran dari orang yg
selalu berkata susah atau tidak punya uang)he.he.he….dengan mengucap bismillah
saya mengucapkan dalam hati kalimat yang guru saya tadi berikan,sekitar 1 jam
saya mengucapkannya dan SUBHANALLAH..perlahan lahan saya mendengar suara sangat
ramai dari dalam kantong uang kedai orang itu,suara ramai itu seperti lagi
berdebat dan membujuk kawan kawan lainnya tetapi yang paling jelas suara ramai
itu adalah “mengatakan dan membujuk kawan kawannya yang lain untuk datang
bersama sama kea rah satu nama manusia,karena manusia tadi sangatlah suka ber
zakat rezeki,sepertinya ada satu uang sangat kuat suaranya membujuk dan
berkuasa agar uang uang yang lain datang pada satu nama yg hoby nya ber zakat
rezeki tersebut,lalu saya dalam hati dengan pengharapan penuh kepada ALLAH agar
ada di antara uang yang berbunyi itu terpleset/keceplosan bicara mengatakan
siapa nama nama induk uang tersebut,doa pengharapan saya di khabulkan
ALLAH,tiba tiba uang yang sangat keras suaranya tadi menyebutkan siapa nama
induknya,atas nama induknya itulah uang uang lain diam dan mengikuti ajakan
uang yang suara nya keras tadi….nah berikut saya halalkan ijazahkan berkat
karomah bulan yang sangat suci ini NAMA NAMA INDUK UANG YANG BERBUNYI TADI
beserta bagaimana memnggil anak anak uang yang lain….</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<br></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bismillahhirrahmannirrahim…..berikut
ini nama induk uang yang berbunyi/bersuara tersebut</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ZATUN…BATUN..ILUN</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ZATUN..BATUN..ILUN</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ZATUN..BATUN..ILUN
(saya ingat menghitung suara itu berbunyi menyebut nama ini 33x,setelah itu
tiba tiba hilang hijab suaranya)</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: #E4EEF3; line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in;">
<b><i><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Setelah saya
mendapatkan suara uang tadi…saya pulang dan mengabari kepada guru mengaji saya
dan beliau mengatakan syah itu benar dan sungguh sungguh nama induk uang
seperti beliau dapatkan sewaktu muda dahulu…malamnya beliau menyuruh saya untuk
mandi dan sholat setelah itu beliau hidupkan nama nama induk uang tadi pada
tubuh saya begini lengkap tata cara nya:</span></i></b><b><span style="color: #01435f; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ambillah uang yang
paling besar nominalnya ( harus uang kertas )</span></i></b><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
</span></i></b><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bagi yang muslim sholatlah 2 rakaat,bagi yang non muslim
mandilah dahulu</span></i></b><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br>
</span></i></b><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">setelah sholat atau mandi,uang kertas tadi lipat dua..ujung
lipatan harus sama rata dengan ujung lipatan yang satunya,setelah itu terlipat
jepitlah lipatan uang tersebut dengan kedua ujung telunjuk jari tangan
kita..lalu bacalah kalimat menghidupkan induk uang ini :</span></i></b><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="background-color: #cccccc;"><b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bismillahhirrahmannirrahim</span></i></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="background-color: #cccccc;">hai si lintang pukang
melintang kan zatun<br>
zatun beranak batun binti ilun<br>
kawin ilun karana zatun<br>
hai zatun…batun bin ilun<br>
inang tuhanmu,inang nabi mu<br>
inang ku pinang uang emas intan berlian<br>
berkat aku memakai sumpah pitunang uang<br>
gerak dari ALLAH gerik dari muhammad<br>
kussss…semangat zatun..batun..ilun</span><br>
(untuk saudara saya non muslim..awali kalimatnya dgn aliluya dan gerak dari
bapa di surga gerik dari yesus bersabda)<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">baca kalimat itu
sebanyak 33x setelh itu hembuskan ke uang yang di jepit tadi,setelah selesai
uang tersebut gosok kan ke kening ( tengah tengah lipatan uang tersebut dgn
posisi lurus berdiri seperti kita menggosok kan pisau..sambil di gosok kan
dengungkanlah nama induk uang tadi…zatun..batun..ilun…sampai antum mendengar
suara ramai seperti di pasar..suara nya sangat halus sekali namun telinga kita
akan mendengar suara ramai seperti tengah berbicara,lakukan pada 3 titik uang
tubuh yang telah saya babarkan di atas) setelah itu terdengar,simpanlah uang
tersebut dalam tumpukan uang kita yang lain.nanti uang itu telah menyatu dgn
aroma uang yang lain maka boleh uang tumpukan tersebut di belanjakan….agar ia
mencari kawan kawannya yang lain untuk di ajak/di bawa mendatangi antum…..nah
setelah tahap ini selesai setiap kita bertemu dengan orang lain atau akan
memulai usaha dan mencari kerja bacalah dalam hati kalimat
zatun…batun…ilun secukupnya saja ( di saat membaca nama induk uang ini
biasanya hati kita akan bersuara mengatakan kemana arah uang yang ada untuk
rezeki kita hari ini )<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 18.0pt; margin-bottom: .25in; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: .25in; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><i><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">setelah proses seperti itu selesai guru saya dulu menyuruh saya
bersumpah untuk wajib menjadi orang kaya harta dengan bergerak dan
bekerja,kemiskinan itu ada untuk di lawan bukan untuk di makan,mulai besok
paginya saya di perintah untuk memulai mengerjakan ilmu tersebut,dan
bergeraklah kemana saja,lakukan apa saja dan lihat hasilnya…subhanallah saya
sangat ingat sekali usaha dagang yang pertama sekali saya lakukan adalah
MENJUAL PINANG,saya datangi pohon pinang di hutan hutan tak bertuan lalu saya
kumpulkan pinang2 yang jatuh saja lalu saya keringkan dan saya jual…anehnya
pinang yang tadinya hanya 5 kg awalnya saat saya jual ke pengumpul tiba tiba
menjadi naik 7 terkadang 8 kg (mungkin timbangan orang itu yg salah,dan selalu
seperti itu pada lain tempat penjual )sejak itulah saya menjadikan ilmu uang berbunyi
ini baju di badan saya…saya gunakan selalu hingga saya berada pada posisi aman
sampai sekarang,terkadang lucunya saya kerap mendengar kawan kawan yang dulu
bekerja sama dengan saya berucap “ saya heran setiap dekat dengan bapak ini
uang di kantong saya seperti menagis nangis minta pindah ke kantong
bapak”..ha.ha..ha….dan itu terjadi sangat banyak sekali,hingga kini saya
warning full..jika bertemu dgn saya jangan coba coba bawa uang/proyek
banyak,insyaALLAH tu uang dan proyek antum akan teriak teriak pindah minta ke
rekening saya….ha.ha.ha..ha.. nah silahkan di amalkan jika berminat,bawa ilmu
warisan ini dalam bekerja keras,ilmu seperti ini tidak cocok untuk orang yang
berpola pikir sim salabim pasti tidak akan MANGKUS,dan wajib keluarkan zakat
rezeki sesegera mungkin dari setiap uang yg masuk ke rekening pengamal ilmu
ini….ending dari sharing kita ini saya mewakili keluarga besar kampong bunian
dan sekaligus mewakili jajaran teras pemerintah inderagiri hulu memohon maaf
yang sedalam dalamnya jika tersilaf niat buruk dan tersilat kata,tiada yang
sempurna di maya fana ini apalgi saya yang tiada nyana dan apa apa ini…semoga
kampus wong alus selalu menjadi wadah kita bersosilaisasi…amin ya rabb yang
maha berkehendak….SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA SEMOGA RUH PUASA RAMADHAN
TAHUN INI DAPAT KITA RAIH….SALAM NUSANTARA JAYA.</span></i></b><span style="color: #333333; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-86585224917146657122012-09-15T04:36:00.001-07:002020-04-21T05:52:41.534-07:00kaji alfatihah..by rajarizalkelayang <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #e55564; font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 17.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">kaji
alfatihah..by rajarizalkelayang<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;"><br></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.25in; vertical-align: baseline;"><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkurF1atUNqkXNSTZNd5Q5TgndN68_M_mkjB0P_D1XukOnNhwhNjaVs7SieI79cjJSGTdNk4RvbE62wS3ojc_5IIH07f1knUvXAsiZMf43KmFFfpq0DzV3oLJg3bM7eu3z9Hr81JnS_jai/s1600/1587473560538806-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkurF1atUNqkXNSTZNd5Q5TgndN68_M_mkjB0P_D1XukOnNhwhNjaVs7SieI79cjJSGTdNk4RvbE62wS3ojc_5IIH07f1knUvXAsiZMf43KmFFfpq0DzV3oLJg3bM7eu3z9Hr81JnS_jai/s1600/1587473560538806-0.png" width="400">
</a>
</div><br></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.25in; vertical-align: baseline;"><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.25in; vertical-align: baseline;">
<span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bismilah
ya allah ya muhammad rasulullah abadan abada<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ALFATEHA dalam serat makrifat terjadi
jauh seebelum malaikat,adam dan hawaa serta alam zahir ini di ciptakan,alfateha
adalah kalimat lengkap serta awal dari ucapan makhluk semula awal kepada
tuhannya sebagai rasa menghamba/mengakui bhwa ia hamba dan tuhan itu yang di
hamba/ia yang menyembah dan tuhan yang di sembah,yaitu NUR yang bernama
MUHAMMAD,ALFATEHA adalah reflexi mitologi dari ke absahan pengakuan makhluk
paling awal saat ia mengakui bahwa yang makhluk itu ia (nur muhammad) dan yang
bukan makhluk itu TUHAN ( ALLAH…sebelum bernama ALLAH tuhan bernama xxxx),nah
setelah alfateha itu tercetus kalimatnya oleh nur muhammad namun masih belum
teratur,masih zigzag karena mahkluk awal tadi masih terkejut dengan
kejadiannya,setelah qalam qalamullah mulai menjadi seperti malaikat,ruh dan
nabi adam maka mulailah alfateha ini menjadi penggerak utama dari bio modeling
kejadian kejadian makhluk lain tadi,alfateha mulai terpikirkan oleh makhluk makhluk
tersebut sebagai rangkaian ruh kalimat yang harus di rangkai,nah pada saat
inilah alfateha mulai menjadi cikal bakal,sebab musabab dari bermulanya sipat
sipat serta kejadian makhluk ALLAH tersebut,dengan maksud yang lebih standar
adalah:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“KAJI PERTAMA: SAAT ALFATEHA ITU DI
SUSUN BERDASARKAN SUSUNAN RUH YANG INDAH BAIK DAN TEPAT DI SAAT ITU PULA
MENJADILAH BEBERAPA BENTUK DARI ALAM SEMESTA INI,MAKSUD SAYA SAAT AYAT PERTAMA
ALFATEHA DI BENTUK DENGAN DI SUSUPI RUH NYA MAKA TERBENTUKLAH SUSUNAN GEOMETRIS
LANGIT PERTAMA DAN SUSUNAN BIO COLLECTIV SUSUNAN ZAHIR OTAK NABI ADAM DENGAN
LENGKAP,PINTAR BERAKAL DAN SEMPURNA.DENGAN BEGITU MAKA OTAK NABI ADAM tentu
juga semua manusia adalah sedulur,selahir dengan ayat alfateha yang pertama,NAH
JIKA KALIMAT AYAT INI TERGANGGU ATAU TIDAK TERBACA OLEH MANUSIA MAKA AKAN
SANGAT BERPENGARUH KEPADA OTAK MANUSIA TERSEBUT.(ini kunci ilmu ibu alfateha
tersebut)</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“KAJI YANG KEDUA: ALFATEHA ITU SETELAH
LENGKAP TERSUSUN DI ALAM MALAKUT IA DI SUMPAH BAHWA ENERGY NYA AKAN MENYELAMATKAN
SIAPA SAJA YANG MEMBACANYA DENGAN PENUH LENGKAP DAN ISTIQOMAH,NAH JIKA ADA
SEORANG ANAK CUCU NABI ADAM MEMBACA ALFATEHA LALU IA BELUM SEMPAT MELENGKAPI
AYATNYA KARENA TERGANGGU OLEH PERKARA LAIN MAKA AKAN TERGANGGULAH SELURUH
ROTASI PERPUTARAN MUKA BUMI INI,MAKA ALAM SEMESTA AKAN KACAU BALAU,MEMORI
SELURUH MAKHLUK AKAN TERGANGGU.MAKA OLEH ITU SESIAPA YANG MEMBACA ALFATEHA MAKA
IA AKAN DI SELAMATKAN DARI SEGALA KEJAHATAN SAMPAI IA SELESAI MEMBACA LENGKAP
PENUH AYAT ALFATEHA TERSEBUT OLEH KHODAMUS SERTA ALAM SEKITARNYA.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“KAJI YANG KE TIGA”: SESUNGGUHNYA
SESIAPA YANG SALAH SEDIKIT SAJA BUNYI TAJWID MEMBACA ALFATEHA MAKA SESUNGGUHNYA
IA TELAH MENGUNDANG 9 ANAK CUCU SYEITHON UNTUK HADIR DAN BEKERJA UNTUKNYA,SEBAB
DI DALAM ALFATEHA ITU ADA NAMA 9 ANAK SYEITHON JIKA KITA TERSALAH BUNYI
MEMBACANYA,SEPERTI ” IYYA KANAQ BUDHU WA IYYA KANASTAIN” JIKA TERSEBUT
KANASSTAIM, MAKA TAIM ITU ADALAH ANAK SYEITHON DARI GOLONGAN JIN THAHIT.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">CONTOH YANG KEDUA ADA PADA KALIMAT
“IYYA KANAQ BUDHU” JIKA TERSEBUT BUNYI “IYA KANAQ BUHDU” IYYA MENJADI,IYA” MAKA
ARTINYA BUKAN LAGI PADA ‘KEPADA MU YA ALLAH KAMI MENYEMBAH tetapi MENJADI
KEPADA MU YA MATAHARI KAMI MENYEMBAH” ( dahulu jaman jaman lagi maraknya dukun
santet,saya pernah bertemu seorang ahli santet yang ia menggunakan santet nya
hanya dengan membaca alfateha tetapi alfateha nya di salah salahkan
bunyinya,agar yang berbunyi memanggil nama anak anak syeithon)</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“KAJI YANG KE EMPAT: 7 ayat alfateha
itu sesungguhnya berada dan berbentuk dalam serat bagian tubuh manusia,ia
menjadi qursani dan hamiyyah(besi semula jadi dan api tubuh manusia) ayat
tersebut berada terpencar pencar di dalam 7 bagian tubuh manusia,jika ke 7
kalimat alfateha ini yang berada pada 7 bagian tubuh manusia tersebut dapat di
connect kan maka ia akan menghasilkan dentuman energy nyata yang sangat besar,
sesungguhnya TENAGA DALAM YANG MAMPU MEMENTALKAN BENDA MATI, TAMPA EMOSI, ORANG
YANG MAMPU MENGELUARKAN SERANGAN API DARI TUBUHNYA, MAMPU MELAYANG DI UDARA
ATAU BERLARI SECEPAT ANGIN, ATAU MENGGUNAKAN ILMU GAYUNG JANTUNG (ilmu gayung
adalah ilmu pukulan jarak jauh yang mampu membuat lawan putus jantungnya
seperti di gunting) itu semua adalah bentuk nyata dari qursani dan hamiyyah
tubuh yang ter focus oleh 7 ayat alfateha yang telah connect/terhubung
tadi….sayangnya sangat banyak orang kita muslim sekarang yang ke 7 ayat
alfateha di batang tubuhnya ini masih berpencar/terputus putus satu dengan yang
lainnya sehingga tidak dapat merasakan manfaat khasiat dari alfateha yang ia
baca atau amalkan, saya terkejut saat 1 tahun lalu datang ke salah satu biara
shaolin temple di inggris miliknya Mr wong karena hendak mendalami THAI CHI
COMBAT DAN CHI KUNG salah satu peserta di situ anak muda dari brebes jawa
tengah mampu menghantam dan melontarkan meja besi jarak jauh tanpa menyentuh
tanpa menggunakan olah pernapasan tenaga dalam,lalu ia sudi membeberkan sedikit
rahasianya bahwa ia mengkaji dan belajar menggabungkan/meng connectkan 7 ayat
dalam alfateha tersebut di tubuhnya dan setelah connect energy bio atom itu lah
yang ia picu untuk di hantamkan ke benda mati tanpa olah napas apapun
(bertambah keimanan saya pada alfateha).</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">baiklah berikutnya akan saya ijzahkan
tehnik serta tata cara menggabungkan ke 7 ayat alfateha yang terpencar pencar
dalam batang tubuh kita tadi beserta tata cara menggunakan induk alfteha
ini,tentu dengan struktur yang telah saya dapat dari fenomena saya khatam tadi</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT YANG PERTAMA TERSIMPAN PADA SERAT
TUBUH TENGKORAK KEPALA MANUSIA,</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">jika ayat ini di control dan di daya
gunakan seperti di preteli dan di utak atik oleh orang lain maka akan ber efect
mengganggu system syaraf serta mempengaruhi sifat serta kebiasaan organ bagian
tubuh yang di jaga oleh tengkorak kepala tersebut, namun jika bio energy nya
mampu di connect kan pada ayat tubuh yang lain maka reaksi sangat postive dapat
si pengamal raih.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT YANG KEDUA ALFATEHA TERSIMPAN PADA
SERAT TUBUH BAGIAN JANTUNG</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">jika ayat ini tidak tersambung/di utak
atik atau di baca zigzag maka akan sangat berpengaruh pada seluruh reaksi
jantung dan jiwa, orang yang tadi sangat bahagia bisa tiba tiba menangis
meraung raung tanpa sebab, jiwa yang sakit jika mampu di connectkan dengan ayat
ini dengan 7 ayat lainnya maka akan mampu memproduksi energy ketenangan luar
biasa nyata pada jiwa nya, dan jika ayat ini di utak atik maka organ jantung
nya bisa terlepas dari untaian, ini jualah yang di lakukan oleh praktisi ilmu
gayung bathin atau gayung api (membuat jantung lawan terputus).</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT YANG KETIGA tersimpan dalam serat
tubuh bagian bahu sampai telapak tangan sebelah kanan</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT YANG KE EMPAT tersimpan di serat
tubuh bagian bahu sampai telapak tangan kiri</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT ALFATEHA YANG KE LIMA tersimpan
pada serat tubuh bagian kaki kanan</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT ALFATEHA YANG KE ENAM tersimpan
pada serat tubuh bagian kaki kiri dan</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">AYAT ALFATEHA YANG KE TUJUH tersimpan
pada serat tubuh bagian zakar/kelamin ( jika ayat ke 7 ini mampu di connect kan
dengan ayat yang lain sangat ampuh dan efective untuk media solusi bagi yang
sudah berkeluarga namun belum mendapatkan keturunan).</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ketujuh ayat surat alfateha ini jika ia
mampu mengalirkan energy dengan connecitas yang stabil maka seluruh inti sari
serat ruh serta energy dari alfateha itu sangat berfungsi nyata untuk berbagai
keperluan,ia menjadi tonggak tunggal dari media penyelesaian masalah dalam
hidup ini. namun jika ia di putus maka terputus jualah sebab sebab dari
kejadian yang bersamaan dengan nnya tadi sehingga bagian tubuh yang tersimpan
serat tersebut akan goncang dan tidak dapat lagi di fungsikan sesuai dengan
kehendak si pemilik tubuh,ia akan bergerak dan bertindak di luar control tanpa
di sadari oleh si pemilik tubuh…</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">BERIKUT TATA CARA MENG CONNECT KAN KE
TUJUH AYAT ALFATEHA YANG TERSIMPAN BERPENCAR DI BATANG TUBUH MANUSIA (menurut
ijazah yang saya dapat bahwa jika ke tujuh ayat ini belum mampu connect/tergabung/menyambung
satu dengan lainnya maka energy dari ibu alfateha ini sangat sulit untuk di
aplikasikan pada berbagai keperluan zahir maupun bathin:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">-ambillah air hujan/tampunglah air
hujan biasa dengan menggunakan wadah dari plastic, air hujan yang saya maksud
adalah air hujan yang pertama sekali hujan setelah minimal 3 hari tidak
hujan,tampungnya jangan terkena bahan lain dalam artian air hujan yang jatuh
tersebut jangan di tampung dari tetesan daun,pohon atau atap rumah,tampunglah
air tersebut dengan tidak terkena bahan lain ( seperti membuat air battre/AKI
).</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">setelah di dapat air hujan murni dari
zat lain tersebut, pada jam 11 malam (boleh hari apa saja) ambillah wudhuk lalu
sholatlah 2 rakaat bagi yang tidak sholat silahkan langsung duduk berzikir
saja, nah setelah selesai sholat letakkan air hujan tersebut dalam piring yang
juga terbuat dari plastic,lalu lakukan zikir tehnik seperti ini:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">DENGAN DI DAHULUI BISMILLAH DAN
SYAHADAT BACALAH SURAT AL-FATH ayat terakhir sebanyak 7x lalu di lanjutkan ayat
alfateha yang pertama sebanyak 1x dengan posisi tangan memegang tengkorak
kepala maksud saya kedua telapak tangan tempelkan ke pada kedua telinga seperti
saat kita azhan.(lihat surat AL-FATH ayat terakhir tersebut akan terdapat semua
huruf dari ALIF sampai YA berada pada satu ayat tersebut, ini ayat yang sangat
lengkap karena semua huruf alquran berada lengkap pada satu ayatnya).</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">LANJUTKAN DENGAN AYAT YANG KEDUA SAMPAI
AYAT KE TUJUH SURAT ALFATEHA TERSEBUT DENGAN TEHNIK YANG SAMA SEPERTI DI
ATAS,DENGAN POSISI DUDUK SEPERTI INI:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KEDUA POSISI KEDUA TANGAN
MEMEGANG/MENDEKAP JANTUNG</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KE TIGA POSISI TANGAN KANAN
DAN MELINTANG MENEMPEL PADA PERUT DAN TANGAN KIRI LURUS BIASA SAJA</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KE EMPAT POSISI TANGAN KIRI
MENDEKAP MELINTANG DI PERUT DAN TANGAN KANAN LURUS BIASA SAJA</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KE LIMA KAKI KANAN MELINTANG
BERSILA DAN KAKI KIRI LURUS MEMBUJUR</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KE ENAM KAKI KIRI YANG
MELINTANG BERSILA DAN KAKI KANAN LURUS MEMBUJUR</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PADA AYAT KE TUJUH SAMPAI AMIN BAGIAN
SELANGKANGAN/KELAMIN KENCANGKAN DENGAN MENAHAN NAPAS,ingat saya katakan
kencangkan bukan tegangkan..ntr malah terkena pasal pidana pencabulan
lagi,hehehe..jadi saat membaca tehnik yang saya tulis tersebut tahanlah napas
bukan oleh napas.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">setelah itu selesai hembuskan napas
tujuh kali pada air hujan dalam piring plastic tadi,lalu simpan dulu air hujan
tersebut,lakukan tehnik connecsitas tersebut selama 7 malam berturut turut
dengan tehnik yang sama dan jam yang sama pula. nah saat nanti selesai tujuh
malam maka gunakanlah air hujan tersebut untuk mandi pada sore hari (campur
dengan air mandi biasa) sebelum mandi bacalah alfateha tujuh kali dengan
membaca ber HARAKAT, ada 7 harakat dalam alfateha tersebut jangan di baca
seperti membaca koran.nah setelah itu selesai si pengamal ibu alfateha ini
sudah dapat menggunakan energy inti sari dari ruh alfateha ini seperti contoh
berikut:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">TATA CARA MAKRIFAT PENGGUNAAN YANG
PERTAMA:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bacalah bismillahhirrahmnnirrahim</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">syahadat 1x</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">alfateha sampai pada kalimat ”iyya
kanaq budhu waiyya kanastain”…! stop smpai pada kalimat ini lalu sambung dengan
niat (tidak akan tersambung alfateha ini sebelum si (nama target) datang kepada
ku membayar hutangnya)</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">NB: jangan di sambung alfateha yang
tadi kita baca sebelum si penghutang datang membayar hutangnya (namun jika
dalam sholat alfateha yang dibaca wajib harus penuh sampai amin,intinya
alfateha yang telah kita niatkan untuk menghantam si penghutang tadi saja yang
tidak akan kita sambung sebelum niat nya terkabul.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">TATA CARA YANG KEDUA:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">tata cara ini kalau merujuk pada bahasa
sesepuh kwa di namakan BOSSTER keilmuan seperti contoh saya selalu melakukan
tehnik seperti ini:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bismillahhirrahmannirrahim</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">syahadat 1x</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">alfateha dari awal sampai “iyya kanaq
budhu waiyya kanastain” lalu saya sambung dengan kalimat” besi lah bebismillah,
bismillah karena aku,aku karena ALLAH”..dst, lalu baru saya tes tembak si orang
yang tadi saya isikan sumpah serapah besi” setelah nyata tidak luka tubuhnya
oleh pelor barulah saya sambung kembali alfateha tersebut, mulai dari baca awal
sampai amin, dan ucapkan syukur pada gusti ALLAH bahwa doanya telah terkhabul.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">TATA CARA KE TIGA:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">bismillahhirrahmannirrahim</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">syahadat 1x</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">alfateha dari awal sampai “iyya kanaq
budhu waiyya kanastain” lalu tambah niat (tidak akan saya sambung alfateha ini
sebelum saya selamat aman sampai di rumah kembali) dan berangkat lah keluar
rumah untuk mencari rezeki di bumi ALLAH yang luas ini, selama alfateha itu
belum tersambung tidak akan ada satu makhluk pun yang mampu mencelakai/menipu
si pengamal,karena jika alfateha tidak tersambung di baca oleh anak cucu adam
maka terputuslah sebab akibat, qodo dan qadar dari rotasi alam semesta ini, ayo
mana lebih penting menyelamat kan qodo alam semesta dari pada satu niat dan
kesempatan dari mahkluk lain yang berniat jahat. biasanya sepengalaman saya
tidak ada satupun manusia yang mampu menahan gempuran penjaga alfateha ini,
jika ia di baca setengah dengan niat karena sebab si (target belum membayar
hutangnya atau yang lainnya) ingat sangatlah penting bagi penjaga khodamus
surat alfateha menyelamatkan si pembaca alfateha yang baru setengah tadi
alfateha terbaca utuh sehingga kekuatan ruh alfateha dan rotasi alam semesta
dapat berlangsung seperti yang telah di qadar kan.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">-untuk penggunaan lain silahkan
tambahkan saja niat sesuai dengan kondisi masalah yang tengah kawan kawan
hadapi, medianya boleh ilmu sendiri, boleh juga ranting kayu di jalanan jika
ingin selamat dari serangan orang demo, senjata lawan juga mampu di tumpulkan
dengan tehnik ibu alfateha ini, tenaga lawan pun yang menyerang dengan bringas
juga akan tawar, lumpuh lemah jika di gunakan penawar dengan tehnik seperti di
atas.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">-sepengalaman saya menggunakan makrifat
ibu alfateha ini hampir semua kegiatan zahir dan bathin serta ekonomi yang
mampu energy nya mediasi, tinggal kawan kawan saja memahami inti makrifatnya
dan menggunakannya dengan sungguh sungguh.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">SANGAT PENTING: setelah terkhabul niat
serta ilmu nya dengan menggunakan tehnik ibu alfateha ini maka ingatlah jangan
lewat dari 7 jam alfatehanya harus segera di sambung karena jika terlewat akan
sangat berisiko sangat tinggi bagi organ tubuh si pengamal..!</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">NB: ada ratusan lagi kaji makrifat dari
penggunaan serta pemahaman dari alfateha ini yang saya tidak dapat tuliskan di
blog tercinta ini karena teramat panjangnya kaji sehingga tentu di luar batas
standarisasi penulisan blogger,selain itu sesepuh yang lain juga sangat saya
yakini dapat menularkan kaji makrifat alfateha yang jauh lebih tinggi dari yang
saya tulis ini.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">TATA CARA CONNECTION KE 7 AYAT ALFATEHA
YANG TERPENCAR PENCAR TERSEBUT:</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">cara yang kedua ini dapat di lakukan
langsung dengan bersalaman dengan NABI KHAIDIR atau saya, dengan cara ini jika
saya yang menyalami?tehnik bersalaman maka kemungkinan akan saya ketahui bahwa
ke tujuh ayat itu sudah terhubung satu sama lain atau belum karena biasanya
jika sudah terhubung reaksi nya sangat nyata berupa sengatan listrik yang
lumayan besar terasa mengalir di tangan saat bersalaman, listrik yang mengalir
sangat nyata dan bukan karna sugesti atau aliran rasa rasa dan kira kira
saja,selain itu biasanya alat alat electronik akan mati/off sendiri dalam
beberapa menit setelah selesai akan hidup lagi(bukan rusak alat alatnya tetapi
off sebentar saja) ini terjadi bukanlah karena khodam ataupun jin dari ayat
tersebut tetapi radar konsleting frekwensi dari terhubungnya serat sari pati
dari ruh ayat ayat alfateha tadi dalam tubuh manusia ( baca jg buku air
electric penemuan prof TESLA saingannya thomas alva edison) bahkan cara seperti
ini termasuk cara seperti di atas meng connect kan sendiri akan sangat efective
membangunkan “diri yang sebenar dirinya” ( biasanya saat ke 7 ayat alfateha itu
terhubung dalam serat organ tubuh manusia maka secara outomatic diri yang
sebenar dirinya akan bangun sehingga ia akan merasakan satu fenomena kehidupan
berpikir yang jauh lebih sehat, matang tenang dan dapat mengendalikan ke arah
mana tujuan hidupnya harus ia tempuh.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">namun cara yang kedua ini sangat lah
sulit untuk di lakukan selain kita sama sama memiliki kerja dan kewajiban
masing masing,yang mengikat kita akan waktu bertemu tentu juga bertemu nabi
khaidir tadi memerlukan pikiran yang bersih, saya pun bertemu beliau
kemungkinan besar hanya karena waktu itu saya masih muda belia dan tinggal di
kampung,jaman sekarang kita kita yang sudah hidup di kota dan di penuhi oleh
kontaminasi modern terkadang membuat hati kita sdh di susupi tipu daya dan iri
dengki,kemungkinan ini lah yang membuat kita rawan gagal bertemu beliau.</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">nah saya RAJA RYZAL
KELAYANG.Ms.F.MH,dengan sadar sesadar sadarnya, rela ikhlas telah mengijazahkan
apa yang saya tau kepada kawan kawan sebangsa dan setanah air,sehingga jika
esok hari kawan kawan saya menurunkan kaji ini kepada anak cucu atau yang
lainnya maka SYAH karna lillahi ta”ala mendapatkan kaji ini dari berguru kepada
manusia yaitu saya,bukan di dapat dari buku buku mujarobat tepi jalan atau dari
curi curi copy paste di internet.SYAH KHABUL MAGHBUL BARAKATI LILLAHI
TA’ALA..ammiin</span></b><span style="font-family: "inherit","serif"; font-size: 8.5pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.25in; vertical-align: baseline;">
<br></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-62574696889827018672012-08-03T12:44:00.003-07:002015-05-26T22:02:00.368-07:00Ilmu Kembar Siam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<div style="background: #240F82; line-height: 16.5pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in;">
<span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"><br />
<span style="background: white;">
MEMBUKA
SERAT MAKRIFAT ILMU KEMBAR SIAM</span><br />
<br />
<span style="background: white;">
Bismillahhirrahmannirrahim...assallammualaikum kepada sahabat</span><br />
<span style="background: white;">sahabat semua,terutama kepada para pencari
kalimat semula jadi</span><br />
<span style="background: white;">kebathinan di blog pribadi saya yang sederhana ini,semoga
kita selalu</span><br />
<span style="background: white;">bersyukur kepada ALLAH tuhan semesta alam karna
telah di lahirkan ke</span><br />
<span style="background: white;">ranah bangsa indonesia ini,bangsa yang memiliki
berbagai keunikan dan</span><br />
<span style="background: white;">media solusi hidup yang terawat dan terjaga dari
nenek moyang kita</span><br />
<span style="background: white;">yang sangat kita hormati,sungguh saya telah
mendatangi sebagian dari</span><br />
<span style="background: white;">belahan negara di muka bumi sehingga terasalah
jelas dan zahirnya rasa</span><br />
<span style="background: white;">kebanggaan memiliki bangsa yang terbesar di
dunia dengan suku suku dan</span><br />
<span style="background: white;">bahasa serta budayanya,bahkan kita meng ungguli
bangsa India dan china</span><br />
<span style="background: white;">yang konon suku dan budaya nya lebih tua dari
indonesia.</span><br />
<span style="background: white;">nah berikut ini saya mencoba untuk berbagi
sedikit warisan pengetahuan</span><br />
<span style="background: white;">dari nenek moyang kita indonesia,karena memang
pengetahuan ini saya</span><br />
<span style="background: white;">dapatkan dari pembukaan hijab oleh ibu kandung
saya sendiri,berawal</span><br />
<span style="background: white;">pada suatu masa saya mengagumi rona kasih ibu
sya,dengan rona</span><br />
<span style="background: white;">pengasihan yang beliau ketahui mampu menaklukan
segerombolan perampok</span><br />
<span style="background: white;">yang ber ilmu tinggi,hanya dengan sekali senyum
indah dari beliau 16</span><br />
<span style="background: white;">permpok bersenjata lengkap bertekuk lutut meminta
kasih dan cinta</span><br />
<span style="background: white;">sehingga bertobat dari dunia bajak laut cina
selatan,serta menyerahkn</span><br />
<span style="background: white;">semua jimat jimat kesaktiannya saat itu juga (
kejadian ter record</span><br />
<span style="background: white;">koran di malaysia dgn title"bertekuknya
lutut penyamun laut cina</span><br />
<span style="background: white;">selatan thn 90 an ).o iya waktu itu ibu saya di
undang sebagai duta</span><br />
<span style="background: white;">keluarga kerajaaan melayu riau pada kerajaan
brunei darussalam.</span><br />
<span style="background: white;">berbulan bulan setelah kejadian itu barulah saya
berani bertanya"ilmu</span><br />
<span style="background: white;">apakah yang bunda pakai sehingga mampu
mengalahkan kesaktian para</span><br />
<span style="background: white;">penjahat tersebut,padahal saya tau selama ini
ibunda saya anti mistis</span><br />
<span style="background: white;">walaupun beliau di lahirkan di bumi yang sangat
mistis..he.he.."beliau</span><br />
<span style="background: white;">menjawab "ketahui lah ananda bahwa tiada
ilmu yang paling sakti pada</span><br />
<span style="background: white;">keduniawian selain ilmu pengasihan,kelak jika
kamu telah dewasa</span><br />
<span style="background: white;">jadikan lah ilmu pengasihan benteng terakhir
dari tubuh mu,pelajari</span><br />
<span style="background: white;">ilmu kebal...silahkan,pelajarilah ilmu bela
diri..silahkan,pelajarilah</span><br />
<span style="background: white;">ilmu ghaib apapun silahkan,kelak saat ilmu kebal
mu bocor kamu masih</span><br />
<span style="background: white;">bisa melawan dgn ilmu bela diri dan jika seni
beladiri lawan mu lebih</span><br />
<span style="background: white;">hebat dari jurus2 mu maka kamu hnya akan mmpu
mengalahkannya dengan</span><br />
<span style="background: white;">menimbulkn cinta ksih,maka ia pasti
kasih....lalu saya bertanya,"apa</span><br />
<span style="background: white;">kalimat ilmu tersebut ibunda"...? beliau
menjawab yaitu kalimat yang</span><br />
<span style="background: white;">di ucapkan oleh nabi yusuf...!</span><br />
<span style="background: white;">langsung saya berkata dengan sedikit
meremehkan.." ooo itu pasti surat</span><br />
<span style="background: white;">yusuf....izd qola yusufu..dst"...anehnya
ibu saya malah tertawa sambil</span><br />
<span style="background: white;">berucap"he.he...yang kamu ucapkan itu kulit
nya bukan isinya lalu</span><br />
<span style="background: white;">beliau menjelaskan asal mula ilmu ini akar
muakar kajinya seperti ini</span><br />
<span style="background: white;">:</span><br />
<span style="background: white;">"banyak orang berkira kira dan menduga
bahwa jika ingin menguasai ilmu</span><br />
<span style="background: white;">pengasihan maka amalkanlah surat yusuf atau doa
yusuf yang ayatnya</span><br />
<span style="background: white;">"izd qola yusufu li abihi dst...."
sekarang timbul pertanyaan,benarkah</span><br />
<span style="background: white;">ayat itu yang di amalkan oleh nabi yusuf
sehingga ia memiliki AURA</span><br />
<span style="background: white;">KETAMPANAN DAN AURA PENGASIHAN YANG TERAMAT
DASHYAT...?( perlu di</span><br />
<span style="background: white;">ingat yang membuat wanita itu tergila gila
kepada nabi yusuf bukan</span><br />
<span style="background: white;">pada wajahnya tapi AURA WAJAHNYA ITU yang
membuat lawan jenis tergila</span><br />
<span style="background: white;">gila).</span><br />
<span style="background: white;">bukankah ayat dan surat yusuf itu hanya
menjelaskan bahwa ada seorang</span><br />
<span style="background: white;">nabi ALLAH yang menimbulkan fenomena besar aura
ketampanannya pada</span><br />
<span style="background: white;">jaman itu...? hukum sebab akibatnya ayat atau
wahyu akan turun setelah</span><br />
<span style="background: white;">kejadian berlangsung/terjadi...?bermakna bukan
ayat itu yg nabi yusuf</span><br />
<span style="background: white;">baca sehingga menimbulkan aura pesona yang
memukau,karena jelas secara</span><br />
<span style="background: white;">firman ALLAH bahwa surat itu turun setelah nabi
yusuf mempesona,maka</span><br />
<span style="background: white;">jelaslah oleh kita BAHWA surat yusuf adalah
surat yang menjelaskan</span><br />
<span style="background: white;">kegantengan dan kejadian nabi yusuf BUKAN surat
yang membuat nabi</span><br />
<span style="background: white;">yusuf mempesona ( mhn maaf kepada kawan2 handai
taulan yang telah</span><br />
<span style="background: white;">mengamalkan dan mengatakan bahwa ayat yusuf itu
lah ilmu pengasihan ).</span><br />
<span style="background: white;">BERARTI ADA KALIMAT ATAU AYAT YANG NABI YUSUF
SELALU AMALKAN SEHINGGA</span><br />
<span style="background: white;">IA MEMANCARAKAN AURA PESONA YANG MEMUKAU LAWAN
JENIS,setelah ia</span><br />
<span style="background: white;">mengalami berbagai kejadian yang membuat lawan
jenis terpesona barulah</span><br />
<span style="background: white;">turun wahyu/ayat yusuf tersebut....ayat itu
menjelaskan nabi yusuf</span><br />
<span style="background: white;">yang memiliki daya pesona..!!!bukan karomah dari
surat yusuf yang</span><br />
<span style="background: white;">menimbulkan aura pengsihan di tubuh nabi
yusuf..lalu apa doa atau</span><br />
<span style="background: white;">kalimat yang nabi yusuf amalkan...?</span><br />
<span style="background: white;">ibunda saya menjawab" kalimat itu terdapat
dalam rangkaian doa setelah</span><br />
<span style="background: white;">sholat dhuha (jika jaman sekarang)coba lihat
surat yusuf yg artinya</span><br />
<span style="background: white;">pada kalimat "wnita2 itu menjawab,sungguh
ini malaikat tuhan,sehingga</span><br />
<span style="background: white;">teriris lah jari jemari wanita wanita tersebut
saat mengiris</span><br />
<span style="background: white;">bawang/rempah rempah.....nah disini kunci awal
kalimat pengasihan nabi</span><br />
<span style="background: white;">yusuf tersebut,kebiasaan wanita wanita arab
memasak dan mengiris</span><br />
<span style="background: white;">bawang itu rupanya memang pada jam 9 pagi dan
jam 8 malam saja,itu</span><br />
<span style="background: white;">sesuai dengan waktu nya sholat dhuha dan memang
nabi yusuf baru saja</span><br />
<span style="background: white;">keluar kamar selesai berdoa kepada ALLAH saat
kejadian luka melukai</span><br />
<span style="background: white;">jari jemari itu terjadi..he.he..(bhasa gaul
dikit ye ) zulaikha</span><br />
<span style="background: white;">berbisik kepada sahabat2 wanitanya,kita tunggu
dia kelur dari kamar</span><br />
<span style="background: white;">karena kebiasaannya berdoa pada jam jam segini (
saya pkai bahasa yg</span><br />
<span style="background: white;">gaul lagi ya biar simple ).nah coba buka lagi
buku sholat dhuha di</span><br />
<span style="background: white;">lembari kita masing masing,lihat dan teliti apa
yang paling khusus dan</span><br />
<span style="background: white;">berbeda pada kalimat doa tersebut,coba juga
lihat pada ayat qursy dan</span><br />
<span style="background: white;">doa nurbuwat...jika kita teliti maka kunci dari
doa yang membuat nabi</span><br />
<span style="background: white;">yusuf memancar aura pesona pengasihannya pasti
ketemu....! nah berikut</span><br />
<span style="background: white;">ini saya buka kan kalimat ilmu kembar siam dari
ibunda saya tersebut :</span><br />
<br />
<span style="background: white;"> bismillahu
zaitul bauti</span><br />
<span style="background: white;">(xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx ) itu kunci
pengasihan kembar siam cari</span><br />
<span style="background: white;">sendiri di ayat yg saya katakan tadi</span><br />
<span style="background: white;">rupaku tajoli rupa ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">aku semula jadi cermin ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">bercermin aku bercermin ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">bercahaya aku bercahaya ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">rusak rupa ku rusak rupa ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">yang merusak rupa ku di kutuk ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">inna anna aulia lillahi..(nama sendiri) kuk alif
semula</span><br />
<span style="background: white;">jadi,menjadilah kau
(cinta/gila/mabuk/kasih/lari/lumpuh atau yg</span><br />
<span style="background: white;">lainnya)</span><br />
<br />
<span style="background: white;">aplikasi nya:</span><br />
<span style="background: white;">jika kalimat ini dimasukkan ke minyak rambut
maka jadilah minyak</span><br />
<span style="background: white;">senyongnyong/minyak pelet si palit gila</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan waktu bercerimin di kaca cermin
maka jadilah pesona wajah</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan ke senjata maka malu lah senjata
merusak/melukai kulit</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan ke makanan maka jadilah
kecanduan makanan ( utk buka restoran)</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan pada suami istri yg bertengkar
maka bersatulah mereka</span><br />
<span style="background: white;">jika tidak di kutuk ALLAH mereka</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan pada tempat keramat maka
berkasih sayanglah komunitas</span><br />
<span style="background: white;">jin kepada kita</span><br />
<span style="background: white;">jika di ucapkan dalam hati setiap pagi maka ia
menjadi daya serba jadi</span><br />
<br />
<span style="background: white;">berikutnya : jika kunci kalimat tadi di hidupkan
di batang tubuhnya</span><br />
<span style="background: white;">maka ia mampu membuat bola lampu biasa redup
sinarnya jika di letakkan</span><br />
<span style="background: white;">bersandingan di samping wajah si pengamal
ilmukembar siam ini ( redup</span><br />
<span style="background: white;">karena takut merusak/melebihi rona ALLAH dalam
wajah manusia )</span><br />
<br />
<span style="background: white;">TUJUAN SAYA MEMPOSTING PENGETAHUAN INI :</span><br />
<span style="background: white;">tiada kalimat setinggi kalimat kasih,tiada ilmu
setinggi ilmu</span><br />
<span style="background: white;">kasih,tiada sakti selain ilmu pekasih,tiada
kesuccessan</span><br />
<span style="background: white;">harta,bisnis,sosial tampa di lambari sipat
pengasih karna sesungguhnya</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH telah melihatkan tunjuk ajar kepada kita
tentang ilmu apa di</span><br />
<span style="background: white;">muka bumi ini yang paling tinggi dan paling di
butuhkan oleh manusia</span><br />
<span style="background: white;">yaitu dengan mengawali semua doa kepada NYA dengan
kata</span><br />
<span style="background: white;">kasih...kasih..kasih..kasih..kasih
sipatullah..kasih</span><br />
<span style="background: white;">kalammullah..kasih harta ALLAH...</span><br />
<span style="background: white;">nah jika ada yg memplesetkan pengetahuan ini
kepada tujuan lain selain</span><br />
<span style="background: white;">tujuan kasih maka segala sumpah dan kutuk ALLAH
mereka tanggung dewe</span><br />
<span style="background: white;">dewe...semoga kampus wong alus tetap jaya,raya
mardeka...! amin ya</span><br />
<span style="background: white;">rabb yang maha berkehendak.</span><br />
<br />
<span style="background: white;">Bi"ismillahirahmannirrahim..berikut catatan
pribadi saya tentang kaji</span><br />
<span style="background: white;">semula jadi dari kalimat kembar siam tersebut:</span><br />
<br />
<span style="background: white;">hakikat sesungguhnya dari kalimat sebathin ilmu
kembar siam ini adalah</span><br />
<span style="background: white;">kalimat yang ber makrifat kepada ALLAH langsung
sendiri saja tampa</span><br />
<span style="background: white;">memasuk kan sipat dari zat tersebut,kalimat
dalam kembar siam ini</span><br />
<span style="background: white;">adalah kalimat yang sangat originally dari
pengetahuan makrifat yang</span><br />
<span style="background: white;">menjelaskan tentang siapa ZAT dan siapa yang
sesungguhnya</span><br />
<span style="background: white;">SIPAT,pengetahuan tentang mana yang zat dan mana
yang sipat dalam</span><br />
<span style="background: white;">tubuh tuhan itu sendiri adalah satu pengetahuan
tertinggi yang hanya</span><br />
<span style="background: white;">di ketahui oleh orang orang tertentu seperti
seorang manusia bernama</span><br />
<span style="background: white;">nabi khaidir......kenapa saya menyiratkan
pengetahuan tentang ZAT dan</span><br />
<span style="background: white;">siapa yang sipat adalah hal tertinggi dalam
intelegensi manusia,baik</span><br />
<span style="background: white;">lah begini simple bahasanya..</span><br />
<br />
<span style="background: white;">di alam semesta ini sesungguhnya hanya terdapat
dua saja</span><br />
<span style="background: white;">ZAT,yaitu..yang satu bernama ZAT dan yang satu
lagi bernama sipat,ZAT</span><br />
<span style="background: white;">adalah tuhan itu sendiri dan yang sipat adalah
segala sesuatu yang di</span><br />
<span style="background: white;">ciptakan oleh tuhan itu sendiri,ALLAH itu zat
yang bernama di</span><br />
<span style="background: white;">zahirkan,ia yang menzahirkan dirinya
sendiri,yang ia zahirkan selain</span><br />
<span style="background: white;">dirinya itu lah yang bernama sipat...saya
berikan satu gambaran yang</span><br />
<span style="background: white;">sangat jelas kembali...dengan nama ALLAH
(bismillahhirrahmannirrahim)</span><br />
<span style="background: white;">yang satu lagi dengan ALLAH saja (
BI"ISMILLAH) di dalam dua kalimat</span><br />
<span style="background: white;">ilaihiyah ini jelas terdapat ZAT dan SIPAT,dalam
kedua kalimat ini</span><br />
<span style="background: white;">juga terdapat tua terdapat muda,yang mana zat
yang mana sipat..?</span><br />
<span style="background: white;">dengan nama ALLAH adalah dengan sipat dari zat
itu sedangkan dengan</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH sendiri adalah dengan zat itu saja...nama
ALLAH adalah sipat</span><br />
<span style="background: white;">dari ALLAH itu sendiri dan ALLAH adalah zat
tampa sipat saja.</span><br />
<span style="background: white;">jika antum telah dapat jelas apa yang saya
wariskan di atas maka tentu</span><br />
<span style="background: white;">sangatlah jelas mana dari kedua kalimat tersebut
yang ber umur muda</span><br />
<span style="background: white;">dan mana yang ber umur tua,jika sudah tahu mana
muda mana yang tua</span><br />
<span style="background: white;">maka sesungguhnya di saat antum memerlukan satu
energy dari dua</span><br />
<span style="background: white;">kalimat ini maka antum akan dapat utuh sempurna
khasiat serta</span><br />
<span style="background: white;">ketajaman dan ketepatan dari khasiat kalimah ini
untuk berbagai</span><br />
<span style="background: white;">keperluan hidup,maksud saya " JIKA MANUSIA
LAIN MENYERANG SAYA DENGAN</span><br />
<span style="background: white;">ENERGY GHAIB YANG IA MULAI DENGAN BISMILLAH MAKA
SAYA AKAN DAPAT</span><br />
<span style="background: white;">MENGGUNAKAN ILMU MEMBENTENGI DIRI DARI SERANGAN
ENERGY ITU DENGAN</span><br />
<span style="background: white;">KALIMAT YANG LEBIH TUA DARI BISMILLAH YAITU
BI"ISMILLAH" kenapa</span><br />
<span style="background: white;">begitu....karena saya sangat paham bahwa secara
logika yang tua jauh</span><br />
<span style="background: white;">lebih berpengalaman melawan yang muda,yang muda
pasti secara logica</span><br />
<span style="background: white;">lebih takut untuk melawan yang tua...sipat dari
segala manusia</span><br />
<span style="background: white;">termasuk sipat dari segala tuhan itu pastilah
sesungguhnya memasrahkan</span><br />
<span style="background: white;">diri kepada ZAT tuhan itu sendiri,akan kah
seorang gubernur dapat</span><br />
<span style="background: white;">melawan atasannya yaitu presiden..? naha
pemahaman makrifat ini akan</span><br />
<span style="background: white;">sangat berguna kelaknya untuk dapat sempurna
menguasai utuh keampuhan</span><br />
<span style="background: white;">energy ilmu kembar siam di atas...</span><br />
<br />
<span style="background: white;">berikutnya saya akan buka kan kata kunci atau
kalimat induk dari</span><br />
<span style="background: white;">sarangnya ilmu kembar siam itu yaitu "
ALLAH HUMMA"</span><br />
<span style="background: white;">-apa itu ALLAH HUMMA...?</span><br />
<span style="background: white;">seperti yang telah saya jelaskan dalam postingan
di atas,ialah kata</span><br />
<span style="background: white;">kuncinya adalah kalimat yang terdapat sama dalam
ayat qursy,doa</span><br />
<span style="background: white;">nurbuat dan doa setelah sholat dhuha,...silahkan
teliti baik baik</span><br />
<span style="background: white;">dalam ketiga surat paling penting tersebut kalimat
apa yang hanya</span><br />
<span style="background: white;">benar benar sama dan menjadi sangat di dahulukan
tata letak</span><br />
<span style="background: white;">nya....pada surat nurbuat sangatlah jelas ayat
pertama berbunyi ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">HUMMA ZIZSULTHONIL AZHIM..dan seterusnya.dalam
doa sholat dhuha juga</span><br />
<span style="background: white;">ayat pertamanya berbunyi ALLAH HUMMA INADHUHA
DHUHA IKA...dan</span><br />
<span style="background: white;">setrusnya,dan pada ayat qursy jelas ayat
pertamanya berbunyi ALLAH HU</span><br />
<span style="background: white;">LAILLAH HAILLA HUWAL..dan seterusnya. ( ALLAH HU
adalah ayat muda dari</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH HUMMA)</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH HUMMA ini dalam bahasa makrifat di rasakan
maknanya adalah</span><br />
<span style="background: white;">"dengan ALLAH yang bercahaya" dalam
arti ini hanya terdapat ZAT SEMATA</span><br />
<span style="background: white;">MATA itu saja tampa membawa sipat,kenapa ALLAH
HUMMA menjadi kunci</span><br />
<span style="background: white;">utama dan di letak kan paling awal pada ketiga
surat sangat penting</span><br />
<span style="background: white;">tersebut...?</span><br />
<span style="background: white;">pertama...ALLAH HUMMA ini adalah zat yang
melahirkan surat yang lain</span><br />
<span style="background: white;">berikutnya dari ayat tersebut,sehingga kita
dapat mengatakan bahwa</span><br />
<span style="background: white;">kalimat ALLAH HUMMA adalah ibu dari tiga untaian
ayat ayat</span><br />
<span style="background: white;">tersebut,selain itu kata ALLAH HUMMA adalah kata
yang telah ada sejak</span><br />
<span style="background: white;">nur yang bernama muhammad itu pandai berkata
kata,saat makhluk paling</span><br />
<span style="background: white;">awal di ciptakan ALLAH itu mampu berkata kata
maka kata yang pertama</span><br />
<span style="background: white;">ia ucapkan adalah ALLAH HUMMA,kata ini terucap
paling awal di karena</span><br />
<span style="background: white;">kan terpukaunya nur muhammad pada cahaya zat
yang melebihi cahaya</span><br />
<span style="background: white;">sipatnya sendiri padahal kita ketahui bahwa nur
yang bernama muhammad</span><br />
<span style="background: white;">ini terpancar secara langsung dari sipat jamal
dan sipat jalal ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">itu sendiri,karena terkejut itulah nur muhammad
mampu mengeluarkan</span><br />
<span style="background: white;">kata kata yang mengaplikasikan keterkejutannya
dengan mengatakan ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">HUMMA (ALLAH YG BERCAHAYA) atau seakan akan ia
telah mengakui bahwa</span><br />
<span style="background: white;">segala cahaya itu adalah tuhan
sarangnya,sehingga jauh sebelum islam</span><br />
<span style="background: white;">datang ke muka bumi ini maka kata yang selalu
lebih utama di ucapkan</span><br />
<span style="background: white;">nabi adam hingga ke nabi yusuf saat awal ia
berdoa apa saja ialah</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH HUMMA,baru setelah itu ia akan lanjutkan
dengan ayat atau bahasa</span><br />
<span style="background: white;">mereka masing masing sesuai dengan bahasa saat
ia berada di</span><br />
<span style="background: white;">lahirkan....MAKA ALLAH HUMMA ADALAH KATA KUNCI
KERAMAT UNTUK MENYERAP</span><br />
<span style="background: white;">SETIAP CAHAYA PESONA DARI TUHAN SERU SEKALIAN
ALAM TERSEBUT..!</span><br />
<br />
<span style="background: white;">selanjutnya kita masuk pada isi sebenar isi dari
ilmu daya pengasih</span><br />
<span style="background: white;">kembar siam tersebut.....</span><br />
<span style="background: white;">bermula kaji kita pada satu masa di alam
ketuhanan,karena tuhan itu</span><br />
<span style="background: white;">maha awal dan maha akhir maka setiap akhir
pastilah ada awalnya,nah</span><br />
<span style="background: white;">sekarang kita masuk pada masa masa awal dari
alam ketuhanan itu</span><br />
<span style="background: white;">sendiri "saat tuhan hanya semata mata ia
sendiri saja baru,sebelum</span><br />
<span style="background: white;">tuhan bernama ALLAH,zaitul bauti itu
namanya,tiada yang lain selain</span><br />
<span style="background: white;">dirinya tersebut,tuhan bermakrifat dalam rasanya
sendiri...bahwa jika</span><br />
<span style="background: white;">hanya ia zat semata mata mata maka bagaimana ia
hendak melihat bahwa</span><br />
<span style="background: white;">ia tuhan,mana hamba nya,tuhan adalah zat yang di
sembah dan ada yang</span><br />
<span style="background: white;">menyembah,tuhan akan di kenal tuhan tentu hanya
oleh yang bukan</span><br />
<span style="background: white;">tuhan,tuhan hendak mengenalkan dirinya kepada
yang bukan tuhan maka</span><br />
<span style="background: white;">patutlah ia memiliki sesuatu yang bukan
tuhan...lalu berdompaklah</span><br />
<span style="background: white;">sipat jamal dan sipat jalal tuhan tersebut
dengan kehendak yang sangat</span><br />
<span style="background: white;">kuat,maka terpancarlah satu nur dari kedua sipat
tuhan itu yang kelak</span><br />
<span style="background: white;">bernama nur yang di namai muhammad/nur
muhammad...maka sekarang telah</span><br />
<span style="background: white;">lengkaplah tuhan bernama,sebab sudah ada yang
menyembah dan ada yang</span><br />
<span style="background: white;">di sembah,ada zat dan telah ada sipat yang
terpancar dari zat</span><br />
<span style="background: white;">tersebut,kini telah ada makhluk lain yang bukan
tuhan itu</span><br />
<span style="background: white;">sendiri...maka bertanyalah nur yang bernama
muhammad tadi " jika aku</span><br />
<span style="background: white;">tuhan siapa hambanya dan jika aku hamba siapa
tuhannya...??????</span><br />
<span style="background: white;">pertanyaaan ini terus menerus di tanyakan oleh
makhluk paling awal</span><br />
<span style="background: white;">tercipta tadi ( sangatlah wajar jika makhluk
awal itu bertanya seperti</span><br />
<span style="background: white;">itu,sebab ia baru saja terpancar dari zat tuhan
itu langsung sehingga</span><br />
<span style="background: white;">ia masih mengira ia adalah tuhannya padahal kini
ia telah terpisah</span><br />
<span style="background: white;">dari tuhan walaupun ia sebagian besar masih
berbau tuhan,dalam bahasa</span><br />
<span style="background: white;">kebathinan menyebutnya KEMBAR SIAM,serupa tapi
tak sama) maka</span><br />
<span style="background: white;">berkatalah tuhan kepada nur muhammad
itu..."sembunyilah engkau di mana</span><br />
<span style="background: white;">saja maka akan ku temukan dan begitu juga
sebaliknya aku akan sembunyi</span><br />
<span style="background: white;">maka temukanlah aku" kemana saja nur
muhamamad sembunyi maka tuhan</span><br />
<span style="background: white;">selalu menemukannya sebab ini memastikan bahwa
ia benar benar tuhan</span><br />
<span style="background: white;">yang maha mengetahui apa saja makhluk
ciptaannya,sebaliknya nur</span><br />
<span style="background: white;">muhammad mencari tuhan yang bersembunyi tak
satupun ia temukan,maka</span><br />
<span style="background: white;">dengan malu mengaku lah nur muhamamad tadi bahwa
dia adalah makhluk</span><br />
<span style="background: white;">dan tuhan itu adalah ALLAH.saat pengakuan itu
tuhan berfirman:</span><br />
<span style="background: white;">"bala alastu birobbikum..? (siapa tuhan mu
)</span><br />
<span style="background: white;">nur muhammad menjawab " laillah haillallah
( engkau ALLAH tiada yang</span><br />
<span style="background: white;">lain tuhan ku)</span><br />
<span style="background: white;">lalu ALLAH menjawab" nah itu nama KU</span><br />
<span style="background: white;">lalu nur muhammad melanjutkan pengakuannya
"MUHAMMADDARASULLALLAH"</span><br />
<span style="background: white;">maka ALLAH menjawab nah itu nama mu..!</span><br />
<span style="background: white;">kini lengkap sudah alam ketuhanan tersebut,sebab
sudah ada ALLAH</span><br />
<span style="background: white;">sebagai yang di sembah dan makhluk paling awal
sebagai yang</span><br />
<span style="background: white;">menyembah,kini makhluk paling awal itu telah
terbentuk namun belum</span><br />
<span style="background: white;">berupa (BENTUKNYA TELAH ADA TAPI RUPA DARI
BENTUK TADI BELUMLAH ADA)</span><br />
<span style="background: white;">ibarat bahan mentah besi batangan yang sudah
terbentuk stick atau</span><br />
<span style="background: white;">bujur sangkar tapi belum berbetuk senjata
apapun....MAKA ALLAH KINI</span><br />
<span style="background: white;">AKAN MEMBENTUK RUPA NAN ELOK DARI BENTUK NUR
MUHAMMAD ITU,maka berkata</span><br />
<span style="background: white;">lah ALLAH dengan sipatnya tadi dan terbentuklah
rupa dari makhluk</span><br />
<span style="background: white;">paling awal tersebut..rupa yang kelak akan
meneteskan bentuk bentuk</span><br />
<span style="background: white;">rupa dari segala makhluk alam semesta,rupa yang
akan menjadi cikal</span><br />
<span style="background: white;">bakal dari rupa segala makhluk tuhan termasuk
manusia ( kelak akan</span><br />
<span style="background: white;">saya wariskan ilmu semula jadi membangunkan nur
yang bernama muhammad</span><br />
<span style="background: white;">di batang tubuh manusia)....pertanyaan yang
timbul oleh kita adalah "</span><br />
<span style="background: white;">DARI MANA ALLAH AMBIL ATAU ALLAH TIRU DESIGN
RUPA DARI NUR MUHAMMAD</span><br />
<span style="background: white;">ITU" sebab saat itu yang ada hanya baru
ALLAH dan nur muhammad saja</span><br />
<span style="background: white;">baru..????? jawaban makrifatnya adalah...ALLAH
AMBIL DESIGN RUPA NUR</span><br />
<span style="background: white;">MUHAMMAD ITU SESUNGGUHNYA DARI RUPA TUHAN ITU
SENDIRI,RUPA TUHAN</span><br />
<span style="background: white;">SENDIRILAH YANG TUHAN JADIKAN DALAM RUPA NUR
MUHAMMAD TERSEBUT" sebab</span><br />
<span style="background: white;">sangatlah jelas saat itu tiada satupun makhluk
dan zat selain hanya</span><br />
<span style="background: white;">baru mereka berdua,mau di ambil dari mana selain
hanya dari rupa tuhan</span><br />
<span style="background: white;">itu sendiri...nah di sinilah sari pati rupa dari
kalimat ilmu kembar</span><br />
<span style="background: white;">siam di atas,di sinilah INTI SARI PATI MAKRIFAT
DARI DASHYATNYA ILMU</span><br />
<span style="background: white;">KEMBAR SIAM ITU.</span><br />
<span style="background: white;">"lihat keramat kalimat dari ilmu kembar
siam itu...dalam makna yang</span><br />
<span style="background: white;">sangat jelas,kalimat tersebut membuat orang lain
di hadap hadapkan</span><br />
<span style="background: white;">langsung melawan rupa dari ALLAH tadi.</span><br />
<br />
<span style="background: white;">PENJELASAN AYAT DARI KEMBAR SIAM</span><br />
<br />
<span style="background: white;">''ALLAH HUMMA" ini kunci cahaya makrifat
ilmu tersebut</span><br />
<span style="background: white;">"RUPA KU TAJOLI RUPA ALLAH" kata
tajoli adalah bahasa makrifat sufi</span><br />
<span style="background: white;">dari tanah melayu yang berarti
TERHUBUNG/TERJALIN,ini sangat jelas</span><br />
<span style="background: white;">maksudnya bahwa rupa ku (rupa nur muhammad tadi)
adalah terhubung</span><br />
<span style="background: white;">dengan rupa ALLAH itu sendiri ( seperti yg telah
saya buka kan pada</span><br />
<span style="background: white;">kaji di atas) jadi jika ada yang mengatakan
bahwa kalimat tersebut</span><br />
<span style="background: white;">syirik atau salah maka sesungguhnya yang salah
adalah otaknya</span><br />
<span style="background: white;">sendiri,sebab otaknya tidak memahami apa itu
makrifat dari kata tajoli</span><br />
<span style="background: white;">dan lebih lebih ia buta sama sekali dari mana
bentuk batang tubuhnya</span><br />
<span style="background: white;">nan elok rupawan itu bermula di ciptakan
ALLAH,bahkan yang lebih</span><br />
<span style="background: white;">parahnya ia berkata syirik yang hakikat
sesungguhnya syirik itu</span><br />
<span style="background: white;">sendiri ia pun tak tau sama sekali...jika kita
mengikuti semua syirik</span><br />
<span style="background: white;">yang ia akatakan maka pasti makan nasi pun kita
akan menjadi syirik</span><br />
<span style="background: white;">sebab kita sering ber ucap bahwa yang membuat
kita kenyang adalah</span><br />
<span style="background: white;">makan nasi jika makan lain perut tidak akan
kenyang (kenapa kita tidak</span><br />
<span style="background: white;">berkata bahwa yang membuat kenyang itu bukanlah
nasi atau roti tapi</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH) jadi syrik itu adalah niat bukan ucapan
atau pun gerak intinya</span><br />
<span style="background: white;">"sesiapa yang berselingkuh niatnya dari
ALLAH walaupun gerak dan</span><br />
<span style="background: white;">mulutnya berkata setia maka sesungguhnya ia
telah syirik"</span><br />
<br />
<span style="background: white;">"AKU SEMULA JADI CERMIN ALLAH" kata cermin
sangatlah jelas bukanlah</span><br />
<span style="background: white;">ALLAH,kata cermin adalah jelas bermakna pantulan
ALLAH,antum saya</span><br />
<span style="background: white;">lihat dari cermin kaca..maka saya dapat
mengatakan yang di kaca itu</span><br />
<span style="background: white;">adalah pantulan antum tapi yang di kaca itu
pastilah bukan sosok</span><br />
<span style="background: white;">antum,jadi jika ada yang berkata bahwa
kalimatnya seakan akan</span><br />
<span style="background: white;">mengatakan bahwa ALLAH itu benda cermin...maka
orang itu jelas lah</span><br />
<span style="background: white;">orang yang sangat idiot dan di penuhi sipat iri
dengki saja..sudahlah</span><br />
<span style="background: white;">jelas dalam pemahaman agama kita islam
bahwa manusia itu adalah</span><br />
<span style="background: white;">pantulan dari segala sipa sipat ALLAH yang dalam
bahasa indonesianya</span><br />
<span style="background: white;">adalah cermin,manusia adalah cermin pantulan
dari semula awal sipat</span><br />
<span style="background: white;">sipat ALLAH.</span><br />
<br />
<span style="background: white;">"BERCERMIN AKU BERCERMIN ALLAH" ini
adalah kalimat manungaling kawula</span><br />
<span style="background: white;">gusti ( jika dalam bahasa jawa) dalam bahasa
melayu riau kalimat ini</span><br />
<span style="background: white;">adalah bentu dari rasa bersamanya manusia tadi
kepada ALLAH tuhannya</span><br />
<span style="background: white;">di mana pun ia aberada dan apapun yang ia
kerjakan,memanglah sangat</span><br />
<span style="background: white;">pasti jika pantulan dari sipat ALLAH tadi
bercermin maka itu sama saja</span><br />
<span style="background: white;">dengan mencerminkan sipat sipat tuhan itu
tadi,dan yang menjadi sangat</span><br />
<span style="background: white;">bermanfaat adalah saat antum bercermin
menggunakan kalimat ini maka</span><br />
<span style="background: white;">antum tidak akan lupa diri sombong dengan
kehebatan tubuh yang antum</span><br />
<span style="background: white;">miliki sebab kalimat tersebut mengingatkan
selalu bahwa wajah dalam</span><br />
<span style="background: white;">cermin itu adalah pantulan dari sipat sipat rupa
dan nama tuhan.</span><br />
<br />
<span style="background: white;">"KALIMAT BERIKUTNYA HINGGA AKHIR"
adalah kalimat utama yang menjadi</span><br />
<span style="background: white;">penyebab dari timbulnya khasiat ilmu kembar siam
tadi beserta</span><br />
<span style="background: white;">penejelasan logica dari kaji di atas yang telah
saya buka kan yaitu (</span><br />
<span style="background: white;">mana yang sipat mana yang zat,mana yang muda
mana yang</span><br />
<span style="background: white;">tua,menghadapkan yang mudaa pada yang tua
tentulah yang kalah harus</span><br />
<span style="background: white;">yang muda)..maksud makrifat dari kalimat
berikutnya itu,jika antum</span><br />
<span style="background: white;">telah mampu merasakan dan meyakini bahwa dalam
wajah antum itu adalah</span><br />
<span style="background: white;">tetesan bentuk dari rupa nur muhammad dan nur
muhammad rupanya di</span><br />
<span style="background: white;">bentuk dan di ambil dari rupa tuhan itu sendiri
maka saat antum</span><br />
<span style="background: white;">memancarkannya ke alam raya dan orang lain maka
orang tersebut telah</span><br />
<span style="background: white;">antum hadapkana langsung kepada rupa dari tuhan
itu sendiri...jika ia</span><br />
<span style="background: white;">menghina atau merusak rupa dari rupa tuhan yang
terdapat dalam wajah</span><br />
<span style="background: white;">batang tubuh antum maka tentulah ia akan di
kutuk oleh yang membentuk</span><br />
<span style="background: white;">rupa tadi,siapa yang berani berhadapan langsung
berperang atau</span><br />
<span style="background: white;">berdebat dengan pembentuk rupa tadi..? maka oleh
itu saat antum telah</span><br />
<span style="background: white;">sebathin kalimat ilmu kembar siam itu dengan
aura rasa batang tubuhnya</span><br />
<span style="background: white;">maka seketika reaksinya akan sangat instan sebab
ilmu yang antum bawa</span><br />
<span style="background: white;">laksana seorang gubernur yang berhadapan dengan
seorang bupati...maka</span><br />
<span style="background: white;">sangatlah jelas siapa yang paling
berwibawa,siapa yang lebih banyak</span><br />
<span style="background: white;">menang dalam pertemuan tersebut....lalu
bagaimana cara lengkap syareat</span><br />
<span style="background: white;">menguasainya..?....</span><br />
<br />
<span style="background: white;">CARA SEBATHIN ILMU KEMBAR SIAM KE BATANG TUBUH :</span><br />
<span style="background: white;">-bacalah 33x kalimat utuh kembar siam tersebut
beserta kuncinya pada</span><br />
<span style="background: white;">setiap sehabis sholat dhuha,selama 33 hari
sholat dhuha(harus sholat</span><br />
<span style="background: white;">dhuha sebab nabi yusuf itu memang berdoa dengan
berkata ALLAH HUMMA</span><br />
<span style="background: white;">itu memang pada pagi hari sekitar jamnya sholat
dhuha pada jaman</span><br />
<span style="background: white;">sekarang,ingat ilmu ini memang bermula dari
mengambil keramatnya nabi</span><br />
<span style="background: white;">yusuf seperti yang saya jelaskan pada awal
postingan)nanti setelah</span><br />
<span style="background: white;">selesai 33 hari barulah dapat di amalkan setiap
sholat fardhu atau</span><br />
<span style="background: white;">kapanpun antum teringat menzikirkannya...setelah
selesai sebathinnya</span><br />
<span style="background: white;">maka khasiat ilmu ini telah siap di gunakan
dengan cara:</span><br />
<span style="background: white;">bacalah satu kali saja lalu hembuskan napas ke
telapak tangan</span><br />
<span style="background: white;">kanan,dan usapkan telapak tangan kanan itu ke
wajah,maka insyaALLAH</span><br />
<span style="background: white;">khasiatnya akan langsung instan saat antum
gunakan.</span><br />
<br />
<span style="background: white;">CARA LAINNYA:</span><br />
<span style="background: white;">ini cara yang hanya untuk pengamal dengan tujuan
khusus dan menghadapi</span><br />
<span style="background: white;">hal hal kepentingan besar saja,yaitu dengan cara
saya yang bangkitkan</span><br />
<span style="background: white;">langsung nur muhammad di batang tubuhnya melalui
tlp,sehingga energy</span><br />
<span style="background: white;">cahaya dari nur tadi dapat ia jadikan sarang
utama dari energy ilmu</span><br />
<span style="background: white;">kembar siam ini,dan yang patut di ingat cara ini
akan di kenakan biaya</span><br />
<span style="background: white;">halal oleh perguruan saya sebagai pengganti
halalnya waktu dan tenaga</span><br />
<span style="background: white;">saya dalam membimbing dan mengijazahkan langsung
keilmuan</span><br />
<span style="background: white;">tersebut.....</span><br />
<span style="background: white;">semoga bermanfaat dan dapat menambah bahagianya hidup
dengan dayung</span><br />
<span style="background: white;">energy ilmu ilmu warisan budaya indonesia..salam</span><br />
<br />
<span style="background: white;">NOTE: artikel ini telah saya daftarkan ke badan
hukum IT,sehingga</span><br />
<span style="background: white;">sesiapa yang mengubah ubahnya akan menimbulkan
konsekwensi hukum</span><br />
<span style="background: white;">pidana.</span><br />
<br />
<br />
<br />
<span style="background: white;">
by
raja ryzal<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.google.com/url?q=http%3A%2F%2Fkelayang.SH.MH&sa=D&sntz=1&usg=AFQjCNEmG9mDwYCqMsfCXhWZWaxOrGx4hQ" target="_blank"><span style="background: white; color: #0000cc; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">kelayang.SH.MH</span></a></span><span style="background: white; font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;">.</span><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"><br />
<span style="background: white;">- See more at:<span class="apple-converted-space"> </span></span></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="http://www.google.com/url?q=http%3A%2F%2Filmuwarisanrajaryzalkelayang.blogspot.com%2F2012%2F09%2Fmembuka-serat-makrifat-ilmu-kembar-siam.html%23sthash.PCcPqAql.dpuf&sa=D&sntz=1&usg=AFQjCNHJ0SeoBNLXuzjImXZcl1BF40GN7Q" target="_blank"><span style="background: white; color: #0000cc; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">http://ilmuwarisanrajaryzalkelayang.blogspot.com/2012/09/membuka-serat-makrifat-ilmu-kembar-siam.html#sthash.PCcPqAql.dpuf</span></a></span><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 10pt; line-height: 115%;"><br />
<br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-13193789586348315252012-08-03T07:22:00.000-07:002012-08-03T07:22:08.685-07:00Dialog Nabi SAW dg Iblis<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-outline-level: 1; vertical-align: baseline;">
<b><span style="color: #111111; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 24.0pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Dialog Nabi Muhammad SAW dengan Iblis</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #666666; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">POSTED BY </span><a href="http://xahe36.wordpress.com/author/xahe36/" title="Tampilkan semua tulisan oleh Hexa Nova bin Haroen (Abdillah)"><span style="color: #3a6999; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">HEXA NOVA BIN HAROEN (ABDILLAH)</span></a><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "Lucida Sans Unicode","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">⋅</span><span style="color: #666666; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> 22 FEBRUARI 2012</span><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "Lucida Sans Unicode","sans-serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">⋅</span><span style="color: #666666; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><a href="http://xahe36.wordpress.com/2012/02/22/dialog-nabi-muhammad-saw-dengan-iblis/#comments" title="Komentar pada Dialog Nabi Muhammad SAW dengan Iblis"><span style="color: #3a6999; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">3 KOMENTAR</span></a><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; vertical-align: baseline;">
<b><span style="color: #eeeeee; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">FILED UNDER</span></b><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><a href="http://xahe36.wordpress.com/tag/dialog-nabi-dan-iblis/"><span style="color: #3a6999; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">DIALOG-NABI-DAN-IBLIS</span></a><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">,</span><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"> </span><a href="http://xahe36.wordpress.com/tag/iblis/"><span style="color: #3a6999; font-family: "inherit","serif"; font-size: 7.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;">IBLIS</span></a><span style="color: #666666; font-family: "Helvetica","sans-serif"; font-size: 9.5pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; text-transform: uppercase;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 19.2pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph; vertical-align: baseline;">
<span style="border: none windowtext 1.0pt; mso-border-alt: none windowtext 0in; padding: 0in;"><a href="http://xahe36.files.wordpress.com/2012/02/iblis2.jpeg"><span style="color: #3a6999; font-family: "inherit","serif"; font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;"><span style="mso-ignore: vglayout;"><img alt="http://xahe36.files.wordpress.com/2012/02/iblis2.jpeg?w=750" border="0" height="263" src="file:///C:\Users\Raiden\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.jpg" width="192" /></span></span></a></span><span style="color: #333333; font-family: "inherit","serif"; font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-family: Helvetica; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Diriwayatkan
oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., ia berkata :</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">“Kami
bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat dari golongan Anshar
dalam sebuah jamaah. Tiba-tiba, ada yang memanggil dari luar : “Wahai para
penghuni rumah, apakah kalian mengizinkanku masuk, karena kalian
membutuhkanku”. Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :” Apakah kalian
tahu siapa yang menyeru itu ?”. Para sahabat menjawab, “Tentu Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui”. Rasulullah berkata : “Dia adalah Iblis yang
terkutuk – semoga Allah senantiasa melaknatnya”. Umar bin Khattab r.a. berkata
:” Ya, Rasulullah, apakah engkau mengijinkanku untuk membunuhnya?”. Nabi SAW
berkata pelan :” Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa dia
termasuk mereka yang tertunda kematiannya sampai waktu yang ditentukan [hari
kiamat]?. Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang
diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan dengarkan apa yang
akan dia sampaikan kepada kalian !”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Ibnu
Abbas berkata : “Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis masuk ke tengah-tengah
kami. Ternyata dia adalah seorang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata.
Dagunya berjanggut sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut
kuda, kedua kelopak matanya [masyquqatani] memanjang [terbelah ke-atas, tidak
kesamping], kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya
memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya seperti bibir macan /
kerbau [tsur]. Dia berkata, “Assalamu ‘alaika ya Muhammad, assalamu ‘alaikum ya
jamaa’atal-muslimin [salam untuk kalian semua wahai golongan muslimin]“. Nabi
SAW menjawab :” Assamu lillah ya la’iin [Keselamatan hanya milik Allah SWT,
wahai makhluq yang terlaknat. Aku telah mengetahui, engkau punya keperluan
kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis".</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Iblis
berkata :" Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku sendiri,
tetapi aku datang karena terpaksa [diperintah].”<br />
Nabi SAW berkata :” Apa yang membuatmu terpaksa harus datang kesini, wahai
terlaknat?”.<br />
Iblis berkata,” Aku didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan Yang Maha
Agung, ia berkata kepada-ku “Sesungguhnya Allah SWT menyuruhmu untuk datang
kepada Muhammad SAW dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu
kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu terhadap Bani Adam,
bagaimana engkau membujuk dan merayu mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur
apa saja yang ditanyakan kepa-damu”. Allah SWT bersabda,” Demi kemulia-an dan
keagungan-Ku, jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar,
niscaya Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan musuhmu
karena bencana yang menimpamu”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Wahai
Muhammad, sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah. Tanyakanlah
kepadaku apa yang kau inginkan. Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang
kamu tanyakan kepadaku, niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi
padaku. Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku yang
menimpa diriku”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
kemudian mulai bertanya : “Jika kamu jujur, beritahukanlah kepada-ku, siapakah
orang yang paling kamu benci ?”.<br />
Iblis menjawab : “Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluk Allah yang
paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
SAW : “Siapa lagi yang kamu benci?”.<br />
Iblis : “Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya kepada Allah SWT”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Lalu siapa lagi ?”.<br />
Iblis : “Orang Alim dan Wara [menjaga diri dari syubhat] yang saya tahu, lagi
penyabar”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Lalu, siapa lagi ?”.<br />
Iblis : “Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan suci dari
kotoran”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Lalu, siapa lagi ?”.<br />
Iblis :” Orang miskin [fakir] yang sabar, yang tidak menceritakan kefakirannya
kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?”.<br />
Iblis : “Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh kesahnya kepada makhluq
sesamanya selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan dirinya ke dalam golongan
orang-orang yang sabar “.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Lalu, siapa lagi ?”.<br />
Iblis : ” Orang kaya yang bersyukur “.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
bertanya : “Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?”.<br />
Iblis : “Jika aku melihatnya mengambil dari dan meletakkannya pada tempat yang
halal”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rassulullah
: “Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?”.<br />
Iblis : “Aku merasa panas dan gemetar”.<br />
Rasulullah :”Kenapa, wahai terlaknat?”.<br />
Iblis : “Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud
saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rassulullah
: “Jika mereka shaum (puasa) ?”.<br />
Iblis : “Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Jika mereka menunaikan haji ?”.<br />
Iblis : “Saya menjadi gila”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Jika mereka membaca Al Qur’an ?’.<br />
Iblis : “Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Jika mereka berzakat ?”.<br />
Iblis : “Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil gergaji / kapak dan
memotongku menjadi dua”.<br />
Rasulullah : “Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?”.<br />
Iblis : “Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu. Pertama, Tuhan
menurunkan berkah atas hartanya. Kedua, menjadikan orang yang bezakat disenangi
makhluq-Nya yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang antara dirinya
dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat, Tuhan mencegah bencana dan
malapetaka agar tidak menimpanya”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?”.<br />
Iblis : “Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah, dia tidak taat kepadaku,
bagaimana mungkin dia akan mentaatiku pada masa Islam”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Apa pendapatmu tentang Umar ?”.<br />
Iblis : “Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya kecuali aku lari darinya”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Apa pendapatmu tentang Utsman ?”.<br />
Iblis : “Aku malu dengan orang yang para malaikat saja malu kepadanya”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Apa pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib ?”.<br />
Iblis : “Andai saja aku dapat selamat darinya dan tidak pernah bertemu
dengannya [menukar darinya kepala dengan kepala], dan kemudian ia
meninggalkanku dan aku meninggalkannya, tetapi dia sama sekali tidak pernah
melakukan hal itu”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Segala puji hanya bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan
menyengsarakanmu sampai hari kiamat”.<br />
Iblis yang terlaknat berkata kepada Muhammad : “Hay-hata hay-hata [tidak
mungkin- tidak mungkin]. Mana bisa umatmu bahagia sementara aku hidup dan tidak
mati sampai hari kiamat. Bagaimana kamu senang dengan umatmu sementara aku
masuk ke dalam diri mereka melalui aliran darah, daging, sedangkan mereka tidak
melihatku. Demi Tuhan yang menciptakanku dan membuatku menunggu sampai hari
mereka dibangkitkan. Akan aku sesatkan mereka semua, baik yang bodoh maupun
yang pandai, yang buta-huruf dan yang melek-huruf. Yang kafir dan yang suka
beribadah, kecuali hamba yang mukhlis [ikhlas]“.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
: “Siapa yang mukhlis (orang yg ikhlas) itu menurutmu ?”.<br />
Iblis dengan panjang lebar menjawab : “Apakah engkau tidak tahu, wahai
Muhammad. Barangsiapa cinta dirham dan dinar (harta), dia tidak termasuk orang
ikhlas untuk Allah. Jika aku melihat orang tidak suka dirham dan dinar, tidak
suka puji dan pujaan, aku tahu bahwa dia itu ikhlas karena Allah, maka aku
tinggalkan ia. Sesungguhnya hamba yang mencintai harta, pujian dan hatinya
tergantung pada nafsu [syahwat] dunia, dia lebih rakus dari orang yang saya
jelaskan kepadamu.<br />
Tak tahukah engkau, bahwa cinta harta termasuk salah satu dosa besar.<br />
Wahai Muhammad, tak tahukan engkau bahwa cinta kedudukan [riyasah] termasuk
dosa besar.<br />
Dan bahwa sombong, juga termasuk dosa besar.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Wahai
Muhammad, tidak tahukan engkau, bahwa aku punya tujuh puluh ribu anak. Setiap
anak dari mereka, punya tujuh puluh ribu syaithan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Diantara
mereka telah aku tugaskan untuk menggoda golongan ulama, dan sebagian lagi
menggoda anak muda, sebagian lagi menggoda orang-orang tua, dan sebagian lagi
menggoda orang-orang lemah.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Adapun
anak-anak muda, tidak ada perbedaan di antara kami dan mereka, sementara
anak-anak kecilnya, mereka bermain apa saja yang mereka kehendaki bersamanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebagian
lagi telah aku tugaskan untuk menggoda orang-orang yang rajin beribadah,
sebagian lagi untuk kaum yang menjauhi dunia [zuhud]. Setan masuk ke dalam dan
keluar dari diri mereka, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dari satu
pintu ke pintu yang lain, sampai mereka mempengaruhi manusia dengan satu sebab
dari sebab-sebab yang banyak. Lalu syaithan mengambil keikhlasan dari mereka.
Menjadikan mereka menyembah Allah tanpa rasa ikhlas, tetapi mereka tidak
merasa.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Apakah
engkau tidak tahu, tentang Barshisha, sang pendeta yang beribadah secara ikhlas
selama tujuh puluh tahun, hingga setiap orang yang sakit menjadi sehat berkat
da’wahnya. Aku tidak meninggalkannya sampai dia dia berzina, membunuh, dan
kafir [ingkar]. Dialah yang disebut oleh Allah dalam Qur’an dengan firmannya
[dalam Surah Al Hasyr] : “(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti
(bujukan) syaitan ketika mereka berkata pada manusia:”Kafirlah kamu”, maka
tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri
dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam”. (QS.
59:16).</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Apakah
engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu berasal dariku. Akulah
orang yang pertama kali berbohong. Barangsiapa berbohong, dia adalah temanku,
dan barangsiapa berbohong kepada Allah, dia adalah kekasihku. Apakah engkau
tidak tahu, bahwa aku bersumpah kepada Adam dan Hawa, “Demi Allah aku adalah
penasihat kamu berdua”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Maka,
sumpah palsu merupakan kesenangan hatiku, ghibah, membicarakan kejelekan orang
lain, dan namimah, meng-adu domba adalah buah kesukaanku, melihat yang
jelek-jelek adalah kesukaan dan kesenanganku.<br />
Barangsiapa thalaq, bersumpah untuk cerai, dia mendekati perbuatan dosa,
meskipun hanya sekali, dan meskipun ia benar.<br />
Barangsiapa membiasakan lisannya dengan ucapan cerai, istrinya menjadi haram
baginya. Jika mereka masih memiliki keturunan sampai hari kiyamat, maka anak
mereka semuanya adalah anak-anak hasil zina. Mereka masuk neraka hanya karena
satu kata saja.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Wahai
Muhammad, sesungguhnya diantara umatmu ada yang meng-akhirkan shalat barang
satu dua jam. Setiap kali mau shalat, aku temani dia dan aku goda dia. Kemudian
aku katakan kepadanya:” Masih ada waktu, sementara engkau sibuk”. Sehingga dia
mengakhirkan shalatnya dan mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan
memukul wajahnya. Jika ia menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang
membuatnya lupa waktu shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia sampai
ketika mengerjakan shalat aku katakan kepadanya,’ Lihatlah kiri-kanan’, lalu ia
menengok. Saat itu aku usap wajahnya dengan tanganku dan aku cium antara kedua
matanya dan aku katakan kepadanya, ‘Aku telah menyuruh apa yang tidak baik
selamanya’. Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh
dalam shalatnya, Allah akan memukul wajahnya.<br />
Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian, aku
perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia ‘mencucuk’ shalat seperti ayam
mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa. Jika ia menang atasku, maka ketika
shalat berjamaah aku cambuk dia dengan ‘lijam’ [cambuk] lalu aku angkat kepalanya
sebelum imam mengangkat kepalanya. Aku letakkan ia hingga mendahului imam. Kamu
tahu bahwa siapa yang melakukan itu, batal-lah shalatnya dan Allah akan
mengganti kepalanya dengan kepala keledai pada hari kiyamat nanti.<br />
Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan
jari-jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat. Jika
ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia tidak menaruh
tangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya dan dengan begitu ia
bertambah rakus di dunia dan cinta dunia. Dia menjadi pendengar kami yang
setia.<br />
Bagaimana umatmu bahagia sementara aku menyuruh orang miskin untuk meninggalkan
shalat. Aku katakan kepadanya, ‘Shalat tidak wajib atasmu. Shalat hanya
diwajibkan atas orang-orang yang mendapatkan ni’mat dari Allah’. Aku katakan
kepada orang yang sakit : “Tinggalkanlah shalat, sebab ia tidak wajib atasmu.
Shalat hanya wajib atas orang yang sehat, karena Allah berkata : “Tidak ada
halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi
orang sakit, ………</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. 24:61)
Tidak ada dosa bagi orang yang sakit. Jika kamu sembuh, kamu harus shalat yang
diwajibkan”. Sampai dia mati dalam keadaan kafir. Jika dia mati dan
meninggalkan shalat ketika sakit, dia bertemu Tuhan dan Tuhan marah kepadanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Wahai
Muhammad, jika aku bohong dan ngawur, maka mintalah kepada Tuhan untuk
membuatku jadi pasir. Wahai Muhammad, bagaimana engkau bahagia melihat umatmu,
sementara aku mengeluarkan seper-enam umatmu dari Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
berkata : “Wahai terlaknat, siapa teman dudukmu ?”.<br />
Iblis : “Pemakan riba”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Siapa teman kepercayaanmu [shadiq] ?”.<br />
Iblis : “Pe-zina”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Siapa teman tidurmu ?”.<br />
Iblis : “Orang yang mabuk”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Siapa tamumu ?”.<br />
Iblis : “Pencuri”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Siapa utusanmu ?”.<br />
Iblis : “Tukang Sihir”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Apa kesukaanmu ?”.<br />
Iblis : “Orang yang bersumpah cerai”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Siapa kekasihmu ?”.<br />
Iblis : “Orang yang meninggalkan shalat Jum’at”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Wahai terlaknat, siapa yang memotong punggungmu ?”.<br />
Iblis : “Ringkikan kuda untuk berperang di jalan Allah”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi
: “Apa yang melelehkan badanmu ?”.<br />
Iblis: “Tobatnya orang yang bertaubat”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Apa yang menggosongkan [membuat panas] hatimu ?”.<br />
Iblis: “Istighfar yang banyak kepada Allah siang-malam.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Apa yang memuramkan wajahmu (membuat merasa malu dan hina)?”.<br />
Iblis: “Zakat secara sembunyi-sembunyi”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Apa yang membutakan matamu ?”.<br />
Iblis : “Shalat diwaktu sahur [menjelang shubuh]“.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Apa yang memukul kepalamu ?”.<br />
Iblis: “Memperbanyak shalat berjamaah”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Siapa yang paling bisa membahagiakanmu ?”.<br />
Iblis : “Orang yang sengaja meninggalkan shalat”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“siapa manusia yang paling sengsara [celaka] menurutmu?”.<br />
Iblis: “Orang kikir / pelit”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Siapa yang paling menyita pekerjaanmu [menyibukkanmu] ?”.<br />
Iblis: “Majlis-majlis ulama”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Bagaimana kamu makan ?”.<br />
Iblis: “Dengan tangan kiriku dan dengan jari-jariku”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Dimana kamu lindungkan anak-anakmu ketika panas ?”.<br />
Iblis: “Dibalik kuku-kuku manusia”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Berapa keperluanmu yang kau mintakan kepada Allah ?”.<br />
Iblis: “Sepuluh perkara”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nabi:
“Apa itu wahai terlaknat ?”.<br />
Iblis : “Aku minta kepada-Nya untuk agar saya dapat berserikat (bersatu) dalam
diri Bani Adam, dalam harta dan anak-anak mereka. Dia mengijinkanku berserikat
dalam kelompok mereka. Itulah maksud firman Allah :<br />
Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan
kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki
dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah
mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan
tipuan belaka. (QS. 17:64)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Setiap
harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka saya ikut memakannya.<br />
Saya juga ikut makan makanan yang bercampur riba dan haram serta segala harta
yang tidak dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.<br />
Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan ketika
bersetubuh dengan istrinya maka syaithan akan ikut bersetubuh. Akhirnya
melahirkan anak yang mendengar dan taat kepadaku.<br />
Begitu pula orang yang naik kendaraan dengan maksud mencari penghasilan yang
tidak dihalalkan, maka saya adalah temannya. Itulah maksud firman Allah :” …….
, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan
kaki …… (QS. 17:64) .</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya
memohon kepada-Nya agar saya punya rumah, maka rumahku adalah kamar mandi.<br />
Saya memohon agar saya punya masjid, akhirnya pasar menjadi masjidku.<br />
Aku memohon agar saya punya al-Qur’an, maka syair adalah al-Qur’anku.<br />
Saya memohon agar punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku.<br />
Saya memohon agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk adalah tempat
tidurku.<br />
Saya memohon agar saya punya teman-teman yang menolongku, maka maka kelompok
al-Qadariyyah menjadi teman-teman yang membantuku.<br />
Dan saya memohon agar saya memiliki teman-teman dekat, maka orang-orang yang
menginfaq-kan harta kekayaannya untuk kemaksiatan adalah teman dekat-ku. Ia
kemudian membaca ayat : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.
(QS. 17:27)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Rasulullah
berkata : “Andaikata tidak setiap apa yang engkau ucapkan didukung oleh
ayat-ayat dari Kitabullah tentu aku tidak akan membenarkanmu”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Lalu
Iblis meneruskan : “Wahai Muhammad, saya memohon kepada Allah agar saya bisa
melihat anak-cucu Adam sementara mereka tidak dapat melihatku. Kemudian Allah
menjadikan aku dapat mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku dapat
berjalan kemanapun sesuai dengan kemauanku dan dengan cara bagaimanapun. Kalau
saya mau, dalam sesaatpun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku : “Engkau
dapat melakukan apa saja yang kau minta”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Akhirnya
saya merasa senang dan bangga sampai hari kiamat. Sesungguhnya orang yang
mengikutiku lebih banyak daripada yang mengikutimu. Sebagian besar anak-cucu
Adam akan mengikutiku sampai hari kiamat.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya
memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing di telinga seorang
hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Isya. Andaikata tidak karenanya tentu
ia tidak akan tidur lebih dahulu sebelum menjalankan shalat.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya
juga punya anak yang saya beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba
melakukan ketaatan ibadah dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka anak saya
tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamerkan ditengah-tengah manusia
sehingga semua manusia tahu. Akhirnya Allah membatalkan sembilan puluh sembilan
dari seratus pahala-Nya sehingga yang tersisa hanya satu pahala, sebab, setiap
ketaatan yang dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Saya
punya anak lagi yang bernama Kuhyal. Ia bertugas mengusapi celak mata semua
orang yang sedang ada di majlis pengajian dan ketika khatib sedang memberikan
khutbah, sehingga, mereka terkantuk dan akhirnya tidur, tidak dapat
mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama. Bagi mereka yang tertidur tidak
akan ditulis pahala sedikitpun untuk selamanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Setiap
kali ada perempuan keluar pasti ada syaithan yang duduk di pinggulnya, ada pula
yang duduk di daging yang mengelilingi kukunya. Dimana mereka akan menghiasi
kepada orang-orang yang melihatnya. Kedua syaithan itu kemudian berkata
kepadanya, ‘keluarkan tanganmu’. Akhirnya ia mengeluarkan tangannya, kemudian
kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Wahai
Muhammad, sebenarnya saya tidak dapat menyesatkan sedikitpun, akan tetapi saya
hanya akan mengganggu dan menghiasi. Andaikata saya memiliki hak dan kemampuan
untuk menyesatkan, tentu saya tidak akan membiarkan segelintir manusia-pun di muka
bumi ini yang masih sempat mengucapkan “Tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Utusan-Nya”, dan tidak akan ada lagi orang yang shalat dan
berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad, tidak berhak memberikan hidayah
sedikitpun kepada siapa saja, akan tetapi engkau adalah seorang utusan dan
penyampai amanah dari Tuhan. Andaikata engkau memiliki hak dan kemampuan untuk
memberi hidayah, tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang-pun kafir
di muka bumi ini.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Engkau
hanyalah sebagai hujjah [argumentasi] Tuhan terhadap makhluk-Nya. Sementara
saya adalah hanyalah menjadi sebab celakanya orang yang sebelumnya sudah dicap
oleh Allah menjadi orang celaka.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Orang
yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia oleh Allah sejak
dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan
celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kemudian
Rasulullah SAW membacakan firman dalam QS Hud : “Jikalau Rabbmu menghendaki,
tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih pendapat, (QS. 11:118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguh-nya Aku akan memenuhi neraka
jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. 11:119)
dilanjutkan dengan : Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang
telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai
sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah
itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:3)”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kemudian
Rasulullah berkata lagi kepada Iblis : “Wahai Abu Murrah [Iblis], apakah engkau
masih mungkin bertaubat dan kembali kepada Allah, sementara saya akan
menjamin-mu masuk surga”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Ia
iblis menjawab : “Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan dan Qalam-pun
telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga hari kiamat nanti. Maka
Maha Suci Tuhan, yang telah menjadikanmu sebagai tuan para Nabi dan Khatib para
penduduk surga. Dia, telah memilih dan meng-khususkan dirimu. Sementara Dia
telah menjadikan saya sebagai tuan orang-orang yang celaka dan khatib para
penduduk neraka. Saya adalah makhluk celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari
apa yang saya beritahukan kepadamu dan saya mengatakan yang sejujurnya”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Segala
puji hanya milik Allah SWT , Tuhan Semesta Alam, awal dan akhir, dzahir dan
bathin. Semoga shalawat dan salam sejahtera tetap selalu diberikan kepada
seorang Nabi yang Ummi dan kepada para keluarga dan sahabatnya serta para
Utusan dan Para Nabi.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Semoga
Bermanfaat..!!</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-83788604133614216172012-08-03T06:24:00.001-07:002012-08-03T13:03:10.632-07:00Ilmu Dari buton<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<i> <span style="color: lime;"> <span style="background-color: #073763;">Gendam Dari Buton </span></span></i><br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">RAJARYZAL KELAYANG<br />
rajaryzalkelayang@gmail.com</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 9pt;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bismillah….berkat ALLAH
berkat nabi muhammad,assallammualaikum waramatullahi wabarokah sedulur,kawan
dan handai taulan sekaligus bung muhammad wildan pemilik blog,semoga
barokahtullah dan sejahtera selalu buat kita semua…amin ya rabb.</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">ALAM TERKEMBANG MENJADI
GURU..kalimat yang selalu tergiang ngiang di telinga saya setiap saat sewaktu
menjadi perantau dahulu,merantau ke berbagai pulau dan daerah di pelosok
indonesia adalah ke lumrahan yang wajib saya dan kawan kawan lakukan pada saat
saat muda dahulu,menjadi perantau kemana kaki sanggup melangkah maka tiada
perduli siang ataupun malam maka tubuh pun bergerak tampa rasa hiba,uniknya
seorang perantau akan mengalami berbagai fenomena perjuangan hidup yang sangat
ampuh untuk obat saat kelak telah memasuki fase berumur dan bertahan dalam
posisi aman pada kehidupan,kelebihan pada seorang perantau itu biasanya adalah
overload/nekad walau kadang tampa perhitungan maklum belajar hidup
namanya,tidak menunda nunda,dan wajib merasa punya ilmu ghaib tidak perduli
siapa dan dari kelurga siapa,jika tidak berisi dada jangan coba coba marantau
membelah lautan menyebrangi nusa,begitu konon sugestinya dahulu,bahkan baju di
badan pun adalah senjata yang sangat berharga jika tengah berada dalam
perantauan,apalagi sebuah ilmu ghaib,sebagian dari kawan kawan perantau dulu
termasuk saya memang merantau sambil di embel embeli dengan firasat,filosofi
dan niat berguru ilmu ghaib ke berbagai tempat yang di singgahi dan tentu sebagian
juga hendak mendapatkan pekerjaan yang mapan di tanah rantau yang di anggab
lebih baik dari tanah sebelumnya….nah berpuluh puluh tahun setelah masa itu
terlalui barulah saya paham bahwa merantau itulah ilmu sesungguhnya,dan ghaib
itu adalah fenomena fenomena yang terjadi dalam perantauan…..<br />
Sekarang hari libur panjang kebetulan saya dan keluarga tengah berada di kota
di mana hampir sepuluh tahun lalu saya merantau ke kota ini,sambil bermenung
ria di lobby hotel saya rasa tidak ada salahnya saya menyapa keluarga saya dan
sahabat bathin saya yang ada di kampus wong alus sana,sekalian berbagi sedikit
pengalaman masa lalu,saya ter terawang kembali di sini juga lah saya dulu
mendapatkan satu fenomena ilmu ghaib dari seorang perantau dari tanah
bugis,tepatnya daerah buton sulawesi…..<br />
BERIKUT SAYA JELASKAN ILMU GENDAM DARI BUTON TERSEBUT:</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bismillah<br />
Perawan tara kamboi<br />
Luku manuru<br />
Tanda mata pukana mata<br />
Arai mai lamai<br />
Manise bunga manise<br />
Wa niar mai opusule “perawanna”<br />
Barakati ALLAH barakati nabi muhammad</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 9pt;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">NB:kata perawanna bisa
di tukar ke kata akalna atau mata na,boleh juga badanna,atau barang yang hendak
di jual atau di beli jika di gunakan untuk gendam bisnis dan perniagaan</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">KETERANGAN ASAL USUL
KERAMATNYA:<br />
keramat atau efect dari ilmu gendam buton ini sepengalaman saya akan sangat
mengunci jika target ada rasa meremehkan atau niat merendahkan dan
menghina,semakin target menghina maka kunciannya akan semakin melilit di otak
dan birahi target,ia seperti sipat ular sawah/ular sawo/anaconda yang mana
semakin bergerak mangsa maka ular sawo akan semakin menguatkan lilitan
kunciannya sehingga mangsa tidak mampu bernapas lagi,ilmu gendam ini termasuk
ilmu gendam birahi dan pelet memelet pada awalnya,si pemberi mengatakan kepada
saya bahwa jika wanita terkena sengatan keramat ilmu ini maka wanita tersebut
merasa perawannya/kegadisannya si pengamal yang mengambilnya sehingga wanita
akan terus mengejar nya kemana saja ia pergi bahkan semakin kuat rasa
merendahkan si pengguna ilmu maka si wanita akan pasti menangis nangis hendak
bertemu…<br />
Saya bersumpah pernah mengalami fenomena sengatan ilmu gendam ini,sewaktu saya
merantau dulu,teman seperantauan saya menggunakan ilmu gendam ini pada seorang
gadis anak pejabat tinggi,dia memang berniat hendak merampas harta si gadis
saja agar hidup bisa lebih enak di rantau,lalu setelah terkena ilmu ini si
wanita di bawa ke tempat kontrakan kami (saya dan dia satu kontrakan dan sesama
perantauan)dia bermaksud hendak membuktikan pada saya bahwa ilmu gendam dari
orang buton itu benar benar mangkus dan nyata,saya lalu segera cuci muka karna
baru bangun tidur dan hendak menemui gadis tersebut,saat itu jua lah saya
penasaran dan hendak mencoba juga apakah benar se hebat itu ilmu gendam buton
yang sama sama kami dapatkan itu,lalu saya baca kalimat nya pada air satu timba
dan tiba tiba saja saya teringat ilmu pekasih dari bapak kandung saya sendiri
lalu saya gabung saja membacanya,nah jadilah sekarang saya membaca dua kalimat
keramat pada air satu timba tersebut,lalu saya cucikan air itu pada muka,telinga
dan rambut setelah itu saya pergi menemui si wanita yang terkena gendam
tadi,karena kurang percaya diri sebab baru bangun saya hanya bersalaman dan
ngobrol sekitar 15 menit setelah itu saya permisi dan masuk lagi ke rumah,nah
fenomena aneh,ajaib bin takjub plus menggelikan terjadi setelah kawan saya itu
pulang kembali ke rumah kontrakan setelah selesai mengantar pulang si wanita
tentu dengan memperlihatkan segopok uang pemberian si wanita tersebut,kawan
saya itu marah marah karena tiba tiba saja saat sudah si wanita sampai di
rumah,dia menangis meraung raung hendak bertemu dengan saya,bahkan dia memaksa
pacarnya ini yang baru saja ia katakan “engkaulah abang ku bulan bintang
ku,penjaga hati ku dan bla bla,,,,hehee (teman saya tersebut) untuk mengantar dia
bertemu dan bermadu kasih kepada saya,gila tidak itu,,.?nah oleh sebab itu
kawan saya marah marah dan dia berkata bahwa saya pasti telah menggendam birahi
si wanita tersebut,saya jujur sangat terkejut dengan efect seperti itu,namun
saya tidak mau percaya begitu saja,oleh karna itu saya tidak mau bertemu si
wanita tersebut selama 3 hari untuk membuktikan benar apa tidak wanita tersebut
menangis jika tidak bertemu saya saat dia datang di kontrakan,ternyata
benar….auzubillah bin amit amit,saya melihat dia dari kaca hitam jendela rumah
kontrakan saat dia setiap jam datang ke halaman rumah kontrakan saya,jika di
katakan oleh kawan saya tadi bahwa saya telah pergi dia langsung duduk terkulai
lemah dengan menangis rapuh tampa malu di lihat ramai orang,,,,nah kalau begini
baru saya percaya…..malamnya saya temui dia dan sungguh ajaib dia seperti sudah
mengenal saya sangat lama,segala kebutuhan harta dia berikan termasuk ATM nya
saat itu,tapi saya bersumpah untuk tidak menerimanya dengan bahasa yang
sopan,setelah malam itu maka saya baca penawarnya agar netral kembali,begini
penawarnya:<br />
“bismillah,lue lue opusule” di baca 3x pada kedua telapak tangan dan tempelkan
ke bumi (saya sarankan jika membaca penawarnya ini,ente harus berada jauh dari
si wanita sebab setelah ia tawar keramatnya maka ia akan menjadi sangat marah
selama 3 hari,jadi jika berada dekat saat itu saya jamin ente pasti babak belur
dan bonyok binyok di serangnya).</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 9pt;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">NAH BERIKUTNYA INI
KALIMAT PEKASIH WARISAN BAPAK KANDUNG SAYA SAAT SAYA GABUNG KAN SEWAKTU MENCUCI
MUKA HENDAK BERTEMU SI WANITA TERSEBUT:</span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-attachment: scroll; background-clip: border-box; background-image: none; background-origin: padding-box; background-position: 0% 0%; background-repeat: repeat; background-size: auto auto; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">BISMILLAH KASIH ADAM
KASIH YUSUF<br />
INNA ANNA AULIA<br />
KASIH SEGALA KASIH<br />
KASIH ADAM SITI HAWA<br />
KASIH SEGALA KASIH<br />
KASIH YUSUF PADA ZALIKHA (zalikha adalah nama asli zulaikha sewaktu ia kecil)<br />
KASIH SEGALA KASIH<br />
KASIH SIDANG ANAK MANUSIA KEPADA AKU<br />
BERKAT ALLAH BERKAT MUHAMMAD</span></span></span></div>
<span style="color: lime;"><span style="background-color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 10.5pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">KETERANGAN SERTA ASAL
USULNYA<br />
kalimat keramat pekasih ini di berikan oleh bapak kandug saya sendiri sewaktu
saya berumur sekitar 13 tahun,kalimat ini sederhana saja tapi saya yakini orang
tua kandung pasti telah memilih dan memilah yang terbaik yang akan ia wariskan
kepada anak laki laki semata wayangnya,selain itu kalimat ininmemiliki kode
kode khusus fenomena pekasih di bumi ALLAH ini,maka tentulah kalimat pekasih
ini menjadi the best ever the best yang beliau wariskan dan ya</span></span></span><br />
<br />
</div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4463283076064837633.post-11644815476636772402010-03-29T07:07:00.000-07:002012-08-03T12:49:47.508-07:00Siapa Suksma Sejati Kita ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFVrPHCiAcm-q9ZbdN5wxTzPeviAV8nWWksYepXgIdsec6NFMcH8a2U4nicVBVzXBxIDjco7A-XWyjRs3LE2lqtXUBGzwI1fh8-lyg25RO1OnR33AGhZQWMY22QU9JIQ01HUA7qZ6-0V9H/s1600/Ki+Gondo+Sukocarito.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFVrPHCiAcm-q9ZbdN5wxTzPeviAV8nWWksYepXgIdsec6NFMcH8a2U4nicVBVzXBxIDjco7A-XWyjRs3LE2lqtXUBGzwI1fh8-lyg25RO1OnR33AGhZQWMY22QU9JIQ01HUA7qZ6-0V9H/s1600/Ki+Gondo+Sukocarito.jpg" /></a></div>
Pak Gondo Sukocarito. Rumahnya di Gumpang.<br /><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com0